10 Tahil Amas Dibayar Utang, Mahar Nikah Unik di Bintan Buyu

0
475
Anton, tokoh masyarakat Bintan Buyu, Bintan bercerita tentang adat perkawinan Bintan Buyu, Selasa (12/11) di kediamannya di Bekapur.

Desa Bintan Buyu, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan (Kepri) dikenal sebagai pusat sejarah dan budaya. Dulunya daerah ini menjadi pusat Kerajaan Bentan, yang kemudian berlanjut dengan berdirinya kerajaan di Temasik sebelum berdirinya Kerajaan Malaka. Kerajaan Malaka dizaman Sultan Mahmud I pernah berpusat di Bintan, tepatnya di daerah yang hari ini bernama Desa Bintan Buyu. Di desa ini banyak ditemukan belasan makam bersejarah yang terpusat di kampung Bukit Batu dan Bintan Bekapur.

Tidak hanya kaya dengan potensi cagar budaya, Bintan Buyu juga kaya potensi nilai budaya. Sebagai daerah lama, sejumlah tradisi masyarakatnya masih lestari hingga saat ini. Tradisi masyarakatnya ada yang berbeda dengan masyarakat Melayu lainnya yang ada di Provinsi Kepri, khususnya dengan masyarakat Bintan lainnya. Hal ini bisa terlihat dalam acara pernikahan masyarakat Melayu yang ada di Desa Bintan Buyu.

Mahar atau mas kawin menikah di empat kampung yang ada di Desa Bintan Buyu cukup unik. Maharnya yaitu 10 tahil amas dibayar utang. Mahar ini sudah berlangsung turun temurun dalam masyarakat Bintan Buyu. Amas yang disebut dalam mahar ini nilainya bukan sebesar emas murni yang ada di pasaran. “Amas itu kami sebut Emas Melayu, bukan emas murni. Dalam adat memang mahar ini dibayar utang, tak boleh tunai. Bagaimana pengantin laki-laki membayarnya, itu urusan mereka berdua setelah nikah. Antara pengantin laki-laki dan wanita,”kata Anton, tokoh masyarakat Bekapur, Desa Bintan di rumahnya, Selasa (12/11) kemarin.

Ia menyebut mahar seperti ini hanya berlaku di empat kampung yang dulunya masuk wilayah Kepenguluan Bintan Buyu meliputi Bintan Enau, Bintan Bukit Bukit Batu, Bintan Buyu dan Bintan Bekapur. Sementara, kampung-kampung yang lain yang bertetangga, seperti Desa Penaga, mas kawinnya berbeda dengan Bintan Buyu. “Kami 10 tahil amas, mereka 7 tahil amas,”ujarnya, yang didampingi Pengurus LAM Teluk Bintan, Amin.

Hal menarik sesuai perkembangan zaman, mahar itu juga mengalami perubahan. Dulunya hanya 10 tahil amas dibayar utang, kini mengalami perubahan. Maharnya berubah menjadi 10 tahil amas dibayar utang berganti sebentuk cincin emas, dibayar tunai. Penyesuaian ini menyesuaikan dengan kondisi perkembangan zaman, termasuk administrasi pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA) yang berwenangan mencatat pernikahan.

Selain mahar nikah, di Desa Bintan Buyu juga ada keunikan dalam acara tepuk tepung tawar. Tak semua orang boleh melakukan tepuk tepung tawar. Hanya 9 orang yang boleh melakukan tepung tepung tawar dan semuanya laki-laki. Mereka adalah penghulu (kepala desa), waris pengantin laki-laki, waris pengantin wanita, walak pengantin laki-laki dan walak pengantin wanita. Selain itu juga yang berhak tukang doa (lebai), tuan said, juru kunci kampung (orang yang dituakan), dan mudim mak andam.

Adat perkawinan yang sakral seperti ini hanya berlaku kalau perempuannya masih gadis. Kalau statusnya sudah janda, tak ada lagi prosesi perkawinan model ini. Sementara, kalau laki-lakinya duda,perempuannya gadis, boleh melaksanakan prosesi perkawinan secara adat Bintan Buyu ini. “Di Bintan Buyu, wanita sangat dimuliakan. Dalam prosesi pernikahan, pengantin laki-laki menyerahkan cincin emas. Nah, saat sebelum malam pertama, pengantin laki-laki juga wajib menyerahkan cincin emas atau sejumlah uang. Baru boleh masuk kamar untuk malam pertama,”sebutnya. **