Makam Juang Mandor merupakan salah satu tempat bersejarah di Kalimantan Barat, tepatnya di Kecamatan Mandor Kabupaten Landak. Tempat ini saksi bersejarah terjadinya pembunuhan besar-besaran secara keji dan kejam oleh Tentara Jepang terhadap tokoh-tokoh masyarakat, pemuka-pemuka masyarakat, kaum cendikiawan dan para pejuang yang tidak berdosa, pada tanggal 28 Rokutgatsu 2604 atau bertepatan pada tanggal 28 Juni 1944.
Berdasarkan surat kabar Jepang yang terbit di Pontianak “Borneo Shinbun” terbitan hari Sabtu, tanggal 1 Sigatsu 2604 atau tanggal 1 Juli 1944 disebutkan sebanyak 21.037 jiwa korban pembunuhan massal yang dikuburkan di 10 buah makam di Mandor.
Adapun nama-nama para korban yang dibunuh secara massal tersebut dengan dalih bahwa mereka berusaha mendirikan Negara Borneo Barat bebas dari penjajahan, diantaranya Syarif Muhammad Alkadrie, umur 74 tahun, Sultan Pontianak; Pangeran Adipati, umur 26 tahun putra Sultan Pontianak; Muhammad Ibrahim Tsafiuddin, umur 40 tahun, Sultan Sambas; Tji Boen Kie, umur 42 tahun, wartawan; dan lain-lain.
Sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kepada pejuang yang telah gugur pada peristiwa tersebut, dibangunlah Monumen Makam Juang Mandor yang peresmiannya ditetapkan pada tanggal 28 Juni 1977 bertepatan dengan tanggal terjadinya peristiwa pembunuhan tersebut.
Dibangunnya Monumen “Makam Juang Mandor” merupakan sebagai bukti sejarah tentang peristiwa tragis di Kalimantan Barat untuk tidak terulang kembali di masa mendatang. Monumen tersebut sekaligus merupakan peninggalan sejarah bagi generasi yang akan datang, bahwa di Kalimantan Barat pernah terjadi suatu peristiwa perjuangan rakyat Indonesia dalam membebaskan tanah air tercinta dari penjajahan Jepang antara tahun 1942-1944.
Sumber : Lampiran Surat dari Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, yang ditujukan kepada Kelapa BPNB Kalbar Nomor 460/735/DS/VI/2019 Tanggal 19 Juni 2019, Perihal Peringatan Hari Berkabung Daerah Tahun 2019.