Siapa yang tidak mengenal kain sasirangan? Kain yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur ini merupakan kain yang berasal dari Kalimantan Selatan. Kain kebanggaan masyarakat ini tidak hanya laris sebagai cinderamata semata namun salah satu jenis kain sasirangan ternyata memiliki fungsi sebagai sarana penyembuh penyakit yaitu kain pamintan. Pamintan adalah kain sasirangan yang difungsikan sebagai sarana pengobatan atau sarana penyembuhan penyakit secara tradisional. Sebagai sarana pengobatan, kain pamintan hanya dibuat berdasarkan pemesanan. Jika ada seorang pasien berobat ke tabib biasanya tabib akan meminta pasien memesan kain pamintan sesuai dengan jenis penyakitnya. Oleh karena berdasarkan permintaan maka kain ini dinamakan pamintan (berasal dari permintaan/pesanan).
Sebagai sarana penyembuhan, pembuatan kain pamintan tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sebelum mulai membuat kain, pengrajin kain harus mengadakan upacara selamatan dengan sajian yang disiapkan oleh pemesan. Sajian yang harus disiapkan dalam upacara ini diantaranya adalah nasi lamak, telur ayam yang dimasak, hinti gula habang, kukulih dengan air gula habang, pisang mahuli, segelas kopi manis dan pahit, serta dupa atau hio yang nanti akan dibakar sehingga berbau harum. Seluruh sajian dibawa ke masjid oleh pengrajin kain dan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan. Upacara selamatan di masjid dilakukan untuk memohon kepada Allah supaya memperoleh keselamatan selama pembuatan kain. Upacara ini juga dimaksudkan untuk memohon supaya selama pembuatan kain diberi cuaca yang mendukung (hari panas) dan tidak diganggu oleh mahluk halus. Setelah dibacakan doa selamat, sajian akan dimakan bersama. Upacara selamatan kembali akan dilaksanakan di rumah pengrajin sebelum penjemuran kain atau setelah proses pencelupan dan pencacakan selesai dilakukan. Saat ini upacara selamatan yang dilakukan berbeda dengan di masa lalu. Upacara selamatan saat ini tidak lagi dilakukan di masjid namun hanya di rumah pengrajin dengan sajian yang berbeda yaitu berupa wadai (kue) tradisional seperti apam putih, roti kukus, gatuk-gatuk dll.
Untuk membuat kain pamintan, ada dua bahan utama yang diperlukan yaitu bahan baku kain dan bahan pewarna. Bahan baku kain pamintan berasal dari kain tenunan yang berbahan baku benang kapat atau serat kulit kayu. Namun oleh karena bahan-bahan tersebut sulit ditemukan dan memerlukan waktu panjang dalam proses pembuatannya maka saat ini bahan kain pamintan menggunakan kain belacu dan kain kaci. Kedua kain yang berwarna putih polos dan memiliki tekstur cenderung agak kaku ini didatangkan dari Pulau Jawa terutama dari Surabaya. Di Banjarmasin, kain ini dapat diperoleh di Pasar Sudi Mampir atau pasar lama dekat dengan Kelurahan Seberang Masjid. Pembuatan kain yang hanya berdasarkan pesanan membuat pengrajin kain hanya membeli bahan kain secara eceran sesuai kebutuhan pesanan.
Selain bahan kain, bahan lain yang dibutuhkan adalah bahan pewarna. Bahan pewarna kain pamintan dibedakan menjadi dua jenis yaitu bahan pewarna alami dan bahan pewarna buatan atau sintetis. Untuk bahan pewarna alami biasanya diolah sendiri secara tradisonal sehingga memerlukan waktu lama. Bahan-bahan alami yang diperlukan terdiri dari janar (kunyit), temulawak dan kayu kemuning (bahan untuk warna kuning), buah kabuau, uar (untuk bahan warna hitam), kulit kayu bu habang atau buah kesumba, dan zat gambir buah mengkudu (bahan pewarna merah), kulit buah rambutan, uar (untuk bahan warna coklat), daun pudak atau jahe (untuk warna hijau) dan biji ramania/gandaria dan buah karamunting (bahan warna ungu). Dalam pewarnaan kain, kombinasi warna hampir tidak pernh dilakukan. Penggunaan bahan warna alami ini bermanfaat memberikan efek bau dan efek rasa yang merangsang ke bagian tubuh tertentu. Sebagai contoh pemakaian jahe akan menimbulkan rasa hangat di tubuh. Sama dengan bahan baku kain, bahan pewarna alami juga sulit ditemukan dan memerlukan proses peracikan yang lama. Oleh karena itu saat ini bahan pewarna alami digantikan oleh pewarna buatan atau warna sintetis. Bahan pewarna sintetis yang dipakai dalam pembuatan kain pamintan adalah bahan kasumba purun atau wantex cap gunting dengan beragam warna terutama warna pelangi. Kain pamintan dengan pewarna sintetits tidak memberikan efek (seperti efek rasa dan bau) bagi si sakit namun pemesan tetap percaya jika penyakit akan sembuh apabila diobati dengan kain ini.
Kain pamintan sebagai sarana penyembuhan hanya menggunakan tiga warna yaitu merah, kuning dan hijau. Ketiga warna ini di kalangan masyarakat di Kalimantan Selatan dikenal dengan sebutan balahindang. Ketiga warna tersebut tidak memiliki makna khusus namun hanya digunakan sebagai pembeda. Pada kain pamintan yang modangnya (bagian tengah kain) berwana merah merupakan kain yang dipakai untuk perempuan, kain dengan modang kuning untuk laki-laki. Namun meski demikian para pemesan lebih dominan memesan kain berwarna dasar kuning karena dipercaya memiliki simbol kemenangan.
Untuk pembuatan kain pamintan, peralatan yang digunakan terdiri dari benang ketapi putih dan jarum tangan yang digunakan untuk menjelujur kain, gunting, ember untuk pewarna kuning, potongan paikat atau rotan yang digunakan untuk melukis kain (memberi motif), baskom kecil untuk pewarna motif, cacapan yaitu bilah berukuran 10 cm dengan salah satu ujung dibalut kain yang digunakan untuk melekatkan cairan pewarna hijau dan merah. Dalam proese pembuatan kain pamintan, ada beberapa tahap yang harus dilalui yaitu penyiapan bahan, pembuatan warna dasar kain, menyirang kain, pencelupan dan pencacapan, pelepasan benang sirang dan pengeringan, serta pemberian gambar atau motif. Pada kain sasirangan ada beberapa motif yang digunakan sebagai sarana penyembuhan yaitu motif naga balimbur (mengobati sakit kepala seperti terasa ditusuk-tusuk dan pusing), motif kangkung kaombakan (mengobati penyakit kepala yang bergoyang-goyang), motif ombak sinampur karang (penyakit kepala yang berdenyut-denyut), motif ular lidi, motif bayam raja (untuk mengobati peyakit gila atau stress).
Saat ini jenis kain pamintan yang masih ada sudah banyak berkurang. Dahulu kain pamintan terdiri dari 5 jenis. Pertama yaitu ayunan laki dan ayunan bini yang biasanya digunakan pada acara baayun maulud dan ayun pengantin agar anak ataupun pengantin tidak kapingitan. Kedua, laung laki dan laung bini yaitu berbentuk ikat kepala untuk mengobati penyakit seperti telinga berkoreng, tuli, sakit kepala dan agar jangan diganggu roh jahat. Ketiga, kakamban atau selendang yang digunakan untuk mengobati bermacam-macam penyakit perut dan bisa juga digunakan sebagai ayunan. Keempat, serudung atau kerudung yang digunakan untuk mengobati orang yang kemasukan roh leluhur karena pelaksanaan upacara adat yang tidak sempurna (kurang syarat atau ada yang tidak dilakukan). Kelima, baju sasirangan pamintan berbentuk baju koko. Baju koko ini digunakan oleh pasien laki-laki maupun perempuan
Kain sasirangan pamintan yang merupakan kain dengan fungsi sebagai sarana penyembuhan penyakit, pengrajin kain ini tidak sebanyak pengrajin kain sasirangan modern. Pengrajin kain pamintan adalah orang-orang yang memiliki kriteria tertentu yaitu harus berasal dari keturunan raja-raja Banjar atau masih ada bubuhan (keturunan atau hubungan kekerabatan) dengan pembuat kain di masa Putri Junjung Buih dahulu.
Kriteria lain yaitu meski masih ada dalam bubuhan Banjar namun tidak selamanya diperbolehkan membuat kain ini sebelum orang tersebut mendapatkan mimpi bahwa mereka diperbolehkan membuat kain pamintan. Hal ini menjadikan regenerasi pengrajin pamintan tidak mudah dilakukan. Di Kelurahan Seberang Masjid Banjarmasin yang merupakan salah satu tempat pengrajin kain pamintan, hanya ada 3 pengrajin kain pamintan.
Oleh Septi Dhanik Prastiwi
Disarikan dari :
Hendraswati. 2012. Sasirangan Kain Tradisional Kalimantan Selatan. Jakarta : Direktorat Tradisi dan Seni Rupa Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata