Syair-syair yang di kumandangkan dalam kesenian Sinandong Asahan penuh dengan kata-kata mistis yang sarat dengan nasehat dan petuah orang-orang dahulu. Lantunan syair-syair Sinandong Asahan ini di tingkahi pula dengan bunyi-bunyian alat musik seperti biola, gendang, rebab, dan gong. Disamping sebagai hiburan pada setiap hajatan, seperti acara khitanan maupun acara pernikahan, Sinandong Asahan juga sering dilantunkan pada saat pengobatan tradisonal siar mambang.

Sinandong Asahan pernah mengalami masa kejayaan pada tahun 1950-an sampai dengan tahun 1970-an. Pada masa itu Sinandong Asahan sangat terkenal di Sumatera Utara, bahkan sampai ke Ibu Kota Jakarta. Para pemain Sinandong Asahan dari Tanjungbalai sering diundang untuk mengisi acara-acara resmi pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat. Pada zaman Orde Baru kesenian Sinandong Asahan dengan pesenandungnya Cik Nasti (Cik Nasution) pernah diundang untuk tampil di Istana Negara ketika Presiden Soeharto sedang menjamu para tamunya yang datang dari luar negeri. Dan beberapa kali tampil di Sasana Budaya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

Pada tahun 1965, di saat pergolakan Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G.30.S/PKI), kesenian Sinandong Asahan ini sempat surut karena adanya rasa ketakutan yang dirasakan oleh para seniman pelaku Sinandong Asahan, disebabkan adanya kesenian yang nyaris sama dengan Sinandong Asahan yakni, sinandong produk dari Lembaga Kebudayaan Rakya (Lekra) yang merupakan salah satu organisasi underbow PKI. Namun pada tahun 1970-an Sinandong Asahan kembali mengudara. Akan tetapi denyut nadi kehidupannya hanya sampai pada tahun 1980-an. Dan sekarang kesenian Sinandong Asahan ini nyaris sirna dan tidak terdengar lagi.

Perkembangan kesenian Sinandong Asahan berbeda dengan kesenian qasidah dan bordah yang sampai saat ini masih terdengar rentak suaranya. Setiap acara-acara hajatan dan seremonial yang dilakukan oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Tanjungbalai, alunan merdu lagu-lagu qasidah dan bordah masih tetap terdengar memecahkan kesunyian malam.

Syair-syair lagu qasidah tidak berbeda jauh dengan syair-syair Sinandong Asahan. Jika senandung Asahan berbahasa daerah Asahan, sementara qasidah menggunakan bahasa Arab. Namun inti dari syair-syair yang dilantunkan tetap pada koridor nasehat dan petuah-petuah dalam menjalani hidup dan kehidupan di dunia dan kelak di akhirat.

Bagi seorang pemain qasidah yang mahir, mereka dapat melakukan alih bahasa dari bahasa Arab kepada bahasa Melayu Asahan, sehingga para pendengar yang kurang paham dengan makna bahasa Arab yang disampaikan oleh para pemain qasidah dapat mengerti dan memahami makna syair-syair tersebut.

Qasidah tidak hanya terdapat di daerah Tanjungbalai dan Asahan saja, akan tetapi juga tumbuh dan berkembang di pesisir Selat Malaka, seperti daerah Kabupaten Batu Bara, Tanjung Ledong, Kualuh, Air hitam, Kampung Mesjid, Tanjung Pasir di Kabupaten Labuhan Batu Utara, Labuhan Bilik, Tanjung Sarang Elang, Negeri Lama, Aek Nabara di Kabupaten Labuhan Batu Induk, sampai ke Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Karena pada awalnya kesenian qasidah ini berasal dari daerah Turki Bakhdat, dan berkembang di tanah Semenanjung Malaya (Malaysia).

Masih bertahannya kesenian qasidah ini disebabkan masih adanya para generasi muda yang mau mempelajarinya. Berbeda dengan kesenian Sinandong Asahan yang tidak mengalami regenerasi. Padahal Sinandong Asahan masih layak untuk dijual kepada masyarakat dalam konteks hiburan.

Kini geliat kesenian Sinandong Asahan nyaris punah. Seiring dengan waktu dimana para pesenandungnya telah banyak yang tiada, disamping banyak pula yang uzur termakan usia. Sementara itu para seniman muda enggan untuk menggeluti kesenian Sinandong Asahan ini. Bukan tidak mungkin pula pada saatnya nanti Sinandong Asahan ini akan hilang ditelan zaman.

Atas dasar itulah pada tahun 2018 ini Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) mengajukan Sinandong Asahan untuk ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB Indonesia) sebagai salah satu bentuk usaha untuk melestarikannya, dan Sinandong Asahan telah ditetapkan sebagai salah satu WBTB Indonesia pada tahun ini juga.