Perjalanan Menuju Seminar Nasional Hasil Penelitian BPNB se-Indonesia
Seminar Nasional Hasil Penelitian BPNB se-Indonesia yang digelar setiap tahun ini merupakan serangkaian kegiatan bersama 11 BPNB yang tersebar di seluruh Indonesia, dan terbuka untuk umum. Di dalamnya terdapat tiga kegiatan utama yakni seminar hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh masing-masing BPNB, pagelaran seni multikultur, dan pameran. Kegiatan ini merupakan wadah untuk memperkenalkan dan menyampaikan capaian kinerja BPNB kepada masyarakat, selain itu juga berfungsi sebagai sarana jalinan komunikasi antar peneliti dan pegawai negeri sipil BPNB se-Indonesia dalam bertukar ide dan informasi seputar penelitian dan perkembangan kebudayaan di Indonesia.
Adapun yang menjadi tuan rumah sekaligus sebagai panitia dari terselenggarakannya kegiatan seminar nasional ini adalah masing-masing BPNB secara bergiliran. Sebagaimana kegiatan seminar nasional tahun 2017 kemarin yang diselenggarakan di Yogyakarta oleh BPNB Yogyakarta, tahun 2018 ini telah dilaksanakan di Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat oleh BPNB Papua.
Untuk kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian BPNB se-Indonesia yang dilaksanakan di Kota Waisai tahun ini, dari ujung paling barat Indonesia, tim Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh (BPNB Aceh) yang terdiri dari 18 orang, bertolak menuju ujung paling timur Indonesia tersebut. Tim BPNB Aceh ini terdiri dari Kepala BPNB Aceh, Kasubbag. Tata Usaha, dua orang peneliti sejarah dan budaya, lima orang tim penari putri, tujuh orang tim penari putra, dan dua orang tim pameran.
Sumbang Ide BPNB Aceh
Sesuai dengan tema besar kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian BPNB se-Indonesia tahun ini, Merangkai Sejarah Budaya Maritim, Membangun Kebersamaan Berbangsa, dua orang peneliti dari BPNB Aceh telah mempresentasikan dua makalah yang berjudul Integrasi Sejarah Bahari Aceh dalam Pembelajaran Sejarah di Sekolah yang dibawakan oleh Sudirman (Peneliti Madya bidang Sejarah) dan Budaya Konflik Masyarakat Jawa-Deli di Kota Medan yang dibawakan oleh Dharma Kelana Putra (Peneliti bidang Budaya).
Inti dari makalah hasil penelitian yang dipresentasikan oleh Sudirman adalah sumbang ide bahwa mata pelajaran sejarah memiliki peranan dalam menguatkan visi kemaritiman melalui pembelajaran sejarah bahari. Oleh karena itu, materi sejarah bahari tidak terlepas dari sejarah nasional secara keseluruhan sehingga keberadaan sejarah bahari dalam pembelajaran sejarah menjadi faktor yang melekat. Materi pembelajaran sejarah bahari dapat berbeda karakteristik dan rumusannya di setiap daerah, serta tingkatan sekolah. Materi pembelajaran sejarah bahari Aceh menyangkut berbagai aspek kehidupan yang dapat dirumuskan menjadi materi politik, dunia ilmu, ekonomi, budaya, maupun keberanian. Proses pembelajaran selain diawali dengan perencanaan yang bijak dan didukung oleh komunikasi yang baik, juga tidak terlepas dan didukung oleh pengembangan strategi yang dapat membelajarkan siswa. Proses pembelajaran sejarah bahari di sekolah dapat dilakukan melalui model kronologis-integratif, tematis-kronologis, kapita selekta, regresif, perkembangan khusus, dan wisata sejarah. Untuk mengimplimentasikan strategi pembelajaran tersebut sangat ditentukan oleh faktor guru, pendekatan, metode, dan fasilitas belajar, seperti sumber dan media. Selain itu, perlu pula mengaitkan materi dengan konteks yang terjadi di sekitar siswa. Konteks tersebut mencakup fenomena di masyarakat, peristiwa aktual, permasalahan sosial, isu yang sedang berkembang, jiwa zaman, dan perkembangan keilmuan mutakhir.
Sementara pada makalah yang dipresentasikan oleh Dharma Kelana Putra adalah tentang masyarakat Jawa yang telah mendiami tanah Deli, eksistensi mereka yang telah mewarnai Kota Medan sejak era kolonial hingga kini. Awalnya mereka mengalami penolakan dari etnis asli yang mendiami tanah Deli, tetapi akhirnya keberadaan mereka dapat diterima dengan baik. Sebagai kelompok mayoritas, masyarakat Jawa Deli memegang peranan penting dalam menjaga kerukunan antarumat beragama dan antaretnis di Kota Medan. Penelitian ini mengkaji tentang apa saja yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Deli sehingga mereka dapat diterima dan menjadi perekat yang menyatukan beragam etnis dalam satu keluarga besar.
Tari Persembahan dan Booth Pameran BPNB Aceh
Selain seminar, kegiatan ini juga diisi dengan pagelaran kesenian multikultur dari seluruh Indonesia, serta pameran warisan budaya nasional sejak tanggal 20 s/d 24 April 2018. Pada kegiatan pagelaran kesenian multikultur, BPNB Aceh menyajikan satu tarian kreasi Meusaho yang dibawakan oleh tim wanita yang terdiri dari pegawai BPNB Aceh dan satu tarian tradisi, Likok Pulo, yang dibawakan oleh tim laki-laki yang juga merupakan pegawai pada BPNB Aceh.
Tari Meusahoe merupakan sebuah tari kreasi baru yang memadupadankan gerakan dari Seudati dan Likok Pulo atau Saman wanita. Meusahoe ditarikan oleh beberapa orang penari wanita dengan iringan nyanyian, musik rapai dan seurunekalee. Tarian ini bercerita tentang kekompakan serta semangat bermasyarakat dan gotong royong para kaum wanita Aceh dalam memperkenalkan budayanya.
Adapun tari Likok Pulo merupakan tarian tradisional masyarakat Aceh, yang berasal dari Pulau Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Diciptakan oleh seorang ulama dari tanah Arab sebagai media dalam menyampaikan dakwah Islam di ujung utara Pulau Sumatera. Syair-syair yang dilantunkan selama tarian inilah inti dari tari Likok Pulo, hampir semua syairnya berisikan syiar-syiar Islam. Dari segi ragam gerak, Likok pulo banyak dipengaruhi oleh kondisi geografis Pulau Aceh yang terdiri dari lautan luas, gelombang, angin, pepohonan, pegunungan, serta budaya gotong royong. Setiap gerakan mengandung makna filosofis yang dapat dijadikan pedoman hidup.
Kedua tarian yang dibawakan oleh dua tim penari BPNB Aceh ini telah memukau ratusan pasang mata penonton yang sabar berdiri tepat di depan pentas yang telah disediakan oleh panitia di Pantai Waisai Torang Cinta (Pantai WTC). Terutama saat penampilan tari Likok Pulo yang dipentaskan pada malam kedua. Gerak-gerak tari Likok Pulo yang lebih mengutamakan ketangkasan dan gerak cepat sebagaiman tari Saman telah memukau dan mengundang tepuk tangan para penonton. Ini merupakan sebuah kesuksesan bagi BPNB Aceh karena yang membawakan tarian ini bukanlah dari kalangan profesional, akan tetapi oleh para pegawai BPNB Aceh yang besiknya bukanlah penari. Tidak kurang dari satu setengah bulan para pegawai balai ini berlatih dan mempersiapkan diri untuk pagelaran besar tersebut, dan alhamdulillah sukses.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada pameran kali ini BPNB Aceh tetap memamerkan beberapa mata budaya yang berasal dari Aceh dan Sumatera Utara yang telah masuk ke dalam Warisan Budaya Nasional (Warbudnas). Selain itu BPNB Aceh juga memamerkan hasil penelitian dalam bentuk cetakan buku, jurnal, buletin, booklet, dan juga leaflet. Ditambah tim pameran yang terdiri dari dua orang juga telah mempersiapkan foto booth yang disediakan khusus bagi pengunjung stand BPNB Aceh yang ingin berfoto ria sambil menggunakan pakaian adat Gayo dari Aceh dan pakaian adat Batak dari Sumatera Utara. Selain itu tim juga menyiapkan beberapa cindera mata dan penganan tradisional yang disuguhkan kepada para pengunjung.
🙂