oleh: Dafriansyah Putra

Penelitian merupakan salah satu bentuk Pengembangan Cagar Budaya, selain dari adaptasi dan revitalisasi. Berpedoman kepada Undang-undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Penelitian didefinisikan sebagai kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.

Penelitian terhadap objek Cagar Budaya secara umum terbagi kepada dua garis besar: penelian murni/dasar dan penelitian terapan. Penelitian dasar lebih mengharapkan hasil yang kelak akan memengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan. Sedangkan penelitian terapan lebih kepada pengembanganteknologi atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif. Sejalan dengan ikhtiar pelestarian Cagar Budaya, penelitian yang lebih ditekankan pada pengkajian bersifat terapan. Sehingga keluaran dari penelitian tersebut dapat menjadi landasan ataupun pijakan data dan informasi terkait kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, serta pengembangan kebudayaan secaya umum

Tinggalan Cagar Budaya yang tersebar di ranah Sumatera Barat memiliki daya tarik tersendiri di dalam kacamata para peneliti. Kekayaan jejak masa silam yang masih bertahan hingga saat ini menjadi sajian data yang menarik untuk didalami lebih jauh. Alhasil, tak sekadar peneliti pribumi, peneliti dari luar negeri pun tak sungkan menelusuri hingga pedalaman Sumatera Barat untuk menjawab sejumlah hipotesa terhadap objek yang mereka teliti.

Salah satu contoh rentangan periodesasi yang menarik dijadikan landasan waktu dalam penelitian adalah pada masa prasejarah. Dan Kabupaten Limapuluh Kota, nun di Timur Sumatera Barat, menjadi wilayah yang potensial dijadikan latar penelitian. Mengingat, di daerah ini betapa kaya akan tinggalan-tinggalan prasejarah seperti sebaran menhir, lumpung batu, batu dakon, hingga kubur batu.

Khususnya menhir, di daerah ini banyak ditemukan. Keragaman jelas terlihat pada bentuk menhir: kecil, sedang hingga besar. Selain itu menariknya lagi terdapat beragam corak/pola hias yang melekat pada tubuh menhir. Ada yang berpola serupa segitiga, lingkaran, sulur-suluran, dsb. Hal-hal inilah yang kemudian memancing jejak peneliti untuk mendalami tentang keunikan-keunikan tersebut.

Bahkan, pada beberapa tempat di sekitar sebaran menhir, pernah juga dilakukan ekskavasi penelitian. Kegiatan penggalian tersebut memeroleh sejumlah hasil temuan. Pada lokasi terdapat ekofak berupa sisa tulang manusia yang ditaksir berusia 2000-3000 tahun yang lalu. Dari temuan-temuan ini kuat dugaan adanya kelangsungan kehidupan manusia purba di daerah Kabupaten Lima Puluh Kota.

Selain pada tinggalan megalit, bangunan rumah gadang sebagai tinggalan bangunan tradisional menarik untuk dijadikan objek penelitian. Penelitian pernah dilakukan dengan bahasan yang lebih mengarah pada jenis mateial penyusun rumah, teknik sambungan, jenis kerusakan kayu, identifikasi kayu. Kajian tersebut dilakukan pada objek-objek Rumah Gadang seperti: Rumah Surambi Aceh (Solok), Rumah Gadang Gajah Maaram (Solok), Rumah Gadang Kampai Nan Panjang (Tanah Datar), Rumah Gadang Matur (Agam), Rumah Gadang Angku Rajo Tanjung (Agam).

Penelitian-penelitian dengan pendekatan pada objek tinggalan Cagar Budaya sejatinya tidak hanya dapat dilakukan oleh kalangan peneliti atau institusi tertentu saja, namun juga semestinya akan menjadi garapan yang menarik sekaligus menantang bagi kalangan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum yang memiliki minat. Dari kegiatan-kegiatan penelitian seperti ini, esensinya tidak semata memberikan sumbangan data baik dari sisi sejarah, arkeologis, maupun analisa perkembangan kebudayaan di suatu objek penelitian. Namun juga secara tidak langsung akan dapat meningkatkan informasi dan promosi terhadap suatu objek Cagar Budaya.