Laporan Dafriansyah Putra (Staf Pokja Pengembangan dan Pemanfaatan)

4

Tim Penggambaran Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat telah melakukan kegiatan Penggambaran Cagar Budaya. Kegiatan Penggambaran dilaksanakan di Daik, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (22-28/5) dengan objek penggambaran adalah Bangunan Cagar Budaya Rumah Apak (A. Gani) yang dikenal juga dengan Rumah Letnan Keling. Konon, “Apak” merupakan panggilan terhadap Orang Keling (pendatang India, Arab, dsb) bagi masyarakat Daik.

Letnan Keling, yang bernama asli Tambi Abdurrahman, dahulunya mendiami rumah ini. Tambi Abdurrahman (Apak) berasal dari negeri Sailon (Sri Langka). Pada mulanya ia singgah ke daerah Lingga untuk berdagang kain dan permata yang dibawa dari negeri asalnya.Hingga akhirnya Tambi Abdurrahman menjadi pimpinan dari sejumlah Orang Keling yang berada di Lingga. Atas kepercayaan dari pihak Kerajaan dan Belanda ia diganjar dengan jabatan “Letnan” dan ia merangkap sebagai anggota ahli Al Mahkamah kerajaan di Lingga. Rumah tempat tinggalnya jika dilihat dengan saksama mempunyai keunikan tersendiri. Salah satunya pada ukiran flora (atau kaligrafi?) yang terpajang di atas jendela dan pintu. Konon, pengrajinnya adalah orang Bugis yang di datangkan dari Singapura bernama Djumahat.

1

Sebagaimana sifat tinggalan Cagar Budaya yang khas dan tidak dapat diperbarui, maka kegiatan penggambaran menjadi salah satu upaya pendokumetasian terhadap tinggalan masa lalu tesebut. Kegiatan penggambaran dilakukan dengan mengumpulkan informasi kondisi eksisting Bangunan Cagar Budaya dan menuangkannya ke dalam rupa gambar teknis/detail (dua dimensi), gambar arsitektur (tiga dimensi), gambar piktorial (foto) maupun gambar hidup (video). Nantinya, data yang dihasilkan akan menjadi basis dokumen/arsip keaslian dari suatu Bangunan Cagar Budaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis, arkeologis, maupun historis.

3

2

5

Bentuk bangunan yang berupa rumah panggung dengan dinding dan lantai bangunan masih asli, jendela dan pintu yang besar dan tinggi, selintas mengesankan citra jiwa bangunan yang betapa memafhumi keindahan rupa (dalam hal seni bangunan), kedekatan akan alam (konstruksi panggung dalam mengantisipasi banjir), kemampuan pengadaptasian budaya (bangunan bernuansa Melayu namun tak serta-merta menghilangkan kesan Timur tengah; lewat ukiran, dsb) serta keeleganan bangunan pada masanya. Hingga kini, rumah yang berada dalam selingkung Pasar Daik tersebut masih difungsikan sebagai tempat tinggal keturunan Tambi Abdurrahman.