Merlina Agustina Orllanda

 

  • Latar Belakang Masalah

Hindia  Belanda merupakan julukan terhadap Indonesia. Sebutan itu baru terdengar setelah Portugis beranjak dari bumi khatulistiwa yang kaya perairan.Hindia Belanda mengantarkan memori kita pada negara kincir angin yang berhasil mencapai pelabuhan Banten pada tanggal 23 Juni 1596 (Kedutaan Besar Republik Indonesia Den Haag, 2002:3). Dari situ orang-orang Belanda yang menetap (Blijver) di tanah air kemudianmenanamkan pengaruhnya di bumi pertiwi. Berdasarkan keadaan itu, lambat laun lahirlah julukanNederlandsch-Indie (Hindia Belanda) yang berarti “Hindia Milik Belanda”(Saringendyanti, 2009:2).

Sejak dikuasai Belanda, maka Indonesia mulai memasuki zona penderitaan yangberkepanjangan. Fakta sejarah mengungkapkan eksistensi Belanda dalam melakukan eksploitasi di Indonesia dengan menerapkan praktek kolonial Belanda yangberisi aturan menguntungkan Belanda secara sepihak sehingga melahirkan ketimpangan (inequality). Dari situlah kolonialisme Belandayang menuai derita menimbulkanberbagai perlawanan pribumi.

Tidak hanya bangsa Indonesia yang menerapkan sikap anti barat, tapi juga dari bangsa Asia lain yang merasa terjajah. Tanpa disadari fenomena ini telah memberikan peluang terhadap negeri sakura (Jepang) untuk mengambil kesempatan dalam memanfaatkan situasi. Di waktu itu Jepang mengusung propaganda yang menjanjikan kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Strategi tersebut berhasil mempengaruhi bangsa-bangsa Asia lainnya (Nasution, 1977:71). Hal itu kemudian dibuktikan dalam“Perang Pasifik” (Dai Toa no Senso) yang mengiringi penyerangan pasukan Jepang terhadap Pearl Harbour. Terjadinya serangan ini merupakan  pukulan bagi pasukan Amerika(Sagimun, 1989:206).

Ketika Jepang mengalami masa kebangkitan sebagai cahaya Asia, Belanda sebaliknya hampir tenggelam. Hal itu didukung pula oleh situasi perang yang terjadi di Eropa. Kemudian front ABDA mengalami kelumpuhan danmenyingkirkan diri ke Australia. Fenomena tersebut telah menunjukkan peran Jepang sebagai pahlawan Asia (Nasution, 1977:72-73). Kemenangan yang berpihak pada Jepang juga diwujudkan oleh kehebatan pasukan “Blitzkrieg” (pasukan perang  kilat)dalam menenggelamkan kapal perang pasukan Inggris yaitu “Prince of Wales” dan “Repulse”(Sagimun, 1989:206).

Berbagai eksistensi Jepang pada masa kepemimpinan Kaisar Mutshuhito ini semakin agresif dengan perluasan kekuasaannya di seluruh Asia Tenggara dan Asia Timur saat itu(Yulianti, 2007:179). Adanya semangat Restoirasi Meiji dalam mengembangkan kekuatan Jepang mendorong bangsa matahari terbit ini  untuk melirik kepulauanSelatan yang kaya hasil alam. Strategi ini dilakukan Jepang untuk menyediakan bahan makanan bagi pasukan tentaranya. Selain Malaya, maka Indonesia adalah daerah yang dituju (Nasution, 1977:72-73).

Potensi alam yang melimpah dengan kekayaan minyak bumi dan bahan mentah membuat Indonesia akhirnya dikuasai oleh pasukan Jepang. Awal perjumpaan Jepang dan Indonesia dimulai dengan kedatangan Jepang ke Tarakan (Kalimantan) sejak tanggal 12 Januari 1942(Sagimun, 1989:207). Realita itu merupakan kisah lanjutan yang akan menggores tinta derita terhadap pribumi dibawah pendudukan pemimpin Asia tersebut.

Ketertarikan Jepang terhadap Indonesia membuat Jepang melakukan penyerangan terhadap Belanda yang saat itu menguasai ”negara laut utama’yang ditaburi dengan pulau-pulau’ ini(Lapian, 2009:2). Keadaan Belanda yang tidak mungkin untuk melawan kekuatanJepang yang mengamuk di Asia ini membuat Belanda akhirnya menyerahkan Indonesia kepada negara fasis tersebut(Ambarman, 1980:59).  Adapun hal ini didukung pula oleh gencarnya pendaratan pasukan Jepang di Rembang, Indramayudan Banten pada 1 Maret 1942 (Nasution, 1977:84). Dengan demikian sejak Jakarta resmi menyerah maka Gubernur Hindia Belanda Tjarda vanSterkenborgh Stachouwer dan Legercommandantter Poorten akhirnya menandatangani kapitulasi di Kalijati(Nasution, 1977:87). Perjanjian 8 Maret 1942 ini memuat tentang penyerahan Indonesia dari tangan Belanda kepada pihak Jepang (Belanda yang menyerah tanpa syarat terhadap Jepang).

Dari kisah sejarah itu, maka dimulailah Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. Umumnya sifat penjajahan adalah sama. Jepang yang dianggap sebagai pelindung sekaligus pemimpin Asia pada kenyataannya mampu untuk bertindak lebih kejam dari imperialisme yang dilakukan oleh bangsa Eropa (Belanda). Pada periode Pendudukan Jepang, Indonesia menjadi bagian dari peraturan pemerintahan Jepang yang sifatnya merugikan. Wujud kesadisan Jepang tergamnbar melalui fenomena perampasan kekayaan, perampasan hak milik, harta benda, perampasan wanita serta tindakan lain-lainyang mengekang dan merajalela di Bumi Pertiwi (Ambarman, 1980:59).

Uraian yang disebutkan tadi sekilas memberi penjelasan mengenai asal usul kedatangan Bangsa Jepang hingga melakukan pendudukan di Indonesia. Dalam periode Jepang di tanah air, maka terdapat beberapa kebijakan yang memberi dampak baik yang bersifat positif maupun negatif yang berimbas pada pribumi dan pihak Jepang sebagai penjajah. Dari setiap ketetapan yang dikeluarkan Jepang tentunya memuat tujuan  dan  kemudian akan menghasilkan respons pribumi.

Sesuai data sejarah yang ada, maka suatu kelayakan untuk membahas “Respons Pribumi Terhadap Kebijakan Pendudukan Jepang Dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pengantar”.Hal itu karenadiantara beberapa kebijakan Jepang di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dianggap sebagai suatu kajian yang menarik. Pada umumnya setiap orang hanya tahu kebijakan pemerintah Jepang secara garis besartanpa memperhatikan hal mikro yang vital dalam kehidupan sehari-hari. Dari bahasan materi ini penulis ingin menghasilkansimpulan dengan sudut pandang yang berbeda karena penulis akan membalikkan keadaan dan tentunya sebagai seorang Sejarawan penulis tidak akan terlepas dari fakta sebagai pedoman. Penulis ingin menegaskan bahwa dalam penelitian ilmu sejarah memiliki proses dan tantangan yang membutuhkan kesabaran dalam memperoleh fakta sehingga memperoleh hasil interpretasi yang objektif.  Untuk memahami narasi sejarah terkait Respon Pribumi dari kebijakan Jepang terkait bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar perlu ditelusuri uraian berikut.

  • “Respons Pribumi Terhadap Kebijakan Pendudukan Jepang Dalam Penggunaan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pengantar”

 Jepang yang resmi menguasai Indonesia pasca kepemimpinan pemerintah Hindia Belanda memiliki sistem penjajahan yang tidak kalah gesit dibanding dengan imperialisme barat. Dalam pendudukannya Jepang menarik simpati pribumi denganstrategipolitik persaudaraan(Nasution, 1977:99). Hal itu didasari oleh keinginan Jepang yang tidak ingin mendapat kebencian dari pribumi. Adanya sikap perlawanan terhadap pemerintah kolonial dimasa lalu dijadikan Jepang sebagai suatu pelajaran berharga untuk menyiasati Indonesia.

Pada sisi lain Jepang menyadari bahwa keberhasilan yang diperolehnya tidak terlepas dari peranan rakyat Indonesia yang dalam situasi perang telah menyediakan kebutuhan makanan bagi bala tentaranya (Sagimun, 1989:212). Dari pada itu, untuk menerapkan kebijakannya Jepang telah menetapkan beberapa peraturan yang sifatnya pro terhadap rakyat Indonesia.

Periode Pendudukan Jepang diIndonesia memuat berbagai kebijakan yang banyak menguntungkan pihak Jepang. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama Jepang untuk menjadi kekuatan Asia dan dunia. Dari beberapa kebijakan, peraturan mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar merupakan salah satu kebijakan yang menguntungkan pihak pribumi.

Di tengah Pendudukan Jepang kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar akhirnya lahir ditengah kehidupan bermasyarakat saat itu. Hal tersebutdidukung pula oleh adanya kebijakan Jepang mengenai pendidikan sekolah selama 12 tahun. Dalam sistem itu, pelajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar mulai diterapkan disekolah-sekolah. Penggunaan Bahasa Indonesia ini akhirnya ditetapkan sebagai mata pelajaran utama yang mulai dipergunakan pada sekolah tingkat kelas 3 (Yulianti, 2007:185).

Bersumber dari riwayat itu, maka lahirnya kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Aturan itu berhasil menggusur penggunaan Bahasa Belanda (Sagimun, 1989:213). Hal ini ditujukan untuk menghilangkan pengaruh Belanda di tanah air. Dari  peraturan mengenai penggunaan Bahasa Indonesia dijadikan Jepang sebagai batu loncatan untuk melarang keras penggunaan Bahasa Belanda. Adapun penggunaan Bahasa Belanda yang tidak diperkenankan sejak adanya Bahasa Indonesia mencakup aspek : di dalam  koran berita dibuat dalam Bahasa Jepang atau Bahasa Indonesia, Film dengan penggunaan Bahasa Belanda dilarang untuk dipertontonkan, papan nama toko,perusahaan, rumah makan  dan sebagainya harus diganti dengan Bahasa Indonesia(Yulianti, 2007:185).

Semua yang berkaitan dengan Belanda segera ditiadakan pemerintah Jepang saat itu. Keberadaan Bahasa Indonesia membuat pemerintah Jepang mengeluarkan aturan untuk memberi hukuman bagi rakyat pribumi yang menggunakan Bahasa Belanda. Selain itu orang Belanda maupun Indo-Belanda juga diwajibkan menggunakan Bahasa Indonesia. Bagi penduduk yang ketahuan menggunakan Bahasa Belanda  akan diberi hukuman karena dianggap sebagai mata-mata Belanda. Dengan demikian penerapan Bahasa Indonesia yang disisipi dalam kebijakan Jepang dianggap sebagai salah satu solusi untuk mempertahankan penetrasinya di Indonesia.

Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan sehari-hari di kalangan pribumi kala itu justru menjadi sarana  persatuan yang tidak disadari pemerintah Jepang. Awalnya pemerintah Jepang tidak bermaksud sedikitpun untuk bersikap pro apalagi memajukan pribumi(Sagimun, 1989:213). Hal itu karena penetapan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai “bahasa negara” merupakan suatu bentuk kebijakan yang  tidak sengaja(Sagimun, 1989:213).

Sebenarnya tujuan Jepang dalam mengeluarkan kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar hanya untuk memikat hati pribumi agar lebih tunduk terhadap pemerintahannya (Sagimun, 1989:212). Upaya ini dilakukan Jepang karena tidak ingin mendapatkan perlawanan yang frontal dari pribumi. Apalagi banyak untaian kisah sejarah perlawanan pribumi terhadap pemerintah kolonial di masa lalu.

Pada masa pendudukannya, Jepang memuat janji-janji untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan kebangsaan Indonesia (Nasution, 1977:99). Adanya penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pengantar merupakan satu dari tiga kebijakan Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Tujuan lain yang dimuat dalam kebijakan ini bermaksud untuk memenangkan hati para pemimpin dan cendekiawan  yang menjadi motor pergerakan bangsa Indonesia. Strategi penjajahan Jepang ini guna memperkuat kedudukannya di Indonesia.

Selain itu, beberapa kebijakan Jepang memuat misi untuk menghilangkan pengaruh Belanda yang dianggap Jepang sebagai suatu ancaman. Hal ini karena Belanda merupakan bangsa yang paling lama menjajah dan menanamkan pengaruhnya di tanah air sehingga Jepang was was jika kelak  Belanda tiba-tiba muncul dan merebut kembali Indonesia dari kekuasaannya. Berdasarkan alasan itu, maka lahirlah kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia ini sebagai bahasa pengantar yang dipergunakan didalam kehidupan sehari-hari, pada lembaga pendidikan maupun pergaulan masyarakat. Keadaan ini dipertegas pula oleh adanya hukuman yang diperuntukkan bagi pengguna Bahasa Belanda.

Sesuai itu, maka penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar akhirnyadilegalkan pemerintah Jepang dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara rakyat Indonesia(Nasution, 1977:100). Praktik tersebut memuat sejuta harapan Jepang untuk menjadikan Indonesia sebagai daerah pendudukan yang senantiasa dieksploitasi kekayaan alamnya.

Akibat dinilai pro bangsa Indonesia, maka kebijakan pemerintah Jepang mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sangat disambut baik oleh pribumi. Selain itu, Jepang menyenangkan hati rakyat dengan kebijakan pengibaran bendera Merah Putih dan penggunaan lagu ”Indonesia Raya”. Oleh sebab itu, penggunaan Bahasa Indonesia yang diperkenankan pemerintah Jepang berhasil memikat hati rakyat Indonesia.

Dari aturan yang diberlakukan, maka bentuk penjajahan yang dilakukan Jepang tentunya menunjukkan variasi penjajahan dengan Belanda. Dari sistem yang diterapkan oleh Jepang terdapat aturan-aturan yang dianggap pribumi ingin mengantarkan Indonesia pada pintu gerbang kemerdekaan. Seiring berjalannya Pendudukan Jepang, maka mendapat umpan balik yang amat positif dari rakyat. Pribumi merasa telah diberi ruang untuk berdiri diatas tanah airnya melalui aturan  penggunaan Bahasa Indonesia. Hal tersebut dianggap sebagai suatu kehormatan yang membanggakan pribumi.

Taktik Jepang telah berhasil menyita perhatian seluruh rakyat Indonesia. Rakyat yang terlena tiada menyadari bahwa Jepang menetapkan kebijakan-kebijakan yang hanya memuat kepentingan untuk mempertahankan kedudukannya yang kala itu sedang mengalami situasi perang internasional.Faktanya terlihat dari keberadaan beberapa pemimpin Indonesia yang akhirnya bersifat pro terhadap pemerintahan Jepang seperti : Ir. Soekarno, Drs, Mohammad Hatta, K.H Mas Mansur dan Ki Hajar Dewantara yang pernah terlibat di dalam Putera (Pusat Tenaga Rakyat)(Yulianti, 2007:180).

Berdasarkan perjalanan sejarah bangsa, maka seluruh rakyat Indonesia akhirnya menyadari sedang beradadalam genggaman negara fasisme yang kejam. Kedatangan Jepang bukan untuk memajukan atau mengarahkan Indonesia pada kemerdekaan, melainkan untuk menggantikan posisi Belanda sebagai penjajah atas Tanah Air Indonesia. Melalui aturan  penggunaan Bahasa Indonesia yang direalisasikannya, maka ketetapan itu hanya sekedar sarana untuk menutupi niat penjajahannya di mata pribumi. Adapun respons positif pribumi yang telah terlanjur karena didasari oleh perasaan senang dengan menggunakan bahasa ibu. Dari situlah rakyat merasa Jepang sangat bersahabat dalam pendudukannya.

Akhirnya fakta yang mengungkap kekejaman dan penjajahan Jepang di Indonesia tidak bisa menghilangkan perannya sebagai penjajah yang memperkenalkan Indonesia pada bahasanya. Dengan demikian tujuan negatif Jepang yang bersifat merugikan pribumi dalam aksi penjajahannya dapat ditutupi dengan kebijakannya yang tanpa sengaja telah menguntungkan Indonesia.

SIMPULAN

Kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar berhasil menarik nurani pribumi untuk membuka diri terhadap Jepang. Sangkala itu,rakyat Indonesia antusiasmenyambut kebijakan Jepang sebagai suatu hal yang positif.  Jepang yang ingin menghilangkan bayang-bayang penjajahan Belanda di tanah air justru memberi peluang pribumi untuk meraih titik awal yang menunjang perkembangan nasionalisme melalui penggunaan  Bahasa ndonesia sebagai ”bahasa negara”.

 DAFTAR PUSTAKA

Ambarman. 1978. Politik Dunia Dan Perang Kemerdekaan. Bandung : Alumni.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag. 2000. VOC di Kepulauan Indonesia (berdagang dan menjajah). Jakarta : Balai Pustaka.

Lapian, Andrian B. 2009. Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut : Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Jakarta : Komunitas Bambu

Nasution. 1977. Perang Kemerdekaan Indonesia.(Jilid 1, Proklamasi). Bandung : Angkasa

Sagimun.1989, Peranan Pemuda Dari Sumpah Pemuda Sampai Proklamasi. Bina Aksara : Jakarta

Saringendyanti, Etty  dan Wan Irama Puar. 2009.  Sejarah   Kebudayaan  Indonesia.

Jakarta : Visi Media

Yulianti. 2007. Sejarah Indonesia dan Dunia (cetakan 1).Bandung: Yrama Widya