Derit pintu berukuran besar yang kami masuki membawa ke suasana akhir abad 19. Cahaya yang tidak sabar, seperti tidak mempedulikan bahwa rumah ini telah lama sekali tertutup. Sama seperti berpuluh tahun misteri menutup rumah tersebut. Di sisi kanan pintu masuk, terdapat sebuah piano antik berwarna coklat tua. Warna itu semakin indah ketika piano terpajang dalam ruang bangunan yang tidak memiliki cat sejak pertama kali dibangun, piano itu menyimpan kemewahan dan kemegahan yang tersuruk jauh terlindas zaman.

Rumah Kapitan, begitu bangunan itu sering disebut. Dibangun oleh Kapitan Cina pertama di Bagan Siapiapi sekitar akhir abad ke-19. Kapitan merupakan sebuah jabatan yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial untuk menjadi semacam kepala suku bagi orang-orang Cina. Numenklatur jabatan ini umum ditemukan di berbagai kota yang dihuni oleh banyak warga Cina. Hal itu memberi petunjuk bahwa Pemerintah Kolonial membuat pengecualian untuk tata kelola kependudukan pada wilayah-wilayah administratif yang telah mereka bentuk.

Kapitan Cina pertama di Bagan Siapiapi bernama Ng (Oey) I Tam. Menurut salah seorang cicitnya yang tidak ingin namanya ditulis, Ng Itam berasal dari Bukit Batu, sebuah daerah kecil di Bengkalis. Ng I Tam tidak bermigrasi langsung ke Bagansiapiapi. Sementara itu, dalam jumlah yang tidak dapat dipastikan, ada pula warga Cina yang langsung datang menuju Bagan Siapi-api sekarang.

Menurut folklornya orang-orang cina datang ke bagan siapai-siapi dengan tiga kapal tongkang, mereka bukanlah orang-orang yang datang dari tiongkok namun mereka adalah orang-orang cina yang bersal dari tiongkok selatan yang telah lama menetap di thailand, jadi bagan siapi api bukanlah migrasi pertama mereka. Kekuasaan, perbedaan seringkali memecah konflik, konfliklah yang membuat mereka berlayar jauh menuju negeri baru menyelamatakan diri dari penduduk songhkla. bermalam malam dihempas gelombang, mencium asinnya laut akhirnya dewa membawa mereka pada tanah pengharapan ini, dewa menyertai  dan menjadi mata angin perjalanan mereka hingga akhirnya mereka melihat api berterbangan di sebuah pulau dan merapatlah mereka, kemudian memulai hidup baru di tanah yang kaya ikan ini. ( Lucas Partanda Koestoro dkk)

Samudera Indonesia merupakan wilayah perairan dengan sumber ikan melimpah. Akan tetapi luasnya Samudera Indonesia mengkibatkan gelombang di wilayah tersebut menjadi ganas dan relatif berbahaya untuk aktifitas pencarian ikan, bahkan untuk jalur pelayaran komersil sekalipun. Barangkali karena alasan inilah, terutama di Pantai Barat Sumatra, sangat sedikit ditemukan peninggalan arkeologis yang menjadi jejak aktifitas pelayaran di masa lalu.

Keadaan demikian tentu tidak menguntungkan. Wilayah-wilayah yang aman sebagai tempat sandar kapal adalah wilayah perairan yang memiliki lautan dalam dan dilindungi oleh daratan sebagaimana lazim disebut sebagai teluk. Keduanya memiliki keterkaitan. Kedalaman laut menjadi faktor terbentuknya gelombang laut yang tenang. Sebuah pepatah “air beriak tanda tak dalam” cukup dapat dijadikan sebagai bahan untuk memahami bagaimana hubungan antara kedalaman laut dengan ketenangannya di permukaan. Sementara itu, daratan yang mengapit sebuah wilayah perairan akan meredam hempasan gelombang sehingga arus air laut yang dihempas angin tidak mengalun membentuk gelombang yang lebih besar.

Faktor geografis inilah yang menguntungkan Bagan Siapi-api. Bagan Siapi-api merupakan kawasan tempat bermuaranya Sungai Rokan dan menjadi kota penting pada masanya, jejak-jejak kisah kebesarannya mencatatkan kota ini sebagai kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia. Bukan hanya itu kota ini benar-benar purna dengan letaknya yang sangat startegis, berada di muara Sungai rokan dan  berdekatan dengan Selat Malaka yang merupakan jalur international laut. Berada dekat dengan jalur international yang menjadi salah satu benang penghubung kota kota besar didunia menjadikan kota ini cepat berkembang.

Bicara mengenai sejarah bagan siapi-api sangat komplek,  kota ini sangat plural sehingga bisa mewakili bhineka tunggal ika yang selalu digaungkan. Penamaan kota ini menjadi bagan siapai-api berpilin kuat dengan sejarah kedatangan orang tionghoa ke kota ini, kehebatan bangsa china dalam berlayar telah diukir dalam sejarah pelayaran laksamana ceng ho (zeng he) yang telah berlayar ke asia tengggara, membelah samudra hindia hingga ke afrika. Dia mampu menjinakkan lautan, bergumul dengan angin,  berlayar melintasi benua tentunya dengan pengetahuan yang purna mengenai ombak, bintang hingga perkapalan. Mungkin kehebatan itulah yang diwariskan ke anak cucunya hingga bangsa cina tak gentar meyeberangi lautan, dilihat dari pola dunia mereka tersebar hampir di seluruh benua salah satunya Indonesia.

Sejarah bagan siapi api yang kait mengait dengan bangsa cina, dapat dilihat dari jejak-jeka sejarah yang ditinggalkannya. Eksistentsinya masih dilihat sampai saat ini dengan banyaknya berdiri klenteng hingga orang-orang tionghoa dengan berbagai marga. Salah satu yang paling penting, menandakan sebuah kekuasaan, kebesaran dan masih berdiri tegak menyimpan puzle puzle sejarah  mengenai etnis cina di bagan siapi-api adalah rumah Kapiten Cina. Budaya tionghoua begitu kental. Dan rumah ini sengaja dilestarikan untuk menghadang gerusan budaya yang menghomogenkan bentuk rumah menjadi modern, hingga menyamarkan jejak-jejak sejarah.

Lucas Partanda Koestor (dkk), (2011), Penelusuran Arkeologi Dan Sejarah Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Balai Arkeologi Medan