Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Provinsi Sumatera Barat telah terbentuk. Organisasi baru di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini dipimpin oleh Undri, S.S., M.Si selaku kepala dan Fauzan Amril, S.Hum., M.Hum sebagai kepala subbagian umum. Usai dilantik pada 2 Desember 2022 lalu, pimpinan BPK Wilayah III segera menyusun konsep rancangan pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat. Ke mana arah kebijakan pelestarian kebudayaan Sumatera Barat dalam bingkai program BPK Wilayah III?

            Pertanyaan ini kian menarik untuk dikaji mengingat secara organisasi tidak lagi ada Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) di Sumatera Barat. Sebagian tugas dan fungsi dari kedua organisasi ini telah dilimpahkan pada Balai Pelestarian Kebudayaan. Kini, BPK Wilayah III mengemban tugas yang lebih besar, yakni melakukan upaya pelestarian kebudayaan pada bidang cagar budaya dan nilai budaya.

            Guna menggali arah kebijakan pemajuan kebudayaan Sumatera Barat, BPK Wilayah III pada Minggu (18/12/2022) menggelar kegiatan sosialisasi organisasi dan tata kerja serta arah kebijakan BPK Wilayah III Provinsi Sumatera Barat di Hotel Emersia, Batusangkar, Sumatera Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh para pegawai di lingkungan BPK Wilayah III, perwakilan pemerintah daerah di bidang kebudayaan, pegiat budaya, hingga pensiunan.

            Menurut Kepala BPK Wilayah III Provinsi Sumatera Barat Undri, S.S., M.Si Balai Pelestarian Kebudayaan adalah organisasi yang memiliki fokus pada upaya pelindungan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 33 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Kebudayaan. Dalam beleid ini disebutkan bahwa Balai Pelestarian Kebudayaan memiliki tugas utama melaksanakan pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan.

            Secara lebih rinci, terdapat enam fungsi yang akan dijalankan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan. Fungsi pertama adalah melaksanakan pelindungan cagar budaya, objek yang diduga cagar budaya, dan objek pemajuan kebudayaan. Khususnya pada bidang pemajuan kebudayaan, terdapat 10 objek yang harus dilindungi. Kesepuluh objek tersebut adalah tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus.

            Fungsi kedua adalah memfasilitasi pemanfaatan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Menurut Kepala BPK Wilayah III Undri, S.S., M.Si terdapat perubahan paradigma yang dibawa dalam menjalankan organisasi ke depannya. Jika sebelumnya BPCB dan BPNB melakukan giat budaya dari tahap perencanaan hingga evaluasi, maka kini BPK akan memosisikan diri sebagai fasilitator. Hal ini dilakukan untuk memberikan lebih banyak ruang bagi pemerintah daerah dan pegiat budaya untuk tumbuh melalui ragam kegiatan yang dilakukan.

            “Posisi kita sebagai fasilitator. Sebelumnya, kita yang merencanakan, melaksanakan, dan evaluasi kegiatan. Tapi sekarang paradigmanya diubah, tidak lagi seperti itu. Kita lakukan rencana ini bertahap, suatu saat kegiatan itu diserahkan kepada komunitas,” kata Kepala BPK Wilayah III Undri, S.S., M.Si saat memberikan pengarahan.

            Ketiga, Balai Pelestarian Wilayah memiliki fungsi untuk melaksanakan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya, objek yang diduga cagar budaya, dan objek pemajuan kebudayaan. Kemitraan ini mencakup komunikasi dan koordinasi untuk melindungi kebudayaan di Sumatera Barat. Melalui fungsi kemitraan, diharapkan Balai Pelestarian Kebudayaan dapat menjadi jembatan yang menghubungkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pegiat budaya dalam upaya melindungi kebudayaan di Sumatera Barat.

            Keempat, Balai Pelestarian Kebudayaan juga berfungsi melakukan pendataan dan pendokumentasian cagar budaya, objek yang diduga cagar budaya, dan objek pemajuan kebudayaan. Pembuatan pangkalan data sesuai kebutuhan kebutuhan masyarakat akan dilakukan pada bidang kebudayaan. Artinya, ditargetkan Sumatera Barat akan memiliki pangkalan data terkait bidang cagar budaya dan nilai budaya yang bermanfaat bagi masyarakat.

            Selain itu, BPK Wilayah III juga akan memperkuat aspek publikasi dan informasi terkait kegiatan kebudayaan di Sumatera Barat. Melalui perantara media sosial seperti Instagram, Youtube, dan kanal lainnya, masyarakat diharapkan dapat mengetahui dan mengakses informasi tentang kegiatan yang akan dan telah dilakukan oleh BPK Wilayah III.

            “Kegiatan besar kalau tidak diiringi oleh publikasi dan dokumentasi maka tidak akan diketahui banyak orang. Tapi kegiatan kecil jika dikemas dengan konsep publikasi dan dokumentasi, itu akan menjadi bagian penting bagi pemajuan kebudayaan. Jadi kita berkomitmen publikasi dan dokumentasi di kantor itu akan kita kembangkan dengan baik,” kata Kepala BPK Wilayah III Undri, S.S., M.Si.

            Pemantauan dan evaluasi menjadi fungsi kelima yang diemban oleh Balai Pelestarian Kebudayaan. Kegiatan pelindungan dan aktivitas kebudayaan yang dilakukan turut dipantau dan dievaluasi sebagai ruang perbaikan kegiatan di masa yang akan datang.

            Terakhir, sama seperti BPCB dan BPNB sebelumnya, Balai Pelestarian Kebudayaan berfungsi melaksanakan urusan ketatausahaan. Hal ini penting untuk dilakukan guna menunjang jalannya roda organisasi. Urusan ketatausahaan yang mumpuni akan bermuara pada pelaksanaan tata organisasi yang optimal.

Potensi Sumatera Barat

            Keenam fungsi ini akan dilaksanakan oleh BPK Wilayah III untuk lokus Provinsi Sumatera Barat. Perubahan organisasi memang memberikan implikasi pada terbukanyaruang yang lebih besar bagi tanggung jawab BPK untuk melakukan pelindungan pada objek kebudayaan di Sumatera Barat. Jika sebelumnya BPCB dan BPNB bertanggung jawab pada tiga provinsi sebagai wilayah kerja, maka kini BPK Wilayah III telah difokuskan pada pelindungan dan pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat.

            Kehadiran Balai Pelestarian Kebudayaan di Sumatera Barat menjadi pelecut bagi upaya pelestarian kebudayaan. Apalagi, Sumatera Barat memiliki begitu banyak modal dan potensi yang dapat dikembangkan dalam melakukan pemajuan kebudayaan.

Modal pertama yang dimiliki oleh Sumatera Barat adalah banyaknya peninggalan warisan budaya tak benda maupun benda. Warisan ini perlu dilindungi dan dikembangkan sebagai pembentuk karakter dan jati diri bangsa.

            Pada warisan budaya tak benda, Sumatera Barat memiliki lebih dari 700 objek cagar budaya yang telah ditetapkan. Sebanyak 21 di antaranya telah ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional. Hingga saat ini, Sumatera Barat adalah provinsi pemegang rekor dengan jumlah prasasti cagar budaya peringkat nasional terbanyak di Indonesia, yakni sebanyak 16 objek.

Sumatera Barat bahkan memiliki warisan kawasan tambang batu bara Ombilin yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia sejak 2019 lalu. Kondisi ini tentu menjadi modal dan peluang tersendiri yang dimiliki oleh Sumatera Barat dalam upaya pemajuan kebudayaan.

            Sementara pada warisan budaya tak benda, Sumatera Barat memiliki lebih dari 70 warisan yang telah ditetapkan dan diakui secara nasional. Songket Pandai Sikek, misalnya, kemahiran dan kerajinan tradisional ini telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada 2014 silam. Ada pula talempong pacik dan bansi sebagai seni pertunjukan yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada 2021.

            Pada skala internasional, Sumatera Barat juga memiliki tradisi silek atau silat. Tradisi ini adalah bagian dari tradisi Pencak Silat yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2019 lalu.

            Tinggalan warisan budaya yang telah ditetapkan secara nasional maupun internasional menyiratkan kekayaan warisan leluhur yang dimiliki oleh Sumatera Barat. Bermodalkan kekayaan ini, Kepala BPK Wilayah III Undri, S.S., M.Si mengingatkan kepada pemerintah daerah di Sumatera Barat agar menaruh perhatian khusus pada bidang kebudayaan. Peran serta pemerintah daerah sangat dibutuhkan sebagai langkah terintegrasi dalam melakukan pelestarian kebudayaan di Sumatera Barat.

            Selain objek kebudayaan, modal kedua yang dimiliki oleh Sumatera Barat adalah sumber daya manusia berkualitas. Sumatera Barat memiliki pegiat budaya dan para tetua adat yang fasih memahami akar kebudayaan. Hal ini tentu menjadi modal berharga dalam upaya pelindungan dan pengembangan kebudayaan di Sumatera Barat.  

Dari sisi tata kelola organisasi, Balai Pelestarian Kebudayaan juga memiliki rancangan organisasi yang akan memperkuat upaya pelindungan kebudayaan di Sumatera Barat. Berbekal kekuatan sumber daya manusia yang berkualitas, diharapkan para pegawai dapat bahu-membahu dalam menjalankan roda organisasi BPK Wilayah III. Sumber daya manusia ini menjadi modal yang amat penting di balik banyaknya warisan budaya yang harus dilindungi oleh Sumatera Barat.

            Berikutnya, Sumatera Barat juga telah memiliki Pusat Informasi Cagar Budaya di Batusangkar dan Pusat Data Matrilineal di Kota Padang. Kedua pusat data ini merupakan wujud kekayaan warisan alam pikir dan alam rasa yang dimiliki oleh Sumatera Barat. Melalui layanan pusat data dan informasi ini, masyarakat dapat lebih mudah mengakses sumber pengetahuan tentang kebudayaan benda dan tak benda di Sumatera Barat.

Perkuat internal

            Sebagai organisasi yang baru terbentuk, BPK Wilayah III juga akan memperkuat sisi internal untuk menunjang ragam aktivitas pelindungan kebudayaan di Sumatera Barat. Kepala BPK Wilayah III Undri, S.S., M.Si mengingatkan kepada seluruh pegawai BPK Wilayah III untuk tetap profesional dan berpegang teguh pada prinsip kerja. Ibarat tuntunan, prinsip kerja ini sangat dibutuhkan mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban di balik banyaknya jumlah warisan budaya yang perlu dilindungi di Sumatera Barat.

            Disiplin menjadi kunci utama dalam prinsip kerja yang harus dipegang teguh oleh para pegawai. Pembentukan karakter, kualitas diri, dan kualitas pekerjaan dalam bingkai disiplin menjadi hal yang begitu penting untuk diperhatikan dalam kerja-kerja kebudayaan.

            Selain itu, bersikap profesional, kreatif, dan inovatif juga menjadi tuntutan yang tidak boleh alpa dalam tindakan. Banyaknya warisan budaya yang harus dilindungi membutuhkan daya dan upaya dalam kerangka kreativitas pada berbagai bidang.

              Terakhir, para pegawai BPK Wilayah III diingatkan untuk tetap bekerja dengan hati. Dalam bidang kebudayaan, setiap pekerjaan perlu memiliki ruh yang menghidupi sehingga pelaksanaan setiap kegiatan harus dilakukan dengan sepenuh hati. Bermodalkan hal ini, aktivitas pelestarian kebudayaan diharapkan mampu berjalan optimal pada berbagai daerah di Sumatera Barat.

            Menilik berdasarkan tugas dan fungsi Balai Pelestarian Kebudayaan serta modal kekayaan budaya yang dimiliki Sumatera Barat, maka kian terlihat bahwa kegiatan pemajuan kebudayaan ditargetkan akan kian masif dilakukan. Kegiatan pelindungan yang digawangi oleh Balai Pelestarian Kebudayaan, serta pemanfaatan dan pengembangan yang dimotori oleh pemerintah daerah dan pegiat budaya akan menjadi perpaduan kolaboratif yang dapat berkembang sebagai ruh dan urat nadir geliat kebudayaan Sumatera Barat pada masa yang akan datang.