Potensi Arkelogi untuk Perekonomian Masyarakat

 oleh : Retka Syamyanti

Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat

Sebuah pertanyaan yang mungkin pernah terfikirkan bagi kita ketika membaca, mendengar atau melihat sebuah peninggalan masa lalu. Bagaimana memanfaatkan sekaligus melestarikan peninggalan masa lalu bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan potensi arkelogis yang bersifat seremonial atau pada jangka waktu tertentu hanya bersifat sementara atau musiman. Dalam hal pelestarian yang berwenang yaitu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) sebagai unit pelaksana teknis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di bidang pelestarian cagar budaya yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Kebudayaan. BPCB bertugas melaksanakan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya dan yang diduga cagar budaya yang berada di wilayah kerjanya. Adapun fungsi dari BPCB adalah melaksanakan penyelamatan dan pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pengembangan, pemanfaatan, dokumentasi dan publikasi, pelaksanaan kemitraan di bidang pelestarian cagar budaya dan yang diduga cagar budaya. Dalam hal Pelestarian BPCB Bekerjasama dengan Balai Arkeologi dalam hal pencarian benda-benda arkeologi, pelaksanaan analisis dan interpretasi benda-benda arkeologi, perawatan dan pengawetan benda arkeologi hasil penelitian dan publikasi dan dokumentasi hasil penelitian benda-benda arkeologi serta bekerjasama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional terutama bidang penelitian dan pengembangan arkeologi dan pendayagunaan dan pelayanan data hasil penelitian arkeologi.

Salah satu dari sekian banyak peninggalan arkeologi yang ada di wilayah kerja Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat yaitu Peninggalan Purbakala di DAS  Batanghari. Penelitian yang  intensif terhadap  kepurbakalaan DAS  Batanghari mulai dilakukan sejak berdirinya kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Batusangkar dengan wilayah  kerja  meliputi  Sumatera  Barat  dan  Riau,  pada  tahun  1990. Diawali  dengan penelitian dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Jakrta bekerja sama dengan  Suaka  PSP  Sumbar Riau,  pada  tahun  1990  dilakukan  penggalian  di  beberapa tempat, khususnya di daerah Sei Langsek. Sesudah penelitian pertama yang mendapatkan data adanya tinggalan bangunan candi di wilayah Sei Langsek, dilanjutkan penelitian terhadap situs-situs lain di sepanjang DAS Batanghari sampai saat sekarang.

Di samping kegiatan penelitian dalam bentuk ekskavasi, beberapa kegiatan pelestarian kawasan dan kepurbakalaan DAS Batanghari yang pernah dilakukan antara lain kegiatan pemetaan, penelitian geomarfologi, penelitian polen, dan survei-survei yang dilakukan oleh Muskala Kanwil Depdikbud Prov. Sumbar (1989), Suaka PSP dan PuslitArkenas (1990, 1991, 1992, 1993, 1994). Kelengkapan potensi arkelogi yang ada di Dharmasraya merupakan potensi besar yang mampu dikembangkan untuk menjadikan hasil-hasil dari penelitian untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarat. Pada Intinya upaya pelestarian peninggalan masa lalu dapat di transfer untuk masa sekarang dan masa depan untuk dikemas menjadi produk unggulan dari masyarakat.

Peninggalan dan potensi arkeologi itu untuk mengejar zaman bukan untuk tetap tinggal di masa lalu. Hal terbaru dalam pengembangan ilmu arkeologi yaitu arkeologi Marketing. Marketing dalam arkeologi memiliki makna yang sangat spesifik. Arkeologi marketing untuk memasarkan produk-produk arkelogi menjadi bagian peningkatan Ekonomi Masyarakat.Saat ini, Dharmasraya yang menajdi lokasi titik fokus dari penelitian dan pelestarian dari Balai Pelestaraian Cagar Budaya Sumatera barat, balai Arkelogi Nasional Medan, Pusat penelitian nasional. Sudah banyak dari hasil-hasil penelitain yang dipublikasikan kepada masyarakat. Setelah itu, dari hasil penelitian ini sudah saatnya untuk melompat pada tingkat selanjutnya. Tingkat selanjutnya yang dimaksud yaitu produk-produk masalalu itu untuk meningkatkan Industri masyarakat.

Nilai Ilmu Pengetahuan dari Benda Cagar budaya merupakan salah satu unsur kebudayaan sebagai mana dikemukan oleh Koentjaraningat. Wujud kebudayaan sebagai sistem ide bersifat sangat abstrak, tidak bisa diraba atau difoto dan terdapat dalam alam pikiran individu penganut kebudayaan tersebut. Namun pada akhirnya wujud kebudayaan akan dituangkan balam bentuk artefak. Wujud kebudayaan ini adalah berupa kebudayaan fisik yang merupakan hasil-hasil kebudayaan manusia berupa tataran sistem ide atau pemikiran ataupun aktivitas manusia yang berpola. Wujud kebudayaan diteliti dengan berbagai kepakaran dan berbagai disiplin ilmu. Sistem pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya.

Peninggalan Purbakala di DAS  Batanghari merupakan produk masa lalu dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu produk kebudayaan tersebut adalah pengetahuan tentang bata candi. Bata candi adalah sebuah proses pengetahuan masa lalu dapat ditarik pada masa sekarang. bata merupakan produk masa lalu yang mengandung nilai-nilai dari pengetahuan masa lalu. Bukankah nilai-nilai ini yang akan dilestarikan sehinggi bentuk pelestarian akan mengarah pada pelestarian berbasis masyarakat.Bata merupakan komponen utama dalam pembangunan rumah. Artinya keperluan masyarakat akan bata begitu tinggi. Selama manusia mengunakan bata untuk membuat rumah selama itu bata akan terus diproduksi. Bertolak dari kebutuhan masyarakat, terciptalah peluang untuk pemanfaatan dan pengembangan peninggalan akeologi untuk kesejahteraan.

Pengembangan dan pemanfaatan ini secara langsung atau tidak akan melibatkan masyarakat. Sampai saat ini, BPCB sumatera barat sudah melakukan konsep-konsep pelestarain berbasis masyarakat dengan melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan. Melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan. Keterlibatan masyarakat ini akan mentransfer ilmu pengetahuan mengenai bentuk-bentuk pelestarian dan pemanfaatannay.

Pengembangan dari proses transfer ilmu pengetahuan ini memberikan peluang bagi masyarakat mengarah pada pemberdayaan masyarakat. Proses ini secara perlahan akan muncul usaha-usaha yang berbasis pelestarian cagar budaya. Gambaran lain dari hal ini yaitu daerah-daerah yang memiliki potensi arkeologi akan menjadi sentral-sentral. Tumbuh berkembangnya usaha kecil masyarakat dari produk-produk masalalu akan menerikan ciri khas atau produk unggulan dari masyarakat sekitar kawasan tinggalan arkelogi.

Beberapa contoh nyata ketika masyakat sudah memanfaatkan penetahuan masa lalu dikembangkan untuk untuk kegiatan peningkatan ekonomi. Masyarakat sawahlunto sudah memanfaatkan batu bara sebagai kerajian atau oleh-oleh khas. Untuk ranah yang lebih besar bisa saja nanti kita akan mengenal Dharmasraya sebagai sentral pembuatan bata dengan standar bata Candi, atau akan ada hutan-hutan penghasil kayu dengan spesifikasi masing-masing nagari. Akan muncul daerah pernhasil kayu tertentu, seperti seperti nagari A penghasil kayu Jua, nagari B Penghasil kayu Andalas dan lain sebagainya. Gagasan ini meuncul dengan sendirinya pada saat masyarakat sudah mulai memanfaatkan potensi arkelogis atau pengetahuan masalalu.

Pada akhinya pelestarian cagar budaya akan terselenggara dengan sendiri ketika masyarakat sudah merasakan manfaat dari peninggalan.

.