Perang Belasting yang dikenal dengan perang pajak. Jalannya perlawanan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai adat dan agama yang berlaku di Minangkabau. Pemberlakuan Pajak sebagai pengganti Tanam Paksa Kopi merupakan sikap Belanda yang untuk kesekian kalinya melanggar perjanjian. Hampir seratus tahun sebelumnya Belanda menandatangani perjanjian dengan rakyat Minangkabau yang dinamai PLAKAT PANJANG dimana pada salah satu pasal dalam perjanjian tersebut Belanda berjanji tidak akan menarik pajak terhadap rakyat Minangkabau.

Mesjid Siti Manggopoh di pergunakan untuk mengatur perlawanan Perang Pajak

Sistem Pajak (belasting) ini memungut pajak tanah yang dimiliki masyarakat Minangkabau, di Minangkabau yang memiliki tanah ulayat adalah perempuan Minangkabau yaitu Bundo Kanduang, Adapun jenis-jenis pajak yang diperkenalkan itu antara lain: hoofd belasting (pajak kepala), inkomsten belasting (pajak pemasukan suatu barang /cukai), herendiesten (pajak rodi), landrente (pajak tanah), wins beasting (pajak kemenangan / keuntungan), meubels belasting (pajak rumah tangga), slach belasting (pajak penyemblihan), honden belasting (pajak anjing), tabak belasting (pajak tembakau), adat huizen belasting (pajak rumah adat) dan berbagai pungutan pajak lainnya.

Pajak yang diterapkan oleh Belanda terhadap rakyat Sumatera Barat membuat rakyat Sumatera Barat melakukan perlawanan. Termasuk Nagari Manggopoh yang ikut melakukan perlawanan terhadap kebijakan Pemerintah Belanda, dipimpin oleh seorang perempuan yang gagah berani bernama Siti Manggopoh bersama 16 temannya melakukan perlawanan dan menewaskan 53 serdadu dari 55 serdadu Belanda. Mereka menggunakan taktik gerilya dan taktik umpan untuk melakukan perlawanan, akibat dari perlawanan yang dilakukan oleh pasukan rakyat 17 tersebut mengakibatkan banyak nya terjadi penangkapan masal yang berimbas kepada masyarakat Manggopoh, sehari setelah perang daerah Manggopoh menjadi daerah yang terasingkan karena semua jalan yang menuju Nagari Manggopoh ditutup.

Siti Manggopoh Tokoh pejuang dalam Perang Manggopoh tahun 1908 berjumlah 17 orang, mereka dikenal dengan nama Pasukan 17, pemimpin Perang Manggopoh tahun 1908 adalah seorang wanita yang bernama Siti. Masyarakat Manggopoh lebih mengenal dengan sebutan Siti Manggopoh itu lah panggilan untuk perempuan yang berani melakukan penyerangan terhadap serdadu Belanda dan menewaskan 53 orang serdadu Belanda, perempuan yang tidak ada rasa takutnya berani mengangkat senjata menumpas kekejaman penjajah yang telah mengambil kebahagian rakyat Indonesia.

Siti meninggal pada 20 Agustus 1965 di Gasan Gadang, Padang Pariaman. Jenazah Siti dimakamkan dengan upacara kenegaraan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Lolong, Padang. Meski belum ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, pemerintah sudah mengakui jasa-jasa Siti Manggopoh dan menetapkannya sebagai Perintis Kemerdekaan sejak 1964. Penetapan ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor Pol: 1379/64/P.K. Lembaran Negara nomor 19/1964, tanggal 17 Januari 1964. Salah satu Peninggalan dan Jejak Perang Manggopoh, Mesjid Siti Manggopoh yang dipergunakan untuk Rapat Perlawanan kepada Belanda.

Menurut informasi dari Bapak Abrur Muthalib (74 th) yang merupakan Takmir Masjid, Masjid Gadang Manggopoh dibangun sekitar tahun 1842, atas Prakarsa Syech Abdul Muthalib yang ikenal dengan sebutan Ungku Batu Bidai. Dahulunya, selain tempat mengaji, shalat dan tempat bermusyawarah bagi niniak mamak 7 suku Manggopoh, masjid ini juga digunakan sebagai tempat latihan bela diri yang dipimpin oleh Asyik Bagindo Magek (Suami Siti Manggopoh). Selain itu juga sebagai tempat penyusunan strategi perang ketika melawan Belanda dibawah pimpinan Pak Cik Angku Padang.

Di depan masjid, terdapat kompleks makam tokoh pejuang yang gugur dalam perang Blasting 1908 yang dikenal dengan perang Manggopoh.  Pada mulanya dinding masjid terbuat dari bambu dan beratap ijuk dan sekarang seluruh komponen yang semula dari bambu dan atap ijuk diganti dengan dinding beton dan atap seng.  Masjid ini beratap tumpang tiga dari seng dan berdenah bujur sangkar. Ruang utama masjid ini ditopang oleh 9 buah tiang dengan tiang utama berdiameter 64 cm, sedangkan tiang lainnya berdiameter 30 cm. Lantai masjid terbuat papan yang sudah diganti dengan bahan baru yaitu semen. Langit-langit terbuat dari bahan triplek sisi dalam dan sisi luar/teras terbuat dari seng. Pintu terletak di sisi timur 1 buah dan sisi utara 1 buah, terbuat dari kayu. Mihrab terbuat dari kayu dan mempunyai ukiran bermotif sulur-suluran terletak  di sisi barat. Di bagian depan/ halaman masjid terdapat kompleks makam Tabuah Sutan Mangkuto atau Siti Manggopoh merupakan yang berada di halaman Masjid Gadang Simpang Manggopoh.