Medan nan Bapaneh oleh: Drs. Nurmatias
Suku bangsa lain melihat dinamika berpikir berdemokrasi masyarakat Minangkabau sangat mengkedepan logika dan dibumbui oleh sistem keterbukaan serta menghargai perbedaan. Kondisi ini tidak tercermin dalam masyarakat saat ini. Zaman prasejarah media berdemokrasi di tataran adat Minangkabau menggunakan medan nan bapaneh sebagai simbol demokrasinya, kemudian zaman berikutnya dikenal dengan Balerong sari atau rumah gadang. Meskipun tempatnya tidak presentatif tetapi keputusan yang diambil tetap mencerminkan kepentingan masyarakat. Bentuk sarana demokrasi yang sangat sederhana tetapi menghasilkan suatu keputusan yang brilian dan elegan. Banyak medan nan bapaneh yang kita temui dan menjadi situs purbakala yang bisa mewakili kerangka berpikir dan bertindak masyarakat zaman dahulu. Seiring perubahan waktu dan perubahan fungsi medan nan bapaneh saat ini hanya tempat seremonial dan tempat berkumpulnya masyarakat tanpa ada wadah berdemokrasi. Medan nan bapaneh saat ini tempat orang memamparkan ide waktu kampanye atau tempat berkumpulnya masyarakat dalam kegiatan tertentu misalnya acara randai atau bentuk kesenian lainnya. Fungsi ideal medan nan bapaneh tidak lagi sebagai tempat berdiskusi, bertukar pikiran dan kemudian menghasilkan sebuah keputusan bersama tapi hanya sebatas monument demokrasi yang pernah hidup ditengah masyarakat Minangkabau.
Apa itu Medan Nan Papaneh dan apa fungsinya?. Selama ini kita hanya mengetahui bahwa medan nan bapaeh hanya tempat orang berkesenian atau berrandai. Sebenarnya itu salah satu fungsi dari medan nan Bapaneh tersebut.Dalam peninggalan sejarah demokrasi di Minangkabau, kita banyak menjumpai situs Medan nan Bapaneh di seluruh antero Minangkabau. Medan nan Bapaneh merupakan manispestasi siistem demokrasi orang Minangkabau yang egaliter.Saat ini medan nan bapaneh ini banyak kita temui di Kabupaten Tanah Datar, Agam dan 50 Koto. Bentuk medan nan bapaneh sangat sederhana yaitu suatu kombinasi antara areal diskusi yang cirikan dari batu-batu kali yang disusun untuk seperti meja dan kursi. Masing-masing pemimpin dalam kaum akan duduk atau menempati susun batu sebagai perwakilan dari kaum atau sukunya. Perwakilan suara dari masyarakat sudah diberikan kepercayaan mutlak dan konstituennya mempercayainya. Sistem perwakilan yang terjadi bukan berdasarkan kedekatan, pertalian darah, pangkat dan kedudukan tetapi berdasarkan kriteria yang sudah diamati dari kecil. Bentuk kriteria-kriteria itu bisa kita lihat dari tutur kata, etika, intelektual dan filantropi (kedermawanan sosial) dari masing-masing individu yang mewakili kelompok atau golongannya. Bukan kekayaan, jabatan dan gelar akademik yang menjadi rujukan dalam menentukan perwakilan di medan nan bapaneh. Para konstituennya percaya dengan sifat dari perwakilan mereka sehingga keterwakilan tidak mempunyai cacat dalam setiap mewakili aspirasi kaum atau sukunya. Sekarang kita lihat perwakilan masyarakat sudah memiliki jabatan yang tinggi, kekayaan yang berlimpah ruah dan pendidikan akademis yang paripurna tetapi karisma dan wibawanya tidak kelihatan.
Pemikiran fisafat Minangkabau cenderung bersifat atomistis karena dalam tersurat punya makna tersirat atau sebaliknya . Sebagian pepatah- petitih yang dianggap negatif oleh suku bangsa lain karena sudut pandang yang berbeda sehingga arti dan makna berbeda pula. Rasanya kita akan sepakat bahwa Minangkabau identik dengan pepatah-petitih, sejenis aphorisms, yaitu pernyataan-pernyataan singkat yang mengandung esensi kearifan hidup, sebagai nasihat kepada masyarakat Minangkabau.Dalam catatan sejarah yang didapatkan hasil sebuah keputusan tidak melalui voting atau pengumpulan jumlah suara dan gaya ini tidak dikenal dalam demokrasi Minangkabau. Sejak kapan voting ini menjadi sarana pengumpulan suara, baru kita kenal dalam demokrasi kita dua dekade terakhir ini. Siapa yang mengadopsi tidak diketahui secara pasti, yang jelas ini sudah menjadi instrument penting dalam demokrasi Minangkabau. Hegemoni demokrasi asing sudah meruntuhkan sistem demokrasi masyarakat Minangkabau, Masyarakat tidak tahu bahwa bentuk demokrasi yang agung-agungkan oleh dunia luar hanya mengerdilkan atau menghancurkan budaya kita sendiri dan itu tujuan yang diharapkan oleh sistem demokrasi asing. Pada hakekatnya sistem demokrasi Minangkabau jelas sesuai dengan akar budaya kita, bukan titipan atau adopsi dari luar yang masih perlu ditempa oleh kondisi zaman. Berdasarkan fakta sejarah demokrasi dengan sarana mufakat dan argumentasi masing individu kemudian dibalut dengan silahturahmi akhirnya keputusan itu diambil juga. Bukan lobi-lobi politik yang berujung pada permainan uang, politik dan berbagi jabatan. Bentuk ini tidak dikenal dalam tatan ideal demokrasi Minangkabau. Hanya akan membuat gap diantara kita makin kelihatan, karena ada agenda tersembunyi dari masing-masing orang dalam menggarap konstituennya.