oleh: Aulia Rahman
Rumah gadang Datuk Parpatiah yang ada di Koto Rajo Situjuah V Nagari Situjuah Ladang Laweh. Dalam catatan BPCB rumah gadang ini terdaftar tahun 2007 dengan nomor 61/BCB-TB/A/10/2007 bersamaan dengan medan nan bapaneh yang ada di halaman rumah. Latar belakang historis tentang keberadaan rumah gadang ini didapatkan berdasarkan informasi dari warga setempat. Bahwa daerah ini dahulu merupakan perkampungan kuno yang bernama Koto Rajo. Asal penamaan Koto Rajo adalah “Kata Raja” (Perkataan dari Dt. Parpatiah). Kira-kira 50 m ke arah  selatan dari rumah gadang terdapat medan nan bapaneh, menurut cerita katanya tokoh Cinduo Mato pernah singgah dan duduk bermusyawarah di medan bapaneh di sekitar rumah.

Kondisi ini terjadi di daerah Koto Rajo di Nagari Situjuah Ladang Laweh Kabupaten Lima Puluh Kota. Nagari Situjuah Ladang Laweh memiliki luas wilayah 15, 93 km, memiliki 2 jorong yaitu Jorong Ateh dan Jorong Bawah. Koto Rajo termasuk dalam wilayah Jorong Ateh.

Di dalam Barih Balabeh Luhak Limopuluah, Situjuah disebut dengan Hulu ( Luhak Limopuluah terdiri dari : Hulu, Luhak, Lareh, Ranah, dan Sandi )Yang dimaksud dengan ulayat Hulu adalah; berjenjang ke Ladang Laweh, bapintu ke Sungai Patai, Selingkar Gunung Sago adalah urang badunsanak, dimana dari Labuah Gunuang Mudiak sampai Bobai Koto Tinggi Hilia disebut dengan urang nan salareh Gunuang.Artinya kawasan ini adalah kawasan tua karena daerah ini adalah kawasan perbatasan antara Luhak Lima Puluh Kota dengan Luhak Tanah Datar. Tanah Datar sendiri adalah luhak tempat tinggal Raja Pagaruyung. Jarak antara Koto Rajo dengan Pagaruyung tidak jauh dari perbatasan Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Lima Puluh Kota. Di halaman rumah gadang ada juga batu sandaran yang diduga sebagai tempat bermusyawarah. Mengacu pada temuan medan nan bapaneh yang ada di Minangkabau, batu sandaran yang ada di halaman rumah gadang ini memenuhi beberapa syarat dijadikan tempat bermusyawah.

Secara hierarkis, Rumah Gadang Dt. Parpatih Nan Sabatang terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama adalah kaki bangunan yang berbentuk kolong. Tingkatan ini berfungsi sebagai pondasi/penyangga badan bangunan. Sementara itu, tingkat kedua adalah badan bangunan yang berfungsi sebagai hunian atau tempat tinggal keluarga. Adapun tingkat ketiga adalah atap, yang berfungsi sebagai pelindung dari panas dan hujan.

Seperti rumah gadang lainnya, rumah ini berlantai panggung dengan tiang-tiang penyangga sebanyak 30 buah. Tiang-tiang tersebut berdiri dari tanah sampai ea tap rumah merupakan satu tiang utuh, bukan sambungan. Pintu masuk   berada di sisi timur, berupa jenjang yang terbuat dari bata berlepa kapur dengan ukuran panjang 150 cm, lebar 142 cm, dan tinggi 130 cm. Di depan tangga masuk terdapat bak penampungan air berbentuk persegi panjang yang terbuat dari bata yang diplester semen. Ukuran bak penampung air tersebut adalah panjang 162 cm, panjang 170 cm, dan tinggi 72 cm. Jendela terdapat hanya di bagian dinding sisi selatan semuanya berjumlah 5 buah.

Seperti rumah gadang lainnya, tata ruang Rumah Gadang Datuak Parpatih terbagi ke dalam ruang dan lanjar. Rumah Gadang Datuk Parpatih ini memiliki 5 ruang dan 3 lanjar. Lanjar pertama biasanya digunakan sebagai ruang keluarga, lanjar kedua biasanya digunakan sebagai ruang tamu dan tempat menyelenggarakan upacara-upacara adat, sedangkan lanjar ketiga biasanya dipakai sebagai ruang isirahat.

Di sisi timur bagian dalam ruangan, terdapat loteng yang dipergunakan sebagai lumbung (tempat menyimpan) padi. Untuk naik ke loteng terdapat jenjang dari kayu yang diletakan di ruang (kamar) sisi timur yang berbatasan dengan ruang dapur.Kawasan ini terdapat beberapa tinggalan arkeologis berupa kuburan, batu sandaran, lesung, tanaman puding pembatas tanah. Dari segi tata letak banguan rumah gadang menghadap arah matahari dengan lima buah jendela. Kondisi atap bangunan sudah bocor, bentuk – bentuk vandalism juga terjadi di ruangan rumah yang dicoret – coret. Bagian dapur tidak layak karena sudah lapuk dimakan usia. Sejauh ini belum ada upaya perlindungan dan pelestarian kawasan ini baik oleh pemilik mapun masyarakat sekitar. Kendala utama, pemilik rumah ini tinggal jauh dari lokasi ini yaitu di kota Payakumbuh masyarakat meyakini bahwa tempat ini sangat angker.