oleh Merrry Kurnia
Kawasan sejarah gudang ransum ini terdiri dari sejumlah bangunan, bangunan utama adalah tempat memasak, kemudian ada sejumlah gudang, ada menara asap sebagai sumber energi (stema generataor, peralatan yang cukup luas mengelilingi bangunan tersebut). Kawasan gudang ransum ini kemudian disulap menjadi Museum Gudang Ransum dan diresmikan tahun 20005 oleh Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Gudang ransum kemudian direnovasi untuk dikembalikan bentuknya seperti semula atau memunculkan kembali nilai-nilai yang dipunyainya.

 Melalui gudang ransum ini pemerintah kota mengumpulkan sisa-sia artefak yang berhubungan  dengan fungsi awalnya seperti periuk besar, pemanas air dan benda-benda yang lain, yang berhubungan dengan alat masak. untuk memperkaya khasanah museum, dibuatlah reproduksi foto-foto lama tentang kehidupan di Goedang Ransoem dan Kota Sawahlunto dan ada sebuah ruangan multi-media,  disana para pengunjung museum dapat menonton film dokumenter tentang kehidupan yang ada di Goedang Ransoem dan Sawahlunto pada masa lalu. Museum Goedang Ransoem dapat dianggap sebagai sebuah mata rantai sejarah Kota Sawahlunto, yang cukup penting yang sebagian besar sejarah peninggalannya masih dilacak ( Andi Asoka dkk 2015)

Pada mulanya, Gudang Ransoem ini memiliki 24 ketel (periuk) ukuran besar. Sekarang terdapat dua tipe periuk yang dimiliki oleh Gudang Ransoem yaitu, periuk untuk memasak sayur dan periuk untuk memasak nasi. Periuk untuk memasak sayur ini terdiri dari tiga bagian yaitu periuk lapisan luar, periuk lapisan dalam, dan tutup periuk yang berdiameter 148 sentimeter, dan tinggi 70 sentimeter, serta memiliki ketebalan 1,2 sentimeter. Periuk lapisan luar terbuat dari besi sedangkan periuk lapisan dalam, dan tutup periuk terbuat dari bahan nikel.Sedangkan Periuk untuk memasak nasi terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan luar, lapisan dalam, langsang dan tutup periuk. Periuk lapisan luar terbuat dari besi dan memiliki dua buah lubang pada bagian dinding sebagai lubang saluran uap. Sedangkan pada bagian bawah periuk terdapat lubang keran untuk membuang sisa air di dalam periuk Periuk lapisan dalam terbuat dari bahan nikel dan pada bagian atas periuk terdapat enam buah kuping baut yang berfungsi untuk mengunci tutup periuk. Langsang periuk juga terbuat dari bahan nikel. Pada bagian tengah langsang terdapat kerucut, dan pada bagian atas langsang terdapat tiga buah kuping sebagai cantolan untuk mengangkat langsang. (https://www.viva.co.id/gaya-hidup/travel/953912-gudang-ransoem-saksi-bisu-)

Museum gudang ransum merupakan bekas dapur umum yang dibangun pada tahun 1918, dimasa penjajahan Belanda dapur umum ini dilengkapi dua buah gudang besar dan tungku pembakaran untuk memasak 3900 kg beras setiap harinya untuk pekerja tambang , orang rantai, pasien rumah sakit dan keluarga pekerja tambang. Banyaknya beras yang dimasak bisa mengindikasikan berapa banyak orang-orang tambang yang dieksploitasi tubuhnya dan dirampas haknya oleh kolonial Belanda. Sebagai ujung tombak pertambangan, pihak kolonial setidaknya berusaha memenuhi kebutuhan makan para buruh.  Alat masak ini masih bisa dilihat dan terpajang di Gudang Ransum sampai saat ini, namun sudah tidak beroperasi lagi, Gudang ransum menjadi salah satu ikon wisata sejarah yang menyajikan kembali kenangan perih buruh-buruh paksa masa kolonial.

Setelah Kemedekaan bangunan ini mengalami beberapa peralihan fungsi antara  lain. Sejak tahun 1945 Dapur Umum tidak lagi efektif sebagai penyedia kebutuhan makanan bagi pegawai tambang. Pada tahun tersebut tempat itu diambil alih oleh tentara pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dapur Umum digunakan untuk memasak makanan yang diperuntukkan bagi Tentara Kedaulatan Republik Indonesia (TKRI). Kemudian pada tahun 1948 Dapur Umum kembali beralih fungsi. Seiring kedatangan kembali Belanda ke Indonesia, dapur umum dipergunakan untuk memasak makanan bagi tentara Belanda pada agresi militer II, setelah Indonesia merdeka secara penuh dengan berakhirnya masa mempertahankan kemerdekaan sejak tahun 1950 hingga 1960 dapur umum ini digunakan sebagai kantor ketika penyelenggaraan administrasi perusahaan Tambang Batu Bara Ombilin.

Seiring perkembangan waktu, Gudang Ransum beralih fungsi.  tahun  1960 hingga 1970 bangunan ini di gunakan untuk sekolah formal setingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ombilin namun hal itu  hanya bertahan selama sepuluh tahun pada tahun  1970 higga 1980 Gudang Ransum kembali beralih fungsi  sebagai hunian karyawan Tambang Batu Bara Ombilin dan yang pada awalnya hanya sebagai hunian karyawan tambang batu bara ombilin, Gudang Ransum menjadi lebih terbuka hingga tahun 1980 hingga 2004 bangunan ini  berfungsi sebagai tempat hunian Karyawan Tambang Batu Bara Ombilin dan masyarakat umum (web Cagar Budaya, http://simfesfestival.blogspot.com)

Fungsi yang terus berubah tidak merubah bentuk dari bangunan Gudang Ransum ini, bangunan ini tetap kokoh berdiri dengan berbagai cerita yang tersimpan dari dalam tubuhnya, pada tahun 2000 merupakan keterpurukan sekaligus kebangkitan bagi Sawahlunto, menjelang tahun 2000 sudah tersiar kabar jika kandungan batubara dalam perut kota ini semakin menipis. Kota tambang yang awalnya hiruk- pikuk terhenti dan berubah menjadi kota sunyi, Menipisnya batu bara dalam perut Sawahlunto berdampak pada ekonomi masyarakat, ekonomi terhisap kedasar, sampai akhirnya masalah inilah yang melecut Sawahlunto dengan slogan menjadi kota tambang yang berbudaya. Kota yang sudah mulai ditinggalkan penduduknya mulai dibangun kembali. Pada tahun 2000an kota ini dijuluki sebagai kota hantu, prediket menyeramkan itu berusaha dirubah dengan berbagai cara hingga akhirnya menjadi kota heritage, menyatukan semua sejarah yang terserak, menghidupkannya kembali dalam bangunan-banguna kuno yang menyimpan banyak peristiwa salah satunya Gudang Ransum, Gudang Ransum merupakan salah satu museum andalan kota Sawahlunto untuk menarik pengunjung untuk menandatangi kota ini. (Andi Asoka dkk)