Cagar Budaya Megalit Limapuluh Kota

 oleh: Dodi Chandra, S.Hum

 

Cagar Budaya Megalit di Lima Puluh Kota hingga kini sudah berjumlah 56 situs yang terdaftar di daftar inventarisasi Cagar Budaya BPCB Sumatera Barat. Megalitik secara harfiah berasal dari dua kata “mega” besar dan “lithos” batu yang digabungkan memiliki artefak batu besar. Muncul dan berkembangnya budaya megalitik masa bercocok tanam, disaat manusia sudah menetap dan melakukan upacara pemujaan arwah leluhur.

Hasil riset menunjukkan bahwa megalitik di Indonesia muncul setelah masa bercocok tanam, dikala pemujaan arwah nenek moyang berkembang. Kuatnya upacara pemujaan mendorong pendirian bangunan batu besar. Bentuk tinggalan budaya megalitk tersebut berupa pundak berundak, menhir, dolmen, sarkofagus, batu dakon, arca megalitik dan masih banyak lagi.

Cagar Budaya Megalit Limpuluh Kota memiliki nilai penting baik bagi ilmu pengetahuan, sejarah, sosial-budaya. Sehingga, wajar pula dilakukan pendftaran untuk Cagar Budaya Nasional menginat potensinya yang berlimpah. Hanya 7 kecamatan dengan tingggalan megalit  yang kebanyakan menhir hingga berjulukan nagari menhir. Namun, hampir ditiap nagari dapat dijumpai. Tidak hanya polos, namun juga memiliki onamen hias. Menhir tersebut difungsikan sebagai tanda kubur dam upacara pemujaan arwah nenek moyang.

Verifikasi data Cagar Budaya Megalit Limapuluh Kota dilakukan di delapan kecamatan yakni Kecamatan Guguk, Kecamatan Suliki, Kecamatan Akabiluru, Kecamatan Harau, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Bukit Barisan, dan Kecamatan Gunung Omeh. Di Kecamatan Guguk situs megalit berjumlah lima situs. Situs Megalit Balubus, Situs Megalit Balai Adat Guguk, Situs Megalit Sungai Talang, Situs Megalit Subarang, dan Situs Megalit Guguk Nunang.

Di Kecamatan Suliki, Situs Megalit Anding dan Situs Megalit Limbanang. Situs Megalit Anding terdapat 11 menhir dengan 1 menhir berukuran besar seperti gunungan dalam wayang kulit. Batu besar tersebut dinamai batu mambang di awan dan menjadi batas wilayah Anding dan Koto Laweh. Megalit Limbanang merupakan batu sandaran niniak nan barampek sebagai tempat musyawarah nenek moyang .

Di Kecamatan Bukit Barisan, situs megalit terbilang lebih banyak diantara kecamatan lainnya. Data yang diverifikasi diantaranya : Situs Megalit Bawah Parit, Situs Megalit Padang Ilalang, Situs Megalit Balai Batu Koto Gadang, Situs Megalit Kampung, dan Situs Megalit Ronah I dan III. Diantara situs tersebut, Situs Bawah Parit adalah situs yang fenomenal dengan 370 buah menhir berbagai bentuk dan ukuran. Menhir berukuran besar yang masih berdiri berukuran tinggi 326 cm. Orientasi menhir pada situs ini kearah tenggara yang mengarah ke Gunung Sago. Pola hias menhir pada situs ini cukup bervariasi, yaitu motif geometris (segi tiga, lingkaran, angka 8) dan suluran (kaluak paku). Ekskavasi yang pernah dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1985 menghasilkan temuan berupa rangka-rangka manusia yang berasosiasi dengan menhir. Orientasi kubur belum menunjukkan sebagai kubur Islam karena masih beriorentasi Tenggara–Baratlaut dengan bagian kepala di barat laut. Hal ini memberikan jawaban mengenai fungsi menhir yaitu sebagai tanda kubur dari masa pra-Islam .

Kecamatan Gunung juga menyimpan tinggalan yang cukup menyita perhatian orang banyak dengan batu andesit pipih yang disusun secara berjajar dengan bantalan bambu. Selain itu, terdapat pula sisi medan nan bapaneh dengan batu-batu sandar (stone Seat) yang  melingkar membentuk formasi empat persegi dengan luas 21 x 13 meter.

Di Kecamatan Akabiluru terdapat pula tinggalan megalit yang bagi asyarakat setempat menamainya dengan Batu Giriang-Giriang yang berlokasi di Baru Andaleh, Sariak Laweh, Kec. Akabiluru. Batu giriang-giriang berupa menhirn dengan ukuran panjang 115 cm dan lebar 28 cm, memiliki ornamen hias berupa alat kelamin wanita sebagai lambang kesuburan. Dahulunya berfungsi sebagai tempat pemujaan.

Di Kecamatan Harau tepatnya Jorong Lubuk Batingkok, Nagari Lubuk Batingkok terdapat pula tinggalan megalit dengan nama Megalit Lareh Kuning. Tinggalan berupa menhir berbahas batu andesit dengan tinggi 70 cm. Menhir memiliki bentuk hulu keris yang dilengkapi dengan ornamen hiasa berupa suluran pakis dan motif pucuak rabuang. Pangkalan Koto Baru juga memiliki tinggalan budaya megalitik berupa menhir, meja batu yang dinamai dengan Situs Megalit Pangkalan. Terdapat 12 menhir dan 1 altar/meja batu dengan luas 30 m x 60 m. Tinggalan kebanyakan berupa menhir dengan rata-rata tinggi 100 hingga 170 cm. Menhir dan meja batu itu dahulunya difungsikan sebagai tempat upacara pemujaan nenek moyang.