Pantai Barat Sumatera menyimpan sejarah tentang keberadaan kesultanan Indrapura yang tepatnya berlokasi di Kabupaten Pesisir selatan, Provinsi Sumatera Barat. Keberadaan kesultanan Inderapura memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan kerajaan Minangkabau. Selain itu, lokasi kesultanan Inderapura berada di keletakkan yang strategis. Kesultanan Inderapura juga dikabarkan memiliki hasil bumi yang melimpah sehingga menjadi incaran bagi kekuatan politik pada masanya. Inderapura yang dimaksud wilayahnya terletak di kesatuan administratif Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat.

Pesisir pantai dijadikan sebagai pusat lalu lintas perdagangan dan pusat keberadaan Kesultanan Inderapura. Berbagai barang komoditi dan peralatan perdagangan beserta transportasi diduga tersebar diwilayah tersebut. Hal ini dukuatkan dengan begitu kuatnya kependudukan Belanda pada masa pemerintahan kolonial diwilayah tersebut, terutama jika ditemukan bukti adanya tinggalan kapal belanda.

Nama Inderapura juga sering disebut dengan Ujung Pagaruyung. pernah berada di bawah pemerintahan Kesultanan Pagaruyung. Pada abad ke-15 yang diperkirakan ketika melemahnya kekuasaan pagaruyung, beberapa daerah pada kawasan pesisir Minangkabau seperti Inderagiri, Jambi dan Inderapura dibiarkan mengurus dirinya sendiri. Inderapura mengalami perkembangan dimulai saat Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Sehingga arus perdagangan yang melalui Selat Malaka sebagian besar beralih ke pantai barat Sumatera dan Selat Sunda.

Selain komiditi lada yang menjadi primadona, potensi wilayah Inderapura lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah emas. Beberapa sumber Belanda menyebutkan bahwa di samping kaya akan komoditas lada, Inderapura juga memiliki cadangan emas. Emas yang dihasilkan negeri ini didapat dari proses pendulangan yang dilakukan penduduk di kawasan aliran sungai yang ada. Emas sebagai komoditas perdagangan Inderapura juga didapat dari proses penambangan yang dilakukan di daerah pedalaman (termasuk daerah Kerinci). Lada ditanam di wilayah kerajaan Inderapura. Di samping itu, lada yang pernah menjadi komoditas niaga andalan mereka juga didatangkan dari berbagai daerah di sekitarnya. Dengan kata lain, Inderapura menjadi stapelplaat (pusat pengumpulan) bagi komoditas ini sebelum dijual ke ‘ pasar ’.

Setelah berhasil menguasai beberapa wilayah di pantai barat sumatera, VOC terutama sejak paruh kedua abad ke-17 hingga penghujung abad ke-18, kompeni dagang ini menjadikan Pulau Cingkuak dan terakhir Kota Padang sebagai pusat pengumpulan berbagai komoditas niaga yang dihasilkan. Dari kedua daerah inilah berbagai komoditas niaga tersebut dijual kepada pembeli atau dibawa ke luar negeri. Padang tetap menjadi pusat kegiatan perdagangan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Tidak itu saja, Padang bahkan menjadi pusat kegiatan perkapalan dan pelayaran di bagian barat Sumatera. Pelabuhan laut yang terbesar dan terlengkap dibangun di kota ini. Pelabuhan tersebut disinggahi oleh kapal-kapal (Belanda) dalam pelayaran mereka dari dan ke negeri Belanda. Wilayah pantai Kab. Pesisir Selatan juga dianggap sebagai tempat yang strategis untuk dijadikan sebagai tempat singgah kapal-kapal Belanda, hal ini menjadi indikasi adanya bukti-bukti sejarah yang terdampar di perairan tersebut.

Sebagai daerah yang berada dekat dengan sektor kemaritiman, Kabupaten Pesisir Selatan menjadi daerah yang sering disinggahi oleh para pendatang dari luar untuk berlabuh. Lokasi yang strategis itu berpengaruh kepada sektor hubungan dengan para pendatang yang cukup tinggi, tak heran jika pada masa pemerintahan Belanda (VOC) juga tertarik untuk mencengkeramkan kukunya di daerah tersebut. Arus perdaganganpun tak dapat dielakan, terlebih di Kabupaten Pesisir Selatan ini didiami oleh Pemerintahan yang lebih dahulu berkuasa yaitu Kesultanan Indrapura. Kesultanan Inderapura merupakan kesultanan yang kaya akan komoditi lada dan emasnya. Faktor-faktor inilah yang menjadikan Kabupaten Pesisir Selatan dapat dikatakan sebagai daerah yang ramai akan aktifitas perekonomian dan kesibukan arus dunia politik dari pemerintahaan kesultanan hingga masa kolonialisme.

Pada saat ini, keberadaan mengenai kebesaran kerajaan Inderapura tak terlihat semegah dahulu lagi. Jika dibandingkan dengan kerajaan di Minangkabau yang memiliki hubungan erat dengan Inderapura. Berdasarkan bukti-bukti peninggalannya juga tak banyak lagi yang dapat mengungkapkannya sebagai sebuah sejarah penting. Oleh sebeb itu, dalam menggali kembali keberadaan Kesultanan Indrapura saat ini diperlukan adanya bukti-bukti yang bisa dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat ataupun pengamat sajarah dan ilmuan. Bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan dalam mencari jejak-jejak peninggalan di Kabupaten Pesisir Selatan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat dan Dinas Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan pada Tahun 2016 lalu terdiri dari tinggalan artefak dan situs-situs makam. Jumlah makam yang ditemukan sebanyak 8 situs dan artefak sebanyak 42 buah. Berdasarkan tinggalannya dapat disimpulkan bahwa Kesultanan Indrapura belum hilang dimakan zaman. Tinggalan beberapa artefak juga menunjukkan adanya hubungan Kesultanan dengan Belanda, hal ini dibuktikan dengan temuan berupa hiasan dinding yang bercirikan kolonial dan piagam pemberian Belanda.

Berdasarkan seluruh bukti yang ada maka keberadaan tinggalan-tinggalan ini menjelaskan bahwa layaklah daerah Kabupaten Pesisir Selatan menjadi saksi akan kehadiran Indrapura dan eksistensi yang yang terjadi di dalamnya.