ZONASI SITUS MATESIH KAB. KARANGANYAR

mat

(BPCB Jateng). Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah pada tahun anggaran 2014 mengadakan kegiatan Zonasi Situs Matesih di Kabupaten Karanganyar. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 20-29 Maret 2014 meliputi pengumpulan data mencakup survey kepurbakalaan situs, survey geologi, survey kondisi eksisting lingkungan, testpit dan pendokumentasian baik foto maupun gambar peta lokasi. Data tersebut kemudian akan diolah untuk ditentukan sistem zonasi yang sesuai dengan karakteristik situs Matesih.

 

Survey Kepurbakalaan dan Keadaan Lingkungannya

Kegiatan survey kepurbakalaan di kecamatan Matesih didapatkan situs yang berpotensi sebagai Situs Watu Kandang meskipun kondisinya sudah rusak oleh aktivitas manusia. Adapun lokasi potensi kepurbakalaan Watu Kandang adalah sebagai berikut:

1. Ngasinan Lor, Desa Karangbangun, Kec. Matesih. Situs Ngasinan Lor merupakan situs yang masih terlihat paling banyak jumlah watu kandang dibandingkan situs lainnya. Adapun jenis benda di situs ini meliputi: Watukandang: 25 formasi (399 unit), Tapak bima: 1  buah,  batu dakon: 1buah,  Menhir: 1 buah.

2. Ngasinan Kidul, Desa Karangbangun, Kec. Matesih ditemukan watu kandang: 7 unit formasi dan 6 buah watu lepas.

3. Karang Rejo, Desa Karangbangun, Kec. Matesih terdapat watu kandang : 4 unit dan 2 batu lepas.

4. Kedung Sari, Desa Karangbangun, Kec. Matesih terdapat watu kandang : 5 unit dan 10 batu lepas.

5. Bodagan, Desa Karangbangun, Kec. Matesih terdapat watu kandang : 2 unit

 

Test Pit

Test Pit dilakukan di dua situs, yaitu Kedungsari dan Ngasinan Lor. Kedua Situs tersebut memiliki potensi yang masih lengkap formasi susunan Watu Kandangnya. Pemilihan titik testpit di Kedungsari dilakukan pada susunan watu kandang yang berukuran besar dan terletak di tengah sawah. Sementara itu, pemilihan lokasi testpit di Ngasinan Kidul dilakukan pada watu kandang berukuran sedang dan kecil. Hal ini untuk melihat potensi kepurbakalaannya. Kotak yang di testpit berukuran 2×2 meter. Pembukaan kotak disesuaikan kebutuhan informasi tinggalan arkeologis dan stratigrafinya. Untuk memudahkan record temuan, maka dilakukan penggalian dengan interval 20 cm. Secara garis besar hasil testpit diuraikan sebagai berikut.

Testpit kotak 1 (Kedungsari)

Temuan testpit berupa fragmen keramik Tang pada kedalaman 60 Sementara itu, testpit pada kedalaman 100 ditemukan fragmen gerabah dengan berbagai ukuran. Ukuran terbesar adalah gerabah dengan ukuran masih separuh bentuknya.

Testpit kotak 2 (Ngasinan Lor)

Pada kotak ini tidak ditemukan data arkeologis dan stratigrafi menunjukkan bahwa kondisi tanah belum pernah teraduk.

Testpit kotak 3 (Ngasinan Lor)

Pada kotak ini ditemukan data manik-manik berwarna merah satu buah dan beberapa fragmen gerabah pada kedalaman 125 cm. Namun pada kedalaman yang sama ditemukan plastik dan kain. Melihat data tersebut dan didukung oleh stratigrafi diperkirakan kondisi tanah tersebut sudah teraduk (dalam arti temuan sudah tidak kontekstual).

matesih

 

Konsultasi Narasumber di lapangan

1. Bappeda Kab. Karanganyar

Situs Ngasinan Lor sudah masuk dalam RTRW Kab. Semarang sebagai Kawasan Lindung Arkeologi. Namun, mengenai seberapa luas batas-batasnya belum ditetapkan. Sementara itu, situs-situs lainnya seperti Ngasinan Kidul, Kedungsari, Karang rejo, dan Bodagan belum dimasukkan dalam RTRW sebagai situs Arkeologi.

2. Geolog, UPN

Kawasan Matesih termasuk daerah pegunungan gamping dan Lawu. Lingkungannya termasuk area persawahan yang dikelilingi oleh sungai besar, yaitu sungai Samin dan Sungai Gembong serta sungai-sungai kecil seperti sungai putih dan sungai ngasinan. Melihat lanskapnya yang mendukung keberadaan karakteristik cagar budayanya, maka narasumber geologi sangat membantu untuk informasi aktivitas manusia masalalu, sekarang maupun masadepan.

Berdasarkan pengamatan geologi di lapangan, batu-batu yang digunakan sebagai watu kandang berasal dari limpasan gunung lawu muda yang mengalir lewat sungai Samin dan Gembong. Adapula yang telah ada di lokasi tersebut kemudian langsung didirikan dibentuk formasi susunan watu kandang melingkar atau persegi. Batu-batu tersebut dimanfaatkan langsung dengan cara didirikan. Sebagian batu digunakan secara apa adanya dengan beberapa pemilihan yang sudah meruncing atau pipih, tetapi sebagian kecil batu telah dibentuk secara sederhana dengan pemangkasan bagian atasnya sehingga batu tampak berbentuk segitiga dan ramping (tidak membulat utuh). Dalam satu unit susunan, batu yang berada di timur kebanyakan berukuran lebih besar dibanding batu lainnya serta tampak

berbentuk runcing atau segitiga. Oleh karena itu, orientasi watu kandang adalah gunung (timur). Hal ini serupa dengan penelitian Respati (1997) menyimpulkan bahwa orientasi watu kandang adalah Gunung. Apakah gunung gamping (bernama gunung malang dan gunung mengadeg) ataukah gunung Lawu masih perlu penelitian mendalam terhadap situs ini. Berbeda dengan Penelitian Gunadi (1993) yang mengatakan bahwa orientasi watu kandang adalah matahari. Berbagai penelitian yang berbeda sudut pandang dan metodenya, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan lingkungannya sebagai resources dengan budaya watu kandang Matesih sehingga dalam zonasi ini harus diperhatikan lanskapnya agar nilai kultural dan informasi dapat tersampaikan.