PESANGGRAHAN PRACIMOHARJO

pracimoharjo

Pesanggrahan Pracimoharjo terletak di Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Pesanggrahan didirikan oleh sunan PB VI. Sekitar tahun 1803-1804 pesanggrahan tersebut merupakan bangunan megah. Pada tahun 1817 pesanggrahan digunakan sebagai tempat istirahat saat beliau melawat ke wilayah bagian barat serta menikmati keindahan alam dan melihat hasil perkebunan kopi saat itu. Pembangunan dilanjutkan secara lebih intensif pada masa Sri Susuhunan Pakubuwono X, yang memerintah dari tahun 1893-1939. Selama pemerintahannya, Pakubuwono X banyak membangun berbagai macam infrastruktur salah satunya yaitu pesanggrahan Pracimoharjo. Karena kemegahannya, pesanggrahan ini dahulu seperti miniatur keraton karena terdiri dari pendapa, tamansari yang lengkap dengan keputrennya, dan dalem ageng yang biasa digunakan oleh Pakubuwono X untuk tetirah serta taman dan halaman yang luas.

Pada tahun 1948, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dipimpin oleh Slamet Riyadi pernah menjadikan pesanggrahan tersebut sebagai markas. Akan tetapi, saat agresi militer Belanda kompleks pesanggrahan dibakar karena dikhawatirkan markas tersebut direbut oleh Belanda. Hal tersebut tampaknya merupakan faktor utama dari rusaknya Pesanggrahan Pracimoharjo. Saat ini yang tersisa dari pesanggrahan ini hanya beberapa bangunan saja diantaranya yaitu:

–      Sanggar Pamelengan, berupa bangunan yang di dalamnya terdapat batu yang biasa digunakan oleh Pakubuwono X sembahyang.

–          Sumur kuno

–          Bekas air mancur, dua buah terletak di depan areal bekas pendopo dan satu buah berada di halaman belakang (sebelah barat Sanggar Pamelengan).

–          Rumah pesanggrahan, berupa bangunan berarsitektur indis yang sekarang digunakan oleh juru kunci pesanggrahan.

–          Tugu pojok

–          Gapura masuk di empat penjuru mata angin

–          Beberapa sisa struktur dan pagar keliling.

Pada tahun 2012 dibentuk Komite Pembangunan Pesanggrahan Pracimoharjo, yang merupakan kerjasama antara Keraton Kasunanan Surakarta selaku pemilik lahan, Pemkab Boyolali, dan Kementerian BUMN selaku fasilitator. Komite tersebut berencana untuk membangun tempat wisata pendidikan di lahan kosong situs Pesanggrahan Pracimoharjo. Bangunan tersebut rencananya terdiri dari pendopo, tempat kesenian, workshop untuk galeri seni dan kerajinan, taman, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya. Oleh karena itu dilakukan permohonan rekomendasi pembangunan/perbaikan Pesanggrahan Pracimoharjo, Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali kepada BPCB Jawa Tengah. Maka pada tanggal 12 – 13 Juli 2012 dan 16 – 17 Juli 2012 dilakukan Tes Pit oleh BPCB Jawa Tengah

Menurut keterangan dari pihak Keraton Kasunanan Surakarta, bahwa areal lahan Pesanggrahan Pracimoharjo ini masih milik Keraton Kasunan Surakarta. Akan tetapi sebagian dipakai oleh masyarakat untuk dibangun rumah dengan status hak pakai. Penggalian dilaksanakan di areal tanah yang berada di dalam pagar lama dari Pesanggrahan Pracimoharjo.

Bangunan pendopo agung yang dulu merupakan bangunan utama di pesanggrahan ini sekarang hanya berupa tanah lapang. Rencananya dari pihak pengembang di lokasi bekas pendopo agung ini akan didirikan bangunan pendopo. Adapun komponen bangunan Pesanggrahan Pracimoharjo yang tersisia adalah: Gapura Masuk, Bekas Air Mancur, Rumah Peristirahatan (Sanggar Palereman), Sanggar Pamelengan, Tugu pojok, Pagar keliling dan sisa struktur bangunan

Secara umum, keberadaan pesanggrahan merupakan merupakan satu-kesatuan dari kerajaan tradisional Jawa pada waktu itu. Beberapa pesanggrahan yang masih bisa dijumpai keberadaanya antara lain Sunyaragi yang dibangun oleh Kasultanan Cirebon). Beberapa pesanggrahan yang dibangun oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat diantaranya Tamansari (dibangun atas prakarsa Sri Sultan Hamengkubuwono I dan selesai pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono II), Pesanggrahan Ambarbinangun (dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VI) dan Pesanggrahan Ambarukmo (dibangun pada masa Hamengkubuwono VII). Sedangkan beberapa pesanggrahan milik Kasunanan Surakarta diantaranya Pesanggrahan Langenharjo (dibangun pada masa Pakubuwono IX), Pesanggrahan Pracimoharjo (digunakan pada masa Pakubuwono IX dan Pakubuwono X).

Adanya alun-alun di areal pesanggrahan Pracimoharjo ini merupakan ciri tersendiri dari pesanggrahan tersebut. Di dalam kerajaan tradisional, alun-alun berfungsi sebagai areal publik. Karena letaknya di depan kraton, alun-alun juga berfungsi sebagai tempat untuk interaksi antara raja dengan rakyatnya. Keberadaan alun-alun di pesanggrahan ini sepertinya memiliki fungsi yang sama. Hal tersebut dikarenakan Pakubuwono X merupakan sosok pemimpin yang cukup demokratis. Pada masa pemerintahannya Pakubuwana X memberikan kebebasan berorganisasi dan penerbitan media massa. Ia mendukung pendirian organisasi Sarekat Dagang Islam, salah satu organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia dan pada masa pemerintahannya pula di Surakarta diadakan kongres Bahasa Indonesia I (1938). Terlepas dari fungsinya sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarganya, ternyata pesanggrahan ini juga dilengkapi fasilitas publik, yaitu alun-alun. Dengan demikian, nilai yang dapat diambil dari keberadaan pesanggrahan tersebut adalah bahwa seorang pemimpin tetap harus berpegang teguh pada prinsip Manunggaling kawula lan gusti , yaitu bersatunya antara pemimpin dengan rakyatnya. (BPCB Jateng).