You are currently viewing Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 2), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Pemugaran Candi Induk Sewu, Studi Kelayakan (bagian 2), Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya

Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Jawa Tengah sampai saat terus menerbitkan buku bertema Cagar Budaya. Beberapa buku yang telah diterbitkan merupakan buku yang cukup sering digunakan untuk referensi guna melakukan tindakan pelestarian suatu cagar budaya. Buku-buku ini sering disebut sebagai buku “Babon” karena sangat memegang peranan penting. Salah satu buku “Babon” ini adalah Buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya. Adapun tim penulis buku ini adalah Penasehat/editor : IGN Anom, Penanggung Jawab : Tri Hatmaji, Tim Penyusun terdiri dari Ketua : Kusen, Anggota : I Made Kusumajaya, Gutomo, Rusmulia Ciptadi H, Murdjijono, Sudarno, dan Suhardi. Buku ini diterbitkan sebagai bagian Proyek Pelestarian / Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah 1991- 1992. Untuk lebih memudahkan akses masyarakat untuk dapat membaca buku ini, laman ini akan menampilkan bagian per bagian dari buku Candi Sewu dan Sejarah Pemugarannya.

Selanjutnya penyelidikan terhadap pondasi candi, memberikan informasi bahwa candi induk sewu telah mengalami penurunan dari posisi sebelumnya. Hal ini dapat diketahui setelah dilakukan pengukuran terhadap perbedaan ketinggian pondasi dengan permukaan lantai halaman 1. Di beberapa tempat tampak bahwa batas fondasi yang seharusnya segaris dengan permukaan lantai kini berada di bawahnya, dengan beda ketinggian kurang lebih 15 cm. Penurunan atau ke melesakkan bangunan diduga berpangkal pada daya dukung tanah dibawah pondasi yang kurang mampu menahan beban bangunan.

Tubuh bilik candi induk yang juga mendapat perhatian dalam penyelidikan, tidak luput dari melesakkan. Data tersebut diperoleh dari hasil pengukuran terhadap lantai bilik penampil, lantai lorong penampil, dan lantai selasar. Permukaan lantai pada ketiga tempat itu khususnya yang dekat dengan perbingkaian bawah tubuh bilik tengah, telah melesak karena daya tekan tubuh bilik tengah yang mengalami penurunan. Perbedaan ketinggian permukaan lantai kurang lebih 2- 5 cm, yang mengarahkan pada kesimpulan mengenai adanya melesakkan lantai sedalam itu.

Kerusakan lain terjadi pada tubuh terutama pada ambang atas pintu (Lintel). Penyelidikan pada bagian tubuh ini, menunjukkan bahwa ambang atas pintu bilik penampil, pintu lorong, pintu penghubung penampil dan ambang atas pintu bilik tengah telah retak dan patah. Kemungkinan hal ini terjadi karena ambang atas tersebut tidak mampu menyangga beban berat dinding tubuh dan atap bangunan yang ada di atasnya.