Pasar Gedhe Harjonagoro Surakarta, Perpaduan Tradisional dan Modern

Untitled-1

Bangunan Pasar Gedhe pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai bangunan kolonial. Namun keberadaan sebuah pasar di utara alun-alun Keraton di Jawa tidak lepas dari pemikiran Kosmologi Jawa yang secara tata ruang memisahkan secara simbolik urusan duniawi dan rohani. Oleh karena itu dalam konteks kosmologi tersebut keraton yang dianggap pusat kehidupan rohani pasti terpisah dengan pasar yang secara simbolik merupakan representasi dari kehidupan duniawi. Dari tinjauan tersebut keberadaan sebuah Pasar Gedhe di Surakarta (Gede Jw . yang berarti besar) sudah ada bersamaan dengan berdirinya keraton.

Pasar Gedhe dalam bentuk modern berlantai dua baru mulai dibangun pada 1927. Arsitek pembangunannya adalah Ir. Thomas Karsten. Menurut rencana bangunan pasar ini bergaya Indis. Pilihan bagian perancang Thomas Karsten kiranya tepat karena dialah pencetus konsep tata kota yang ramah dengan ekologi masyarakat dan budaya Hindia yang pada tahun 1920 disebutnya sebagai Indiese Stedebouw. Konsep bangunan pasar modern memberikan rasa nyaman antara penjual dan pembeli dimana transaksi dilaksanakan dalam sebuah ruang yang bersih, terlindung dari sinar matahari, panas dan hujan. Konsep seperti ini tidak didapatkan pada pasar tradisional.

Setelah selesai dibangun Pasar Gedhe diresmikan pada 13 Januari 1930. Peresmian dilakukan oleh Sunan Pakubuwana X didamping oleh GK Ratu Hemas yang saat itu berkenan memberi nama Pasar
Harjonagoro (Kajawen, 14 Januari 1930 ).