You are currently viewing Monumen Agung DI Lembah Para Dewa

Monumen Agung DI Lembah Para Dewa

Sejak dahulu kala nenek moyang kita telah mampu mengembangkan budaya dan teknologi. Antara lain mereka mengadaptasi arsitektur India kedalam gaya arsitektur Indonesia. Salah satu buktinya adalah beragam bangunan monumental yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar monumen yang kita kenal sebagai candi, ditemukan di pulau jawa termasuk di perbatasan propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Candi2 ini dibangun pada masa kerajaan mataram kuno, abad 8 sampai dengan 10 M yang diperintah oleh raja-raja beragama Hindu dan Budha.

Antara lain:

Rahyangkara I Hara

Rake Dyah Panangkaran

Rake Panaraban

Rake Warak Dyah Manara

Dyah Gula

Rake Garung

Rake Pikatan Dyah Saladu

Rake Kayu Wangi Dyah Lokapala

Dyah Tagwas

Rake Panuwangan Dyah Dewandra

Rake Gurunwangi Dyah Bhadra

Rake Wungkalhumalang Dyah Jbang

Rake Watukura Dyah Balitung

Dalam sistem hukum kerajaan masa itu, raja mempunyai hak membangun candi. Kesejahteraan ekonomi dan kestabilan politik juga memungkinkan raja-raja di kerajaan mataram kuno membangun candi-candi. Maka terbentuk suatu kawasan yang kini dikenal sebagai Kawasan Prambanan. Kawasan yang kini dijuluki Lembah para dewa ini, letaknya sekitar 11 kilometer di timur kota Yogyakarta. Terhampar sepanjang lembah sungai opak meliputi radius 5 kilometer  dan mencakup wilayah yang dulu dikenal sebagai dataran rendah prambanan  hingga dataran tinggi atau plateu siwa.

Candi-candi di kawasan prambanan adalah :

Candi Kalasan. Dibangun sekitar tahun 778 M pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran

Candi Sewu dibangun sekitar tahun 792 M juga masa pemerintahan  Rakai Panangkaran

Candi Prambanan dibangun sekitar tahun 856 M pada masa pemerintahan Rakai Pikatan

Selain itu ada candi lumbung, candi plaosan lor, candi plaosan kidul, candi sojiwan, kraton ratu boko, candi ijo, candi banyunibo, candi barong, candi sari, candi sambisari dan candi kedulan. Candi dan bangunan lain di sekitarnya adalah replika alam semesta dengan sebuah benua pusat dan gunung meru yang dikelilingi tujuh samudra dan tujuh rangkaian pegunungan. Benua pusat dan gunung meru dilambangkan dengan candi induk. Tujuh samudera dilambangkan oleh pagar candi induk, halaman-halaman candi induk dan candi perwara. Sedangkan tujuh pegunungan dilambangkan oleh candi-candi perwara.

Candi adalah replika gunung, maka candi selalu didirikan dengan orientasi gunung dan dipercaya sebagai rumah para dewa serta sumber kesejahteraan manusia. Tetapi banyak juga yang percaya bahwa selain gunung, sumber kehidupan adalah air yang mengalir dari gunung. Maka para penguasapun membangun candi sebagai tempat pemujaan para dewa didekat air yang mengalir dari gunung. Air kehidupan yang dikirim para dewa. Disamping sebagai tempat pemujaan, ada pula candi yang yang berfungsi sebagai wihara atau tempat tinggal para biarawan  dan crematorium

Struktur candi merupakan simbolisasi hubungan manusia dan dewa. Secara vertikal, candi terbagi menjadi 3 bagian yakni kaki, tubuh dan atap candi. Ini melambangkan tiga dunia. Kaki candi adalah lambang dunia bawah, tempat kehidupan manusia atau bhurloka.  Pada candi hindu, di bagian tengah kaki candi ada sumuran, yang ditanami peripih berisi logam, batu mulia dan biji-bijian. Inilah media bagi dewa merasukkan zat inti kedewaannya. Tubuh candi melambangkan dunia tengah. Tempat kehidupan manusia yang sudah disucikan atau bhuwarloka. Disini terdapat garbagraha atau bilik,  tempat arca dewa atau simbolnya disemayamkan.

Arca-arca yang terdapat pada candi hindu antara lain : Syiwa, Durga, Brahma, Wisnu, Agastya, Ganesha, dan Simbol Lingga Yoni. Sedangkan arca-arca pada candi budha meliputi : Dhyani Budha, Bodhisatwa dan Manushi Budha Bagian paling atas dari bangunan candi adalah atap. Melambangkan dunia atas tempat para dewa atau SwarLoka. Pada candi budha, puncak atapnya disebut stupa. Sedangkan atap candi hindu umumnya disebut  meru. Variasi atap candi hindu yang dikenal sebagai ratna, hanya ditemukan di candi prambanan. Atap meru pada candi-candi hindu, bentuknya bermacam-macam. Begitu pula pada candi Budha. Bentuk stupanya berbeda-beda. Bentuk tubuh candi juga tak sama. Ada yang bujur sangkar, ada yang persegi panjang. Selain itu, variasi juga tampak pada bagian relung di sisi luar bagian candi utama. Relung ini kemudian berkembang menjadi penampil dan berdampak mengubah denah candi. Yang awalnya bujur sangkar, menjadi palang yunani. Palang sama panjang.

  • Candi Sambisari
  • Candi Kalasan
  • Candi Prambanan
  • Candi Sewu

Bangunan candi yang diduga berfungsi wihara, biasanya berupa bangunan bertingkat. Pada tiap tingkat, ada jendela-jendela untuk sirkulasi udara dan pencahayaan. Pada bagian kaki candi, variasi muncul pada  profil yang terdiri atas gabungan antara pelipit lurus dan pelipit lengkung. Ornamennya juga bervariasi.ornamen fabel pada candi sojiwan. Candi prambanan memiliki ornamen yang spesifik. Disebut, motif prambanan.  Yang menarik, beberapa candi tidak memiliki bagian kaki. Hanya ada batur, tubuh dan atap candi. Sedangkan Keraton Boko yang bercorak hindu, meskipun disebut candi, sesungguhnya merupakan bangunan hunian berupa kompleks istana. Tempat tinggal raja dan keluarganya.

Bangunan-bangunan yang terdapat pada keraton boko antara lain adalah :

  1. Gerbang utama,
  2. candi pembakaran,
  3. serambi depan,
  4. pendopo keraton,
  5. keputren,
  6. altar kecil,
  7. kolam pemandian,
  8. podasi ruang pertemuan keluarga kerajaan
  9. sumur suci dan dua gua tempat bermeditasi

Keragaman arsitektur di kawasan prambanan ini bukanlah perkembangan kronologis melainkan kekayaan gaya arsitektur pada zaman mataram kuno. Kemegahan candi-candi ini tentu tidak lepas dari proses dan teknik pembuatannya. Pada awalnya, raja menunjuk seorang pendeta mencari  lokasi yang tepat untuk mendirikan candi.

Setelah lahan ditemukan, pendeta menentukan denah halaman candi berdasarkan arah mata angin utama. Caranya, ia menancapkan tongkat pada titik yang akan digunakan sebagai pusat halaman candi. Pada candi hindu, titik ini sangat disakralkan sehingga justru tidak menjadi bagian candi dan biasanya ditandai dengan lingga pathok atau sudolingga. Setelah lokasi ditentukan, batu-batu diangkat dari sungai terdekat dan dibawa kesekitar lahan pendirian candi.

Pondasi candi dibuat pada kedalaman antara 1,5 sampai 2 meter, dengan menyusun kerikil dan pasir  secara horizontal seluas halaman utama candi. Tebalnya, disesuaikan dengan dengan tinggi dan besar candi. Batu-batu disusun dan dihubungkan secara horizontal maupun vertikal dengan berbagai sistem pen kait. Pada titik-titik tertentu, dipasang batu pengunci, agar kaitan tidak tergoyahkan.

Pada bagian atap candi, batu-batu disusun dengan teknik lengkung semu yang membentuk sungkup, kemudian dikunci dengan batu penutup sungkup supaya ikatan batu menjadi kokoh. Batu penutup sungkup inilah yang menjadi titik kekuatan atap candi. Setelah candi berdiri utuh, proses pemahatan ornamen dan relief dilakukan mulai dari bagian atas candi.

Proses ini melibatkan biarawan ahli sastra dan arsitek selaku pembuat konsep. Setelah konsep disusun, pemahat kasar mulai membentuk figur maupun ornament. Ornamen ataupun relief kasar ini kemudian diperhalus lagi oleh pemahat detail. Agar lebih indah, beberapa relief diberi lapisan plester.

Candi-candi bercorak hindu dan budha di kawasan Prambanan ini membuktikan luasnya wilayah kekuasaan kerajaan mataram kuno, sekaligus merupakan mahakarya yang menampilkan kesatuan mendasar dengan menggabungkan berbagai aspek, simbol, keindahan, fungsi dan teknik bangunan. Sudah selayaknya bila candi-candi di Lembah Para Dewa ini ditetapkan sebagai karya monumental, karena menyimpan berbagai nilai penting.

Oleh sebab itu, kawasan prambanan ini sepantasnya ditonjolkan dan digarap secara komprehensif sebagai museum arsitektur candi yang diakui menjadi warisan dunia. Jalan kesana masih panjang. Tetapi marilah mulai melangkah hari ini.