You are currently viewing Masjid Agung Surakarta

Masjid Agung Surakarta

Keberadaan Masjid Agung Surakarta  tidak dapat lepas dari adanya Keraton Surakarta. Dalam Babad Giyanti disebutkan Keraton Surakarta didirikan  pada masa pemerintahan Raja Susuhunan Pakubuwono II.  Keraton dibangun mengikuti pola keraton sebelumnya yaitu  keraton Kartasura. Dalam pembangun ibu kota kerajaan yang didahulukan adalah pendirian keraton kemudian baru bangunan  kelengkapan yang lain. Demikian pula dengan keraton  Surakarta, di dalam Babad Mangkubumi dituliskan bahwa inti keraton dibangun pada tahun 1695 J atau 1769 M  sedangkan  masjid agung didirikan pada tahun 1699 J atau 1773 M (Ricklefs: 1974, 166).

Pada masa lalu, Masjid Agung Surakarta dapat digolongkan sebagai masjid agung kerajaan atau masjid agung negara. Sebab pada masa lampau segala keperluan masjid baik biaya pemeliharaan, gaji pegawai maupun alat-alat perlengkapan disediakan oleh kerajaan. Demikian pula penghulu masjid adalah abdi dalem yang diberi gelar nama Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom.

Adanya perubahan situasi kenegaraan membawa perubahan pada status Masjid Agung Surakarta. Sebelum kemerdekaan  Indonesia, Masjid Agung,  Madrasah Mamba’ul Ulum , Masjid Kepatihan dan Masjid  Laweyan berada dalam kekuasaan  Parentah Karaton Surakarta, setelah proklamasi masjid-masjid tersebut diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia  cq. Kementrian Dalam Negeri, pengelolaannya diserahkan kepada Kementerian Agama.  Sejak tahu 1988 dengan adanya Keputusan Presiden   yang antara lain menyatakan bahwa  kekuasaan keraton dari Alun-alun Utara ke Alun-alun Selatan  dikembalikan ke keraton ,  maka Masjid Agung kembali di bawah  kewenangan Parentah Karaton Surakarta.

Bangunan Masjid

Bangunan Masjid Agung Surakarta secara keseluruhan  berupa suatu bangunan tajug yang beratap tumpang tiga  dan berpuncak tumpang tiga. Bangunan masjid Agung secara garis besar terdiri  atas

  • Serambi
  • Ruang sholat utama
  • Ruang pawestren, balai musyawarah dan ruang jagaswara. .
  • Bangunan samping yang berupa tempat wudhu bagi pria maupun wanita

Bangunan – bangunan kelengkapan masjid.

  • Menara Adzan
  • Tugu jam istiwak
  • Gapura dan pagar keliling
  • Dua buah bangunan pagongan
  • Bangunan bekas istal kuda dan garasi kereta raja
  • Bangunan KUA dan Poliklinik (bangunan baru)
  • Bedug dan kentongan
  • Bangunan Gedang Selirang
  • Gedung Madrasah Mamba’ul Ulum
  • Bangunan pondok pesantren
  • Makam yang terdapat dibelakang masjid
  • Kelir / dinding penutup

(Disarikan dari laporan-laporan BPCB Jateng)