You are currently viewing Candi Wurung Kabupaten Purbalingga, Akhirnya Terjawab

Candi Wurung Kabupaten Purbalingga, Akhirnya Terjawab

Oleh: Junawan

Candi Wurung terletak di perbukitan Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, tepatnya pada koordinat 7°15’17.124”s 109°24’11.448”e. Penyebutan Candi Wurung sebenarnya telah lama dikenal oleh masyarakat setempat. Candi Wurung merupakan bebatuan yang sebagian besar berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran bervariasi antara 1-2 meter. Bebatuan ini menjadi tampat dipermukaan karena tanah bukit yang tersingkap dan selanjutnya ditampakkan oleh masyarakat.

Pemerintah desa dan masyarakat berkeinginan untuk mengelola lokasi ini sebagai destinasi pariwisata jika bebatuan ini merupakan situs bersejarah atau cagar budaya. Oleh karena itu Kepala Desa Ponjen mengirimkan surat kepada Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah dengan Nomor 17/PEMDESPONJEN/I/2020 tanggal 13 Januari 2020. Pada tanggal 21 Januari 2020, Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melakukan survei lokasi dengan Surat Tugas Nomor: 0659/F7.4/KP/2020.

Pengumpulan data dilakukan di dua lokasi, yaitu lokasi batu yoni dan candi wurung. Sebelum melakukan survei ke lokasi terlebih dahulu berkoordinasi dengan Kepala Desa Ponjen untuk mengetahui latar sejarah penemuan dan perencanaan ke depan perihal Candi Wurung. Koordinasi dan survey juga dihadiri oleh perwakilan Dinas Kebudayaan Kab. Purbalingga, TACB Kab. Purbalingga, Kapolsek Karanganyar, Museum Soegarda Purbalingga dan masyarakat.

Yoni

Yoni (gambar 1) berada di halaman rumah penduduk RT 01 RW 03. Masyarakat setempat menyebutnya dengan “watu kentheng”. Kondisi Yoni pada saat di temukan sudah patah menjadi beberapa bagian, namun sudah di sambung oleh masyarakat. Bagian cerat yoni tidak diketemukan. Pihak desa berkeinginan untuk merawat yoni untuk tetenger desa, mengingat di wilayah ini temuan yoni tidak ada.

(Yoni Ponjen)

Survei Candi Wurung

Untuk mencapai lokasi dapat ditempuh dengan berjalan kaki lebih kurang 1,5 jam dengan kondisi mendaki perbukitan. Pada perjalanannya melalui persawahan, sungai-sungai kecil, bebatuan besar, dan singkapan-singkapan tanah yang menampakkan lapisan bebatuan.

Setelah sampai di lokasi, benar yang telah diceritakan Kepala Desa bahwa bebatuan sebagian besar berbentuk empat persegi panjang. Kondisi bebatuan masih terdapat yang tersusun rapi namun juga ada yang sudah tergelincir ke bawah lereng sehingga tidak beraturan. Selain itu juga tampak bebatuan dalm kondisi rekah.

(Batu kolom persegi panjang yang sudah tergelincir)

Survei Lingkungan

Survei lingkungan dilakukan untuk mengetahui adanya indikasi kehidupan di lokasi dimaksud. Target survey lingkungan adalah untuk mencari adanya artefak (benda yang dibuat dan dimodifikasi oleh manusia), ekofak/biofak (komponen biota dan abiota yang tidak dibentuk oleh manusia tapi berhubungan langsung dengan aktivitas manusia) seperti arang, rangka, tanduk), dan fitur (sisa-sisa kegiatan manusia yang karena ukuran dan kondisinya tidak dapat dipindahkan) seperti rona pada tanah dan lanskap buatan. Hasil dari survei lingkungan tidak ditemukan adanya ketiga aspek tersebut.

(Perjalanan ke Candi wurung melalui singkapan bukit berupa batuan)

ANALISIS

Yoni

Yoni dalam mitologi Hindu merupakan lambang kesuburan yaitu perwujudan dari Dewi Parwati istri Siwa. Yoni ini adalah tumpuan atau landasan arca atau lingga yang merupakan perwujudan dari Siwa. Bersatunya yoni dan lingga merupakan pertemuan purusa dan pradhana yang merupakan symbol kesuburan sehingga muncul kehidupan baru. Sehingga Yoni dan lingga sering ditempatkan pada wilayah pertanian atau pemujaan para petani masa itu.

Yoni di Desa Ponjen berdasarkan informasi dari masyarakat tidak ada indikasi adanya bangunan candi, hal ini juga didukung informasi bahwa dahulu lokasi tersebut atau disekitarnya merupakan area pertanian. Sehingga dimungkinkan keberadaan yoni tersebut berfungsi sebagai pemujaan para petani masa itu.

Keberadaan Yoni di wilayah ini menjadi penting mengingat belum ditemukan yoni lainnya. Selain itu juga dapat menjadi petunjuk adanya pendukung agama Hindu di wilayah tersebut.

Bebatuan Candi Wurung

Bebatuan ini mulai tampak ketika terjadi singkapan tanah yang diakibatkan oleh erosi permukaan tanah. Bebatuan yang tampak adalah bebatuan yang masih dalam posisinya/teratur dan tidak beraturan. Bebatuan yang masih pada posisinya terletak di bagian atas bukit, sedangkan yang tidak beraturan berada di bawahnya. Hal ini menunjukkan bahwa bebatuan yang tidak beraturan sudah mengalami pergelinciran dari atas ke bawah.

Identifikasi diawali dengan analisa bebatuan yang masih pada posisi teratur. Diketahui bahwa bebatuan yang masih teratur ini tidak menunjukkan adanya indikasi intervensi manusia atau sengaja disusun untuk tujuan tertentu. Identifikasi lainnya adalah terdapat lempeng batu di lokasi tersebut dalam kondisi masih rekah lurus. Diduga rekah lurus ini lambat laut juga akan membentuk seperti bebatuan yang ada di atasnya.

Berdasarkan fenomena tersebut dapat dibandingkan dengan fenomena geologi yang ada pada peristiwa columnar joint. Pengertian columnar joint adalah struktur geologi dimana terdiri dari kolom/tiang yang membentuk sisi-sisi 3-12 sisi dan pada umumnya 4 dan 6 sisi. Terpisah oleh patahan atau retakan pada batuan yag terbentuk ketika batuan tersebut mengalami pengkertutan oleh hilangnya suhu secara gradasional, terjadi selama proses pendinginan.

Dugaan adanya fenomena geologi berupa columnar joint Candi Wurung ini didukung dengan dingkapan-singkapan tanah berupa lempeng batu yang dalam proses rekah. Data dukung lainnya adalah selama survey lingkungan tidak diketemukan adanya artefak, ekofak, dan fitur arkeologi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari pengumpulan data, analisis dan perbandingan, maka dapat disimpulkan bahwa : Yoni di RT 01 RW 03 Ponjen adalah media pemujaan kesuburan untuk pertanian. Keberadaan yoni di lokasi ini menjadi penting sebagai petunjuk adanya pendukung budaya hindu pada masa lalu. Lokasi yang disebut sebagai Candi Wurung adalah fenomena geologi berupa columnar joint.