You are currently viewing “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” Bagian XI Masjid Agung Demak

“Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” Bagian XI Masjid Agung Demak

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah pada tahun 2019 kembali menerbitkan sebuah buku. Buku ini berjudul “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah”. Buku ini diterbitkan guna memeberikan informasi singkat tentang cagar budaya peringkat nasional berupa bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya yang berada di wilayah Jawa Tengah.

Buku ini diterbitkan dalam dua versi bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Halaman-halaman pada buku ini banyak dipenuhi dengan foto-foto yang diharapkankan dapat menarik bagi pembaca dan tidak membosankan.

Buku “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” akan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Sebagian buku ini telah dikirim kepada sekolah, dinas, dan perpustakaan yang telah ditunjuk. Pada saat Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah mengadakan even, buku ini juga akan dibawa dan dibagikan. Bagi sekolah ataupun perpustakaan yang menginginkan buku ini, dapat mengajukan permohonan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melalui Surat. Bagi masyarakat yang ingin membac secara online juga dapat membaca melalui laman kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng karena materi buku ini akan diunggah bagian perbagian. Selamat membaca.

Masjid Agung Demak berdiri erat kaitannya dengan keberadaan Kesultanan Demak yaitu kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa sekitar abad 15 Masehi. Raden Patah merupakan penguasa Demak pertama yang berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya. Penguasa kedua adalah Pangeran Sabrang Lor, sedangkan penguasa ketiga adalah Sultan Trenggono.  Satu-satunya bangunan yang  masih tersisa dari Kesultanan Demak ini adalah Masjid Agung Demak.

The Great Mosque of Demak was closely related with the existence of Demak Sultanate as first Islamic Kingdom in Java Island around 15th century AD. Raden Patah, the first King of Demak was student of Sunan Ampel in Surabaya. The second governance was Prince Sabrang Lor, and followed as third governance was Sultan Trenggono. The only building left from Demak Sultanate is the Great Mosque of Demak.