You are currently viewing “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” Bagian X Candi Sukuh

“Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” Bagian X Candi Sukuh

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah pada tahun 2019 kembali menerbitkan sebuah buku. Buku ini berjudul “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah”. Buku ini diterbitkan guna memeberikan informasi singkat tentang cagar budaya peringkat nasional berupa bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya yang berada di wilayah Jawa Tengah.

Buku ini diterbitkan dalam dua versi bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Halaman-halaman pada buku ini banyak dipenuhi dengan foto-foto yang diharapkankan dapat menarik bagi pembaca dan tidak membosankan.

Buku “Cagar Budaya Nasional Jawa Tengah” akan dibagikan secara gratis kepada masyarakat. Sebagian buku ini telah dikirim kepada sekolah, dinas, dan perpustakaan yang telah ditunjuk. Pada saat Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah mengadakan even, buku ini juga akan dibawa dan dibagikan. Bagi sekolah ataupun perpustakaan yang menginginkan buku ini, dapat mengajukan permohonan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah melalui Surat. Bagi masyarakat yang ingin membac secara online juga dapat membaca melalui laman kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng karena materi buku ini akan diunggah bagian perbagian. Selamat membaca.

Komplek Candi Sukuh didirikan pada abad ke-15 M, pada masa pemerintahan Suhita, ratu Majapahit yang memerintah tahun 1429-1446.  Komplek candi menghadap ke barat dengan susunan halaman terdiri dari tiga teras. Ketiga teras tersebut melambangkan tingkatan menuju kesempurnaan. Relief yang terdapat di komplek tersebut juga melambangkan ketiga dunia, yaitu dunia bawah dilambangkan dengan relief Bima Suci, dunia tengah dilambangkan dengan relief Ramayana, Garudeya, dan Sudhamala, dunia atas dilambangkan dengan relief Swargarohanaparwa. Penggambaran ketiga dunia pada relief-relief tersebut menunjukkan tahapan yang harus dilalui manusia untuk mencapai nirwana.

This monument was built around fifteenth century (AD), when Suhita ruled Majapahit during 1429-1446. Facing to the west consisting three leveled terraces, the complex symbolizes some levels to attain perfection in life. The levels are also symbolized by some reliefs which explain the existing of three worlds (levels of life). The under world is represented by the Sacred Bima, the middle world is represented by Ramayana, Garudeya and Sudhamala and the above world is represented by Swargarohanaparwa. This symbolization of the three worlds shows the step which human must pass to go to nirvana (heaven).

Relief Cerita Sudhamala

Mengisahkan pembebasan dewi Durga yang dikutuk oleh dewa Siwa karena berbuat salah dan diharuskan hidup di dunia sebagai raksasa. Dewi Uma dibebaskan dari mala (kutukan tersebut) oleh Sudamala (Sadewa) dengan upacara ruwatan sehingga dapat menjelma kembali menjadi dewi Durga yang cantik dan kembali ke kayangan.

Sudhamala Relief

Sudamala Relief tells the story about the liberation of Durga cursed by Siwa because of her mistake. She lived in the real world as a giant. Uma was liberated from her sin by Sudamala (Sadewa) using purification ritual. After the ritual, Uma turned into goddess and returned to heaven.