Bhairawa

Bhairawa adalah salah satu bentuk ugra atau ghora dari Siwa. Dalam wujud Bhairawa, Siwa mempunyai bentuk yang demonik, cirinya adalah mempunyai taring. Kadang-kadang Bhairawa bahkan digambarkan tanpa busana dan memakai perhiasan yang seram, berbentuk tengkorak dan ular. Keberadaan Bhairawa menunjukkan keberadaan sekte Saiwa yang khusus memuja Bhairawa.

Bhairawa juga merupakan sebutan salah satu aliran di dalam Tantrisme yang digolongkan ke dalam wamasakta, yaitu tantrisme kiri yang inti ajarannya adalah mencapai kamoksan melalui praktek pancamahatattwa. Awam mengenal pancamahatattwa sebagai panca ma atau ma lima, yang terdiri atas madya, mamsa, matsya, maithuna, dan mudra. Praktek panca ma tersebut dilakukan sebagai ritual untuk mencapai kamoksan melalui trance. Kertanegara dari Kerajaan Singasari diketahui merupakan salah satu raja yang menganut aliran ini.

Keberadaan Bhairawa juga terkait dengan perebutan posisi yang paling berpengaruh antara Brahma dan Siwa. Siwa muncul sebagai Brahmasiraschhedakamurti, yaitu bentuk ugra Siwa yang memotong kepala kelima Brahma. Dengan demikian, secara tidak langsung disebutkan bahwa Siwa lebih superior dibandingkan dengan Brahma.

Sebagai aspek Siwa, tentu penggambaran Bhairawa membawa atribut Siwa, misalnya adalah jatamakuta, trisula, jnananetra, dan ajina. Di sisi yang lain, Bhairawa pun memiliki laksana sendiri yang berbeda dari Siwa, misalnya mempunyai taring sebagai ciri aspek demoniknya, wahana-nya srigala, dan menggunakan perhiasan tengkorak.

Salah satu penggambaran Bhairawa yang ditemukan pada periode Jawa Tengah Kuna adalah yang ditemukan di Sindumartani, Ngemplak, Sleman. Arca tersebut kini disimpan di ruang koleksi Kantor BP3 DIY. Tokoh yang diidentifikasikan sebagai Bhairawa ini digambarkan sebatas pinggang ke atas. Digambarkan berwajah raksasa, mengenakan jatamakuta, dan merepresentasikan sikap tangan katakamudra, yang menjadi salah satu laksana Bhairawa (Buku Dewa Dewi Masa Klasik terbitan BPCB Jateng).