ASISTENSI DALAM RANGKA PENILAIAN DAMPAK RENBANG GEDUNG BANK JATENG (BPD) KABUPATEN BOYOLALI

Untitled-7

(BPCB Jateng) Pada tanggal 10 Desember 2013, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Boyolali melayangkan Surat dengan nomor 430/2318/19/2013 tentang Pemberitahuan bahwa Gedung Bank Jateng  Boyolali yang terletak di Jl. Pandanaran Boyolali akan terkena dampak pembangunan / revitalisasi Jalan Simpang Lima di Jl. Pandanaran Boyolali. Oleh karena itu Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah diminta untuk memberikan informasi status bangunan termasuk cagar budaya atau tidak.

Menindaklanjuti surat tersebut, kami melakukan peninjauan lapangan serta observasi  terhadap bangunan Gedung Bank Jateng Boyolali / BPD yang rencananya terkena dampak pembangunan / revitalisasi Jalan Simpang Lima di Jl. Pandanaran Boyolali dan Peninjauan bangunan Kantor Kecamatan Juwangi Kabupaten Boyolali yang rencananya akan dibangun.  Hasil observasi ini diharapkan dapat memberikan arahan teknis pelestarian dan pengembangannya.

Gedung Bank Jateng (BPD) Boyolali berada di Jl. Pandanaran Boyolali. Secara koordinat, gedung berada di 7°31’56″S 110°36’3″E. Secara Administratif, beralamat di Pulisen, Boyolali. Adapun batas-batas bangunan antara lain:

Sebelah utara               : Jl. Merbabu / Bioskop Sono Sundoro

Sebelah timur              : Jl. Pandanaran / Taman Kota Sono Kridanggo

Sebelah selatan            : Jl. Merapi / Pengadilan Agama

Sebelah barat               : Jl. Melati / Tangsi tentara

Untitled-1

Keberadaan gedung-gedung bergaya kolonial di Boyolali tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang dilahirkan dari Kasunanan Surakarta, seperti pembentukan Kabupaten Gunung Pulisi dan nantinya akan berkembang menjadi Kabupaten Pangreh Projo bersamaan dengan terbentuknya pengadilan Pradoto. Secara administratif, Gedung Bang jateng Boyolali / BPD berada di Kampung Pulisen. Wilayah tersebut semula merupakan tempat abdi dalem Gunung Pulisi.

Masa pemerintahan Gunung Pulisi sendiri terjadi antara tahun 1840 – 1918). Hal ini dilatarbelakangi sejak Pemerintahan PB IV yang mulai menunjukkan kemerosotan. Pada tahun 1809 terdapat perjanjian dengan Gubernur Jendral Daendels, yang salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah Sunan membiayai pembangunan loji di Boyolali dan perbaikan jalan Surakarta-Semarang dan Surakarta-Yogyakarta. Berkaitan dengan tanggung jawab Sunan yang harus memperbaiki jalan dan jembatan, maka didirikan pos2 keamanan untuk menjaga lalu lintas barang di Surakarta. Pos-pos tersebut didirikan di 6 kabupaten, yaitu Kabupaten Kota Surakarta, Kartasura, Klaten, Boyolali, Ampel, dan Sragen. Wilayah-wilayah ini dikepalai oleh seorang Bupati Gunung Pulisi yang berada di bawah perintah patih kerajaan.

Sampai dengan tahun 1854, masih banyak abdi dalem Gunung Pulisi yang bertempat tinggal di Kutagara, sehingga terjadi banyak pelanggaran di daerah. maka dibentuk Asisten Residen dan Peradilan Perdata Kabupaten yang dipimpim Tumenggung Pulisi. Kabupaten Gunung Pulisi berkembang menjadi Kabupaten Pangreh Praja bersamaan dengan pembentukan Pengadilan Pradata Kabupaten dan Asisten Residen di kabupaten-kabupaten tersebut.. Lembaga tersebut dipimpin oleh Patih (dengan gelar Raden Adipati). Pada tahun 1873, terjadi pembagian daerah yang lebih kecil disebut distrik. Kabupaten Boyolali dibagi menjadi 5 distrik, yaitu Boyolali, Tumang, Banyudono, Koripan dan Jatinom.

Terkait dengan hal di atas, di Boyolali, terutama komplek Pulisen mulai berdiri beberapa bangunan, antara lain:

–     Pos pos keamanan seperti benteng dan tangsi tentara pada tahun 1914.

Benteng di Boyolali bernama “Benteng Renovatum”[1] semula berdiri di lokasi yang sekarang digunakan sebagai Taman Kota Sono Kridanggo, sedang tangsi tentara masih berdiri sampai sekarang di Jl. Melati, tepat di belakang Gedung Bank Jateng Boyolali / BPD.

–     Pengadilan dibangun bersamaan dengan pembentukan Pengadilan Pradata. bangunan ini didirikan tepat di sebelah selatan Gedung Bank Jateng Boyolali / BPD.

–     Di samping itu tumbuh bangunan-bangunan yang digunakan untuk pemerintahan, seperti:

  • Kepatihan, yang sekarang berfungsi sebagai Bank Bumi Daya Cab. Boyolali,
  • Rumah Asisten Wedono, yang sekarang berfungsi untuk Rumah Sakit Natalia,

–     Pelayanan kesehatan yang selama abad 19  dipercayakan sepenuhnya kepada pelayanan kesehatan militer[2].

  • Militair Geneeskundige Dienst, Pada bulan Juli tahun 1808 keluarlah sebuah peraturan yang membentuk sebuah institusi pertama yang khusus menangani masalah kesehatan di Nusantara. Bangunan ini menempati lokasi yang sekarang dimanfaatkan sebagai Dinas Kesehatan Boyolali.
  • Rumah Sakit. bangunan bekas rumah sakit saat ini dimanfaatkan sebagai Kantor Asuransi Bringin Life.

–     Tempat Hiburan / Societed. masyarakat menyebutnya sebagai Kamar Bola. Bangunan ini sekarang dimanfaatkan sebagai Gedung Bank Jateng (BPD) Boyolali.


[1] http://eprints.uns.ac.id/3573/1/66061806200911171.pdf

[2] http://www.academia.edu/4598877/Pelayanan_Kesehatan_Rumah_Sakit_Pada_Masa_Kolonial

Gedung dibangun pada awal abad XX. Semula bangunan ini difungsikan sebagai tempat hiburan kaum Eropa. Masyarakat menyebutnya sebagai Kamar Bola. Pada tahun 1957, gedung difungsikan sebagai SGA (Sekolah Guru Atas) dan sekolah lanjutan dari SGB (Sekolah Guru Bantu). Lulusan dari sekolah ini nantinya mengajar sekolah setingkat SD. Pemerintah kemudian membagi nama SGA (Sekolah Guru Atas menjadi SPG (Sekolah Pendidikan Guru), SGO (Sekolah Guru Olah Raga dan SGA (Sekolah Guru Agama). Pada paruh pertama tahun 1990-an semua Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) ditutup. Penutupan lembaga pendidikan tersebut beralasan bahwa jenjang pendidikan dasar sudah tidak layak lagi diajar oleh guru-guru tamatan SPG yang notabene hanya berjenjang pendidikan menengah. Pasca penutupan SPG, gedung digunakan untuk SMA 3 Boyolali.

Bangunan Bank Jateng ini berorientasi ke arah Timur-Barat. Bedasarkan pada hasil peninjauan, gedung ini denah bangunan berbentuk leter “L”. Bangunan ini memiliki dua ruangan depan. Ruangan utama (depan) berada di sisi timur menghadap Jl. Pandanaran, sedangkan ruangan depan yang lainya menghadap selatan  ke arah Jl. Merapi.

Berdasarkan pada denahnya, Bangunan  Bank Jateng yang asli memiliki 8 ruangan. Pada saat ini memiliki denah bujursangkar dan memiliki dimensi ukuran: 27,73 Meter  x 25,03 Meter.  Sedangkan denah bangunan lama (asli) memiliki denah leter “L” dan memiliki dimensi ukuran: 23,38 Meter  x 13,75 Meter.

Untitled-2

Penambahan ruangan baru pada bangunan lama terutama dibangun pada bagian sisi timur dan tenggara. Bangunan baru ini dibangun dengan cara menyambungkan bagian atap banguan baru (atap cor beton) dengan bagian bubungan bangunan lama. Bangunan baru yang dibangun diupayakan tidak merubah bangunan lama dan style atau gaya bangunan tersebut disamakan dengan bangunan yang lama.

Keaslian Bangunan Bank Jateng masih dapat ditelusuri dari beberapa bagian b angunan, seperti:

  1. Bagian pintu dan jendela bangunan. Beberapa bagian pintu dan jendela masih menyisakan baik pintu yang asli maupun bagian kusennya saja.
  2. Bagian atap bangunan masih menampakkan struktur aslinya. Penambahan bagian atap hanya sebatas ditempelkan pada dinding luar bangunan tampa merubah bagian atap yang asli.
  3. Hiasan pada bagian atap bangunan (timpanon) masih merupakan hiasan aslinya. Untuk timpanon sisi timur dan barat memeiliki kesamaan hiasan,  yaitu: hiasan lobang ditengah dan diapit oleh dua segitiga sebangun dengan sisi sudut kanan dan kiri timpanon tersebut. Sedangkan untuk hiasan timpanon sisi selatan hanya terdapat hiasan sebuah lobang saja.Untitled-3 Untitled-4Perubahan yang tedapat pada Bangunan Eks SPG semasa dipergunakan sebagai Bank Jateng adalah sebagai berikut:
    1. Penambahan ruang disekeliling bangunan lama. Penambahan bangunan baru disekeliling bangunan lama adalah dengan menambahkan pada sisi timur  berupa penambahan ruang, sisi selatan berupa penambahan ruang, sisi barat berupa penambahan atap tritisan, dan sisi utara berupa penambahan ruang
    2. Bagian langit-langit bangunan terdapat  langit-langit yang berbeda. Di beberapa ruang langit-langit bangunan menggunakan eternit kotak, sedangkan di beberapa ruang yang lain menggunakan gypsum. Selain itu juga dipasang beberapa lampu yang dimaksudkan untuk memperindah ruangan.
    3. Lantai bangunan lama telah diganti dengan menggunakan lantai keramik.
    4. Penambahan banguan baru di sekeliling Bangunan Bank Jateng (BPD) Boyolali. Penambahan bangunan baru tersebut adalah: bangunan Musholla di sebelah utara bangunan induk, pos keamanan yang dibangun di sebelah tengara bangunan induk dan bangunan kantor tambahan dan ruang ATM di sebelah selatan bangunan induk.

    Untitled-5

    Untitled-6

 

Bangunan Eks SPG (bank Jateng) Kabupaten Boyolali memiliki nilai penting yang tinggi bagi sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan teknologi yang kesemuanya mendukung nilai penting penguatan jati diri bangsa maka, bangunan viaduct dapat diduga sebagai cagar budaya yang keberadaannya dilindungi Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya dengan penjelasan sebagai berikut:

1.      NILAI USIA

Gedung dibangun pada awal abad XX. Semula bangunan ini difungsikan sebagai tempat hiburan kaum Eropa. Masyarakat menyebutnya sebagai Kamar Bola. Pada tahun 1957, gedung difungsikan sebagai SGA (Sekolah Guru Atas) dan sekolah lanjutan dari SGB (Sekolah Guru Bantu), dan kemudian beralih fungsi sebagai Gedung SPG, dengan demikian telah berumur lebih dari 50 tahun sesuai dengan kaidah dugaan cagar budaya yang dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 11 tahun 2010.

2.      NILAI GAYA

Gaya bangunan indis dengan hiasan bubungan atap (timpanon) berupa lobang yang diapit oleh dua segitiga sebangun merupakan salah satu gaya yang menunjukkan ciri abad XX awal.

3.      NILAI ARTI KHUSUS

Bangunan Eks SPG (bank Jateng) Kabupaten Boyolali memiliki arti khusus:

  1. Bagi Sejarah yaitu: menggambarkan daerah pada masa itu kota Boyolali telah mulai tertata sebagai salah Satu kota modern pada awal abad XX.
  2. Bagi Pendidikan yaitu: Perubahan fungsi bangunan yang semula sebagai tempat hiburan kaum Eropa kemudian berubah menjadi sarana pendidikan semenjak tahun 1957 hingga tahun 1989/1990 menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat Kabupaten Boyolali.
  3. Bagi Ilmu Pengetahuan yaitu: Bangunan Bank Jateng merupakan bangunan dengan ciri hiasan timpanon yang hanya ada satu dan karena letaknya di tengah kota, maka bangunan tersebut dapat menjadi landmark kota Boyolali.
4.      NILAI PENGUATAN JATI DIRI BANGSANilai budaya yang bermanfaat bagi penguatan jati diri bangsa adalah adanya upaya memitik beratkan pelaksanaan pendidikan di kabupaten Boyolali hingga ke tingkat Pendidikan Guru.

 

Kesimpulan.

Bangunan Bank Jateng (BPD) Boyolali memiliki nilai kesejarahan yang cukup tinggi dan merupakan salah satu unsur pembentuk kota (landmark).Bangunan Bank Jateng (BPD) termasuk dalam Cagar Budaya di Kabupaten Boyolali yang harus dilestarikan keberadaannya.

Rekomendasi

Terkait dengan recana Pemda Kabupaten Boyolali dalam hal penataan kawasan tersebut, maka bangunan Bank Jateng (Eks SPG) tidak boleh dibongkar,  tetapi bangunan perlu dipugar dan dilestarikan dengan menampakkan bangunan asli (lama) Bank jateng Boyolali yang berbentul leter “L”. Penataan lingkungan di sekitar bangunan Bank Jateng (BPD) yang terkena dampak rencana pembangunan perlu kajian terlebih dahulu.