Kemegahan Mesjid Agung menjadi fenomena bidang arsitektur yang mendunia. Ini merupakan cerminan visi global Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) I.

Fenomena Mesjid Agung Ini, tidak Saja menarik bagi bangsa Belanda. Prancis pun memiliki perhatian. Mes- kipun tidak ada keterangan apakah Bangsa Prancis ini mengangkat Mes­jid Agung secara resmi atau tidak, gambarnya menjadi sampul majalah terbitan negara tersebut La Moniteur des Indes-Orientales.

Dan gambar di majalah yang terbit tahun 1848 itu, secara fisik dapat dilihat bagaimana kondisi mesjid ini. Tanah di sekitar rumah ibadah itu, telah dibersihkan dan mulai dipagari dengan pemeliharaan khusus

Tanah sekitarnya, masih berupa hutan belukar yang kelak merupakan lokasi gedung Bioskop Saga, Capitol dan International, kantor pos, penjara dan menara air (sekarang kantor Pemda Kodya Palembang). Kebesaran Mesjid Agung dapat pula dilihat dari peristiwa yang dialaminya Pada tahun 1883. Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus. Bencana alam yang menjadi sejarah dunia ini, menyebarkan pengaruh ke seantero jagad. Bahkan, menurut catatan, abunya sempat menaungi beberapa kota di Negara bagian Amerika.

ririfahlen/bpcbjambi

Akibat yang ditimbulkan gunung di kawasan Pulau Karimata ini, menyebabkan selimut debu di udara hingga tiga tahun.  Banjir pun mencapai 20 meter. Mesjid Agung saat itu tergenang hingga 3 meter. Namun kodahsyatan air bah itu tidak menimbulkan bekas pada bangunannya

Sepanjang sejarahnya, Mesjid Agung beberapa kali mengalami perubahan. baik penambahan luar bangunan maupun perombakan bentuk Pada tahun 1897, masa Pangeran Penghulu Mustofa Nata Agama Wiro Menggala dilakukan penambahan be­rupa serambi, sehingga luas mesjid menjadi sekitar 1.45O meter persegi

Semasa Indonesia merdeka, di bawah pemerintahan Walikotapraja Palembang MM Ali Amin SH. Mesjid Agung dijadikan dua tingkat. Pemugaran pada tahun 1955 tersebut, menjadikan luas lantai bawah bertambah menjadi 3.742.01 meter persegi. dan lantai atas 1.184 meter persegi.

Perubahan lain adalah pembangunan menara (baru) yang dimulai 2 Januari 1970. Menara yang terletak di persimpangan Jalan Tengkuruk (se­karang Sudirman) Merdeka-Mesiid Lama-kaki Jembatan Ampera itu, melibatkan tokoh arsitek Palembang RHM Akib. Menara setinggi 45 meter ini bersegi 12 melambangkan hari lahir. Wafat dan hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Selesai dibangun Januari 1971 merupakan sumbangan Pertamina yang diserahkan mantan Dirut Pertamina Letjen (Purn) Dr H lbnu Sutowo Meskipun tak masuk dalam catatan buku buku yang sudah diterbitkan, ada hal menarik tentang perkembangan mesjid ini Berdasarkan catatan semacam buku harian Kms H Ismail Umari dengan tulisan Arab-Melayu, pernah terjadi perbaikan pada tahun 1935.

ririfahlen/bpcbjambi

Dalam Tjatatan 1935 putra ulama besar Palembang Ki Kms H Umar ini, tertulis pekerjaan yang dilakukan para ulama pada hari Ahad, 1354 H atau 12 Oktober l935 M. Dituliskan, beberapa banyak kiai-kiai memulai memacul buat memperbesar Mesjid Agung. Selanjutnya, masing-masing alim ulama itu mengambil segenggam tanah untuk meminta berkah pada Kyai Pedatuan, Kyai H Umar, H Abubakar, H Daud Abdul Roni Karanganyar. Pekerjaan para tokoh agama itu, baru dimulai Senin ke-esokan harinya.

Ismail Umari juga mencatat kegiatan yang pernah dilaksanakan di mesjid itu. Di antaranya, perayaan Maulid Nabi. Digambarkan, saat itu Mesjid Agung didekorasi, selanjutnya dilakukan penyembelihan empat ekor sapi. Perayaan seusai Shalat Maghrib itu diikuti murid madrasah dan dimeriahkan dengan drumband

Kegiatan yang diketuai H Nangtjik Thojib ini, menyediakan 700 hidangan (masing-masing hidangan untuk delapan orang). Penghidangan makanan yang dimasak Tambi A Kadir itu, dilakukan dengan cara ngobeng (estafet) oleh para kepala kampung.

Calatan paling menarik adalah skripsi yang dibuat Drs Kms HM Sidik Umari. Menurut Sidik dalam tulisan sebagai syarat menyelesaikan gelar sarjana di IAIN, pada 1905 terjadi selisih paham yang meruncing antara Penghulu Abdurrachman dengan Imam Mesjid Agung H Azhari bin Ma’ruf. Pokok persoalan adalah kiblat yang menurut Abdurrachman harus digeser.

Akhirnya, persoalan itu diselesaikan dengan mendatangkan ulama dari Be- tawi (Batavia), Sayid Usman bin Yahya. Akhirnya, arah kiblat digeser dari arah jam 12 ke arah 1 (30 derajat) seperti sekarang ini. Mengenai persoalan ini, peminat budaya Palembang Kms Andi Syarifuddin SAg, pada inasa lalu belum ada kompas Konon. saat pembangunan mesjid, SMB I atas karunia Allah mampu melihat Ka’bah sebagai kiblat. (yudhy syarofie)