Wisma Ranggam
Kota Mentok yang pernah menjadi ibukota pemerintahan Pulau Bangka di masa lalu dengan perjalanan sejarahnya yang panjang meninggalkan banyak bangunan kolonial Masa penjajahan Belanda. Belanda berkuasa sangat lama dan melakukan eksplorasi timah secara besar-besaran. Pertambangan timah di pulau ini mendorong pekerja tambang dari luar terutama Cina berdatangan dan menetap ke Pulau Bangka. Hal ini terlihat dari bangunan purbakala dan peninggalan lainnya yang banyak terdapat di Mentok bernuansa kolonial dan Cina.
Bangunan Kolonial yang terdapat di Kota Mentok salah satunya adalah Wisma Ranggam. Wisma Ranggam dahulunya bernama Pesanggrahan Mentok. Kata pesanggrahan berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya tempat peristirahatan. Pesanggrahan Mentok dibangun sekitar tahun 1890 oleh perusahaan timah Belanda yang bernama Banka Tin Winning (BTW) sebagai tempat peristirahatan pegawai yang bekerja di BTW. Pada awalnya bangunan Pesanggarahan berupa bangunan yang terbuat dari kayu.
Pada tahun 1897 pernah dipakai sebagai tempat pengasingan tokoh dari Kesultananan Surakarta yang menentang Belanda bernama Pangeran Hario Pakuningprang. Pangeran ini adalah seorang Susuhunan Sunan Paku Alam II yang ditugaskan Belanda untuk berperang melawan pasukan Aceh dalam Perang Aceh. Namun pangeran itu justru berpihak kepada pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Akhirnya Beliau ditangkap dan diasingkan ke Mentok. Belanda juga melarangnya untuk berhubungan dengan masyarakat Mentok. Setelah selama 7 bulan mengalami pengasingan, maka pada tanggal 18 Agustus 1897 wafat dan dimakamkan di daerah Kebun Nanas.
Pada tahun 1924 Wisma Ranggam dibangun kembali dengan tidak merubah bentuk dan ukuran. Selanjutnya pada tahun 1927 dilakukan perombakan-perombakan sehingga menjadi bentuknya yang sekarang. Perancang dari bangunan itu adalah Antwerp J. Lokollo yang berasal dari Ambon. Pada tahun 1930 dengan arsitek yang sama, BTW membangun kolam renang untuk pegawai dan keluarganya dan umumnya hanya orang-orang bule saja yang memakainya. Dikarenakan sumber air yang dipergunakan untuk mengisi kolam berasal dari air terjun, maka kolam renang itu bernama kolam renang air terjun.
Pesanggrahan Mentok menjadi data sejarah karena digunakan sebagai tempat pengasingan pemimpin Kemerdekaan Indonesia. Kekalahan Jepang oleh Sekutu dalam perang Dunia II dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki dimanfaatkan oleh Belanda untuk kembali ke Indonesia. Pada tanggal 18 Desember 1949 Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta. Penyerangan tersebut yang dikenal sebagai Agresi Belanda II menyebabkan Ibu Kota Negara RI Yogyakarta jatuh kepada Belanda pada tanggal 19 Desember 1949. Para pemimpin RI ditangkap dan diasingkan ke Kota Mentok. Rombongan pertama pada tanggal 22 Desember 1949 di tempatkan di Pesanggrahan Menumbing, yaitu :
- Drs. M. Hatta, Wakil Presiden dan Perdana Menteri
- Mr. A.G. Pringodigdo, Sekretaris Negara
- Mr. Asa’at, BPKNIP
- Komodor Surya Darma
Pada tanggal 24 Desember 1949 sebuah pesawat pembom B-26 membawa pemimpin Indonesia yang lain ke tempat yang sama dengan rombongan pertama, terdiri dari :
- Mr. Ali Sastroamidjoyo, Menteri P dan K
- Mr. Moch. Roem, Ketua delegasi perundingan RI
Pada tanggal 6 Pebruari 1949 tawanan yang menyusul dibawa ke Mentok dan ditempatkan di Pesanggrahan Mentok, yaitu Presiden Ir. Soekarno dan H. Agus Salim, Menteri Luar Negeri. Tokoh-tokoh yang kemudian ke Pesanggrahan Mentok adalah Mr. Moch. Roem, dan Mr. Ali Sastroamidjojo. Dengan demikian pemimpin Indonesia yang ditempatkan di Pesanggrahan Mentok berjumlah empat orang dengan menempati kamar 12 adalah Ir. Soekarno, kamar 11 adalah H. Agus Salim, kamar 12-A adalah Mr. Moch. Roem, dan kamar 1 adalah tempat Mr. Ali Sastroamidjojo. Di Pesanggrahan Mentok tersedia mobil jenis sedan Ford tipe Deluxe buatan tahun 1946 bernomor B-10. Pada saat itu urusan pemerintahan Indonesia diserahkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Pesanggrahan Mentok juga menjadi tempat perundingan antara Indonesia dan Belanda yang disebut Perundingan Roem-Royen. Perundingan tersebut dihadiri Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari wakil-wakil dari Australia, Belgia, dan Amerika. Pertemuan dihadiri pula wakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bijen Konvoor Federal overly (BFO). Anggota KTN yang hadir adalah Merle Cochram, koetts, TK. Critcly, G. Mc. Kahin, Merremans, dan Prof. Lyle. Perundingan menghasilkan antara lain kesepakatan bahwa pada tanggal 6 Juli 1949 semua pemimpin Indonesia dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta.
Pada tahun 1976 terjadi penggantian nama Pesanggrahan menjadi Wisma Ranggam di bawah penguasaan PT. Timah. Pada tahun itu pula bagian depan diperbaiki. Pada tahun 1983 bagian depan yang telah diperbaiki ditutup sama sekali sehingga untuk memasukinya harus melalui pintu kecil. Hal itu sempat menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Kemudian oleh pimpinan PT. Timah pada saat itu dikembalikan lagi ke bentuk aslinya. Sejak perbaikan terakhir pada tahun 1983 dengan melakukan penambahan-penambahan, maka Wisma Ranggam tidak mengalami perombakan lagi.
Wisma Ranggam telah beberapa kali mengalami perbaikan-perbaikan atau lebih tepatnya dengan istilah pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengembalikan kedalam bentuk semula suatu bangunan peninggalan sejarah,tanpa merubah bentuk,bahan,warna serta tata letak bangunan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut maka Wisma Ranggam mengalami pemugaran secara benar adalah pemugaran yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi tahun 2003. Adapun pemugaran–pemugaran yang dilakukan sebelumnya hanyalah merupakan perbaikan-perbaikan secara umum yang bersifat fungsional dan estiteka. Seperti yang dilakukan pada tahun 1976 perbaikan berupa penambahan ruang di beberapa bagian guna memenuhi kebutuhan ruang saat itu. Begitu pula yang dilakukan tahun 1982.
Pemugaran yang dilakukan tahun anggaran 1998 oleh Kanwil Depdikbud Sumatera Selatan sesungguhnya bertujuan melakukan kegiatan pemugaran yang sesungguhnya, namun data penunjang untuk menggembalikan kedalam bentuk semula rupanya mengalami banyak kendala, sehingga kegiatan yang dilakukan adalah merupakan penambahan komponen bangunan yang berfungsi sebagai pencegahan kerusakan lebih lanjut.
Ditulis oleh : Agus Sudaryadi