Tahun 2015 Museum Provinsi Sumatera Selatan kedatangan tamu penting. la dan rombongan berkeliling dari satu rang ke ruang pamer lainnya. Langkahnya lama terhenti ketika dihadapannya berdiri sebongkah batu besar yang ditatah. Kristine De Mulder, nama tamu istimewa itu terpukau mengamati Batugajah, artefak megalitik Pasemah di Museum Provinsi Sumatera Seltan, Palembang. General Manager Europalia Arts Festival asal Belgia itu berada dua hari di Palembang dalam rangka menjajaki potensi budaya (tangible dan intangible) di
Sumatera Selatan untuk dipamerkan dalam kegiatan Europalia Indonesia 2017 pada 52 kota di Eropa. Europalia merupakan International Arts Festival yang digagas oleh Raja Belgia, dimulai tahun 1969. Uniknya festival kebudayaan ini mengundang negara tamu. Indonesia adalah negara Asean pertama yang diundang dan negara Asia keempat setelah Jepang (1989), China
(2009) dan India (2011).

Setahun kemudian tim Europalia kembali ke Palembang menindaklanjuti keinginan Kristine De Mulder untuk memamerkan Batugajah di Eropa. Bagi Kristine, Batugajah yang menggambarkan dua lelaki membawa nekara pada masing-masing sis batu itu merupakan mahakarya (masterpiece) seniman bangsa Indonesia pada masa lampau. Kali ini tim Europalia ingin menelusuri lokasi situs batugajah itu ditemukan di wilayah Kabupaten Lahat. Keinginan yang sama telah dilakukan oleh tim dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan pada tahun 2009.
Dimanakah lokasi Batugajah yang sebenarnya? Dipandu oleh Basri (46), penduduk setempat, tim arkeologi menembus rimbunnya dan dan buah kopi yang tak lama lagi panen. Tidak jauh dari danau kecil yang indah Basri berhenti. Di tempat itu teronggok empat batu besar yang membentuk denah segi empat. “Di tengah batu-batu itu dulu Batu Gajah berada”, kata Basri, pemilik lahan situs di Desa Kota Raya Darat, Kecamatan Pajar Bulan, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Basri menunjuk titik pada posisi Bujur Timur 103 15′ 52.2″, dan 4 20′ 39.11″ Lintang Selatan. Batugajah, arca megalitik dari dataran tinggi Besemah tau dikenal dengan sebutan Pasemah itu menjadi terkenal di dunia setelah Van Der Hoop (1932) mempublikasikan kekayaan tinggalan megalitik di Sumatera Selatan dalam bukunya: Megalithic Remains in South-Sumatra. Van der Hoop memberi informasi bahwa lokasi Batugajah terletak dekat danau kecil, namanya Tebat Kotoraya.

Batu Gajah (Dok. KITLV)

Batugajah dipahat pada sebuah balok batu berbentuk telur. Pada kedua sisi batu terukir sosok seorang prajurit. Pada satu sisi digambarkan seorang prajurit sedang menggapit seekor gajah. Tokoh itu mengenakan tutup kepala macam ketopong, telinganya mengenakan semacam anting dan mengenakan juga kalung leher. Kakinya mengenakan gelang kaki yang diduga berbahan logam Di punggungnya terpahat sebentuk nekara. Wajahnya berbibir tebal, hidung pesek dan pendek, mata lonjong dan badannya terkesan bungkuk. Di pinggangnya terdapat senjata tajam. Van der Hoop mengukur panjang bat mulai dari ujung belalai sampai ke ekor gajahnya, sekitar 2,17 meter. Di balik relief gajah ini, ada pula bentuk seekor babi bertaring panjang dengan dua tokoh manusia (Kompas, 10 Maret 2009).

Basri yakin lokasi yang ditunjuknya benar-benar lokasi asli Batugajah berdasarkan cerita nenek dan orang-orang tua. “Dulu orang-orang Belanda datang ke tempat ini lalu membawa Batugajah ke Palembang. Kata orang- orang tua Batu gajah punya anak tapi tidak dibawa
orang Belanda, lalu dipendam penduduk di sekitar siring (saluran irigasi) tak jauh dari tempat ini” kata Basri lagi, namun ia tidak dapat menunjukkan titik lokasi anak batu gajah itu dikubur.

(Bersambung)…

(artikel ini ditulis oleh Nurhadi Rangkuti, disadur dari tulisan yang berjudul “Mancari Gajah-Gajah Pasemah”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)