Narasi Latar Belakang Sejarah
Nama Muarajambi muncul pertama kali dari laporan seorang perwira angkatan laut Kerajaan Inggris bernama S.C. Crooke pada 1883. Crooke melaporkan bahwa ia melihat reruntuhan bangunan dan menemukan sebuah arca yang menggambarkan arca Buddha. Keterangan Crooke ini kemudian dilengkapi oleh T. Adam, seorang Belanda yang berkunjung ke Jambi pada tahun 1921. Adam juga tidak menyebutkan peninggalan-peninggalan lain di luar bangunan dan arca. Tiga belas tahun kemudian, F. M. Schnitger mengunjungi Jambi. Ia menambahkan beberapa informasi tentang nama-nama candi baru selain Astano, yaitu Gumpung, Tinggi, Gunung Perak, Gudang Garem, Gedong I, dan Gedong II. Schnitger sempat melakukan ekskavasi pada bagian dalam sejumlah candi. Schnitger adalah sarjana pertama yang menghubungkan Situs Muarajambi dengan Kerajaan Melayu (Mo-lo-yeu) yang disebut-sebut dalam naskah Cina abad XVII. Ia menggunakan sungai kecil bernama Melayu di sebelah barat Desa Muara Jambi sebagai dasar pemikirannya. Pada tahun 1954, situs ini diteliti oleh tim dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dibawah pimpinan R. Soekmono. Tim melakukan pengambilan foto-foto baru dan menyimpulkan bahwa ada hubungan antara situs ini dengan Kerajaan Sriwijaya. Kemudian pada tahun 1975, kegiatan pemugaran candi-candi yang telah runtuh mulai dilaksanakan oleh Direktorat Sejarah dan Purbakala, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Selama pembersihan hutan berlangsung, pekerja di lapangan berhasil menampakkan kembali tujuh reruntuhan kompleks candi berukuran relatif besar: Kotomahligai, Kedaton, Gedong I dan II, Gumpung, Tinggi, Kembarbatu, dan Astano. Pada tahun 1985, Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional melakukan pemotretan udara kawasan lokasi candi. Tampak jelas dalam peta bahwa Kawasan Percandian Muarajambi memiliki sistem kanal yang dibuat mengelilingi tanggul alam. Dari hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa Kawasan Percandian Muarajambi merupakan peninggalan Kerajaan Melayu Kuno yang berlatarbelakang kebudayaan agama Budha Mahayana yang berdiri dari abad VII – XII Masehi.
The name of Muarajambi first appeared on a report written by a navy officer from United Kingdom named S.C. Crooke in 1883. Crooke reported that he saw ruins of brick constructions and found a stone elephant sculpture. The Crooke’s description then enriched by T. Adam, a dutchman visiting Jambi in 1921. He also did not mention archaeological heritage except the constructions and statue. Thirteen years later, F.M. Schnitger visited Muarajambi. He added some information about names of new temples, they are Gumpung, Tinggi, Gunung Perak, Gudang Garem, Gedong I and Gedong II. Schnitger did excavation in the inner part of some temples. Schnitger is the first scholar relating the Muarajambi Site to Ancient Malay (Mo-lo-yeu) mentioned in Chinese manuscript XVII century. He went through a small river called Melayu in western part of Muarajambi village as basic argumentation. In 1954, this site was researched by Department of Education and Culture team lead by R. Soekmono. The team took new photos and assumed there is relation between this site and Sriwijaya kingdom. Then in 1975, restoration was started by Directorate of History and Archaeology, Department of Education and Culture. During forest sweeping mission, the workers in the field successfully showed seven large temples area: Kotomahligai, Kedaton, Gedong I and II, Gumpung, Tinggi, Kembarbatu, dan Astano. In 1985, Bakosurtanal (National Survey and Mapping Coordination Board) did aerial photo on the temples area. It is visibly on the map that the Muarajambi Temple Compound has canal system which is made encircling natural levee. Of the archaeological researches, shows that Muarajambi Temple Compound is an Old Malay Kingdom heritage which has been developed since the 7th to 14th century by Mahayana Buddhist.
Poster ini berjudul “Latar Belakang Sejarah”, desain dan perancangan poster ini dilakukan untuk menjalankan salah satu tugas dan fungsi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi dalam melakukan pubilkasi dan sosialisasi pelestarian cagar budaya. Poster ini ditampilkan di gedung Pusat Informasi Kawasan Percandian Muarajambi. Publikasi poster ini pertama kali dipamerkan bersamaan dengan Kunjungan Kerja Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono ke Kawasan Percandian Muarajambi untuk meresmikan Kawasan Percandian Muarajambi sebagai Kawasan Wisata Sejarah Terpadu pada tanggal 22 september 2011.
Konsep dan desain oleh : Darmawati