Bengkulu Dalam Genggaman Inggris

Pada Juli 1685 Inggris yang dipimpin oleh Kapten J. Andrew datang ke Bengkulu dengan menggunakan tiga buah kapal, yaitu The Caesar, The Resolution dan The Defance, yang bersandar di Pelabuhan Kuala Sungai Bengkulu. Namun demikian EIC lama kelamaan menyadari bahwa Bengkulu itu tidak menguntungkan karena tidak bisa menghasilkan lada dalam jumlah mencukupi. Kolonial Inggris berkuasa di Bengkulu selama 140 tahun terhitung mulai dari tahun 1685 dan berakhir pada tahun 1825 dengan adanya perjanjian London (Treaty of London). Sejak dilaksanakannya Perjanjian London pada tahun 1824, Bengkulu diserahkan ke Belanda, dengan imbalan Malaka sekaligus penegasan atas kepemilikan Tumasik/Singapura dan Pulau Belitung). Sejak perjanjian itu Bengkulu menjadi bagian dari Hindia Belanda (Burhan, 1988:67).

Pihak pemerintahan Inggris kemudian menarik semua pajabat-pejabatnya yang menduduki atau menguasai daerah yang berada di bawah pengawasannya diganti oleh pejabat-pejabat dari pemerintahan Belanda. Pada waktu itu perdagangan lada sedang menurun, sehingga tindakan pertama yang dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda adalah mengumumkan tentang cara pembelian lada. Terlihat sedikit ada kemajuan dalam perdagangan lada, namun pada pertengahan abad 19 mengalami kemerosotan kembali. Pada tahun 1833 pemerintah Hindia Belanda menggunakan peraturan tanam paksa bagi komoditi kopi. Peraturan tanam paksa ini tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, hanya meraih sedikit keuntungan di wilayah Krui. Selanjutnya pada tahun 1870 sistem tanam paksa untuk lada dan kopi dihapuskan.

bersambung…

(artikel ini ditulis oleh Yadi Mulyadi, disadur dari tulisan yang berjudul “Jalur Maritim dan Perdagangan Rempah di Bengkulu”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Membaca Pesan Masa Lalu Bumi Bengkulu”)