Gebrakan Raja Kontroversial

0
918
ririfahlen / bpcbjambi

Kliping koran ini berjudul “Gebrakan Raja Kontroversial“, guntingan atau pemotongan artikel atau berita ini diambil dari Sriwijaya Post terbitan tanggal 15 April 1999. Kegiatan pemotongan kliping koran yang diambil dari berita dan artikel tentang tinggalan cagar budaya.

ririfahlen / bpcbjambi

Mesjid Agung Palembang yang merupakan salah satu landmark Palembang dan aset national, rencananya akan direnovasi dan dikembangkan menjadi Islamic Center. Program terhadap mesjid yang berusia hampir 251 tahun ini, terbagi atas program jangka pendek dan jangka panjang dengan perkiraan biaya mencapai Rp 22,12 miliar.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan swasta untuk merealisir rencana tersebut Bahkan Pemda Sumsel telah mengalokasikan dana lewat APBD 1999/2000 sebesar Rp I miliar, di samping membuka sumbangan  melalui Silaturahmi Masyarakat Sumsel di Bank Sumsel dengan rekening No.300.07.01.253. Para konglomerat Sumsel pun menyumbang sebesar Rp 1,6 miliar pada 10 April lalu. Sedangkan sumbangan pembaca Sriwijaya Post lewat Dompet Mesjid Agung beberapa waktu lalu Rp 41.420.376 dan telah diserahkan kepada pengurus Yayasan Mesjid Agung, 2 September 1998 lalu.

Guna mengetahui keberadaan bangunan bersejarah tersebut, wartawan Sriwijaya Post, Yudhy Syarofi menurunkan tulisannya secara bersambung (serial) mulai hari ini, Kamis (15/4).

ririfahlen / bpcbjambi

MESJID Agung didirikan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo yang dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin I (SMB I). Raja ini memerintah Kesultanan Palembang Darussalam (daerah yang tenteram) pada 1724-1758.

Mulanya, luas mesjid besar ini sebelum terjadi beberapa kali renovasi adalah 1.107,93 meter persegi yang terdiri atas luas bangunan 1. 093,37 meter persegi dan mihrab 14,56 meter persegi. Peletakan batu pertama Mesjid Agung dilaksanakan pada 1 Jumadil Akhir 1151 H (1738 M), Pembangunannya berlangsung selama 10 tahun dan selesai pada 28 Jumadil Awal 1161 H (26 Mei 1748 M)

Rumah ibadah yang kemudian berkembang sebagai pusat pengkajian Islam terbesar di Nusantara sekitar 1750-1800 M ini merupakan salah satu proyek  intelektual SMB I. Sebagaimana sebagian besar kerajaan tradisional, raja menempatkan Islam sebagai dasar negara dengan prinsip Khalifatul Mukminin Sayidatul Imam Karenanya, SMB I memusatkan pembangunan mesjid untuk negara.

Berdasarkan tinjauan sejarah, SMB 1 dikenal sebagai raja yang kontroversial dengan konsep-konsep pemikirannya yang modern. Para ahli sejarah menggambarkan tokoh ini sebagai tokoh pembangunan yang modernis, realistis dan pragmatis. Di samping itu, gambaran dirinya ditangkap sebagai petualang yang kompromis. Secara sederhana, pembangunan yang dilaksanakannya, baik fisik, ekonomi maupun tata sosial memiliki visi modern

 

Untuk memajukan bidang pertanian dan transportasi, dibangun pengairan di sepanjang Sungai Mesuji, Ogan, Komering dan Musi, Pem­bangunan ini berfungsi juga untuk memperkuat bidang pertahanan Ini sesuai pula dengan konsep teritorial yang dipegang para sultan Pa­lembang, yaitu daerah kekuasaan meliputi sembilan batanghari (sungai).

Kelak, konsep ini diejawantahkan generasi penerus di Palembang pada Tari Gending Sri­wijaya atau yang dikenal sebagai Tari Sambut. Dalam tiap penampilannya, tari yang digelar untuk menyambut tamu dilambangkan de­ngan tepak sirih ini, dibawakan sembilan penari.

Kebijakan dalam pembangunan fisik, pada masanya dibangun benteng yang kini dikenal sebagai kawasan wisata Benteng Kuto Besak  (BKB) di tepian Sungai Musi yang kini masuk dalam wilayah Kelurahan 19 Ilir Kecamatan llir Barat 1. Pertahanan ini mulai dibangun pada 1737 M.

Bangunan benteng ini dibuat dengan arsitektur Eropa. Untuk mempertahankan diri dari serbuan musuh, bastion dibuat empat sudut di samping tembok lapisan dalam yang gunanya untuk melindungi keraton di dalam ben­teng. Pembangunannya memakan waktu 60 ta­hun dan selesai tuntas pada masa pemerintahan cucu SMB 1 yaitu Sultan Bahaudin

Hasil pembangunan lain yang bisa dinikmati hingga saat ini walaupun dalam kondisi tidak terawat adalah kompleks makam Kawah Tengkurep. Bangunan makam ini diperuntukkan bagi diri dan keluarga serta keturunannya yang terletak di kawasan 3 llir berdekatan de­ngan Pelabuhan Boom Baru. Pada masa itu. lokasi ini terletak di pusat kota dan merupakan wilayah pebukitan di tepian Sungai Musi

Bangunan makam menghadap ke sungai, de­ngan pintu masuk berupa gapura dan pagar yang pintunya berbentuk melengkung, ditopang tiang bergaya Eropa. Bangunan utama berkubah pertama di Palembang ini mencirikan arsitektui Islam akulturasi budaya yang juga banyak ditemukan di Turki, India dan negara Timur Tengah.

Di kompleks pemakaman ini dikenal de­ngan Gubah Kawah Tengkurep, dimakamkan juga istri dan putrinya, Nyima Naimah dan Putri Batu Genem Dari keturunan dan keluarga istri keempatnya ini, kemudian lahir perkampungan yang hingga kini dikenal Guguk Jero Pager (ke­turunan dalam pagar) yang terletak di kawasan 1 llir Kecamatan IT 11.

Baca Besok: Perkawinan Arsitektur Melayu-Cina