East India Company (EIC) merupakan kongsi dagang yang mewakili kerajaan Inggris untuk menguasai perdagangan rempah wilayah pantai Barat Sumatera. Untuk melindungi aktivitas perdagangannya maka dibangunlah benteng pertahanan dengan pasukan militer yang dikenal dengan sebutan Garrison of West Coast of Sumatera (garnisun Pantai Barat Sumatera).
Berdasarkan arsip Sumatera Factory Records, Benteng Marlborough tidak hanya sebatas bangunan benteng pertahanan, kantor kongsi dagang, ataupun pemukiman tetapi berkembang menjadi sebuah kota, Town of Marlborough, sebagaimana ditulis dalam surat terakhir Collet, 1716. Bahkan dari sebuah sumber, titik nol dan cikal bakal kota Bengkulu berasal dari Benteng Marlborough.
Dalam rentang waktu 140 tahun, Inggris melalui East India Company menguasai wilayah dan perdagangan rempah di pantai Barat Sumatera. Berbagai peristiwa sosial dan bencana alam terjadi di Benteng Marlborough. Tahun 1719, terjadi penyerangan dan pembakaran Benteng Marlborough oleh masyarakat Bengkulu. Tahun 1760, pasukan Perancis menyerang benteng Marlborough dibawah comando Comte d’Easting.
Terbunuhnya Residen Thomas Parr tahun 1807 menjadi salah satu peristiwa kelam bagi Inggris, peristiwa tersebut dikenal dengan Tragedi Mount Felix.
Lieutenant Gubernur Inggris Sir Thomas Stamford Raffles (1818 – 1824) membawa perubahan dalam sejarah dan ilmu pengetahuan dengan ditemukannya bunga raksasa, Raflesia Arnoldi dan menjadikan Bengkulu terkenal di dunia karena bunga raksasa tersebut.
Disamping itu Raffles mempunyai andil besar dalam tercapainya penandatanganan Traktat London antara Inggris dan Belanda. Traktat London mengakhiri kekuasaan Inggris di Nusantara, dimana salah satu isi Traktat London adalah pertukaran penguasaan wilayah Bengkulu dengan Malaka dan Singgapura.
Tim Galeri Tata Pamer Fort Marlborough