Tokoh-tokoh pada arca-arca megalitik di Pasemah Sebagian besar memperlihatkan seorang lelaki yangmempunyai badan, tangan dan kaki yang besar sehingga tampak kokoh. Mempunyai wajahdengan mata bulat melotot, hidung besar agak rata, bibir lebar dan tebal, tampak ‘seram’,memakai topi, bermata bulat, berhidung pesek, berdahi lebar. Ciri-ciri ini tidak ditemukan pada masyarakat Pasemah sekarang, dan lebih condong pada tipe manusia ras Negroid.

Ciri khas yang sangat menonjol dari seni arca megalitik di pasemah adalah arca-arca megalitik tersebut mempunyai bentuk yang hidup dengan penggambaran yang sesungguhnya, seolah-olah sedang melakukan gerakan dari suatu kejadian atau peristiwa. Gaya seni purba ini memantulkan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungan alam, sehingga seni megalitik di pasemah mempertontonkan gerakan yang sangat dinamis, meskipun di lain pihak juga dijumpai karya megalitik seperti menhir dan tetralit yang statis. Sebuah bentuk dari karya seni adalah karya manusia yang memuat penggambaran imajiner melalui bentuk-bentuk yang terancang baik, dengan menggunakan teknik tertentu yang di dapat melalui upaya mencarian yang disengaja. Dengan batasan ini maka keindahan menjadi unsur yang relatif di dalam karya-karya seni yang dibicarakan (Edi Sedyawati, 1985: 24). Seni arca Pasemah yang berbentuk manusia dan binatang dapat dikaitkan dengan seni sebagai mimesis (tiruan atau salinan), seperti yang dijelaskan Aristoteles dalam Tragic Art, yaitu sifat suka meniru yang ada dalam diri manusia adalah sesuatu yang alamiah, dan mengenali objek ciptaan manusia sebagai suatu benda tiruan bagi manusia, sehingga dapat memunculkan kesenangan tersendiri bagi senimannya.

Karya masa lalu di Pasemah, terutama dalam wujud arca batu adalah termasuk dalam kategori Death Monument, karena sekarang telah ditinggalkan fungsi dan kegunaannya oleh masyarakat pendukungnya dalam hal ini masyarakat megalitik dalam periode prasejarah. Tradisi megalitik sendiri diilhami oleh bentuk batu yang dibangun oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani dalam bentuk batu besar ataupun kecil (Haris Sukendar, 2003: 7 ). Arca- arca megalitik Pasemah menggambarkan bentuk-bentuk binatang atau manusia yang kemungkinan besar erat kaitannya dengan kemampuan masyarakat megalitik Pasemah dalam menjinakkan binatang liar seperti gajah, kerbau, ataupun juga harimau.

Arca batu gajah membuktikan bahwa masyarakat megalitik Pasemah telah dapat menjinakkan gajah selain itu juga terdapat arca batu Belumai dimana seorang tokoh manusia mengendarai kerbau. Pada bagian kaki tokoh manusia tersebut dari pahatannya digambarkan gelang kaki yang kemungkinan besar dari logam. Terdapat juga arca ular dari situs megalitik Tanjung Arau dimana dipahatkan ular yang sedang berkelahi dengan tokoh manusia. Arca-arca yang berbentuk binatang juga ditemukan di situs megalit Tinggihari. Di situs tersebut dipahatkan arca batu yang berbentuk babi hutan. Seni pengarcaan binatang yang ada pada arca megalitik Pasemah patut diduga, bahwa binatang-binatang buas tersebut mengancam kehidupan mereka sehingga mereka memahatkan binatang tersebut sebagai simbol agar binatang tersebut tidak mengancam kehidupan mereka.

Penggambaran arca megalitik di Pasemah berbentuk tiga dimensi dengan pahatan yang berbentuk antropomormik (berbentuk manusia), menggambarkan hewan dan berbentuk pahatan manusia bersama-sama dengan hewan, selain pahatan yang berbentuk tiga dimensi juga dapat dijumpai pahatan yang berbentuk dua dimensi atau relief. Arca yang dapat kita jumpai di Pasemah adalah bentuk dari nenek moyang masyarakat megalitik Pasemah dengan tujuan untuk mendekatkan diri dengan nenek moyang dan supaya nenek moyang dapat menjaga mereka.

Pembuatan arca-arca megalitik di daerah Pasemah kemungkinan besar dibuat untuk tujuan tertentu yang pada dasarnya jika menilik pada pengertian megalitik maka arca-arca itu didirikan untuk tujuan yang berkaitan erat dengan kepentingan masyarakat megalitik untuk memenuhi kebutuhan religius mereka (Kusumawati, dan Haris Sukendar, 2003: 53). Kebutuhan mengenai religius di sini erat kaitannya dengan usaha manusia yang mengacu pada kepercayaan mengenai kekuatan kepada yang berkuasa atas diri mereka dan hal ini erat kaitannya dengan kekuasaan para leluhur mereka yang telah pergi mendahului mereka. Kepercayaan memuja arwah nenek moyang atau animisme ini kemudian diwujudkan dalam bentuk arca-arca sebagai suatu perlambangan akan diri leluhur mereka yang telah pergi ke alam arwah.

Bpcb jambi

Kemunculan pahatan-pahatan dengan disertai perhiasan-perhiasan ataupun juga benda perunggu yang dipahatkan bersama tokoh manusia telah memperlihatkan bahwa tingkat peradaban manusia megalitik Pasemah sangat tinggi karena mereka telah mengenal alat perunggu dan kemungkinan besar mereka telah mengenal tata cara perdagangan karena tipe nekara yang berasal dari luar. Hal tersebut membuktikan bahwa budaya Pasemah telah melakukan hubungan dengan kebudayaan luar atau karena adanya migrasi dari daratan Asia.

Dalam pendekatan teori arkeologi ekologi, menyebutkan bahwa kebudayaan dimodifikasi oleh manusia, sehingga peran manusia terhadap kebudayaan adalah aktif. Sangat jelas bahwa kebudayaan ditentukan oleh lingkungan, namun terdapat pula peran manusia untuk mempengaruhi dan memodifikasinya. Arca-arca di Pasemah digambarkan dalam bentuk yang dinamis karena lingkungan tempat tinggal mereka sangat mempengaruhi pola pikir mereka dalam pembuatan arca megalitik yang dinamis. Hal ini terkait erat dengan konteks situs dengan kondisi lingkungan Pasemah yang memiliki kontur geologi dataran tinggi, pegunungan, perbukitan, lereng dan ada yang di daerah lembah.

Lingkungan alam dengan keberadaan satwa liar seperti gajah, harimau dan ular telah menjadi acuan bagi masyarakat prasejarah Pasemah dalam membuat aneka tipe dan gaya arca melalui media batu maupun dengan simbol-simbol tertentu yang melambangkan kepercayaan atau perilaku. Beragam bentuk tersebut tentunya erat kaitannya dengan makna-makna simbolis yang terdapat dalam arca-arca. Simbol atau lambang dalam arca tersebut, diharapkan dapat menjadi pelindung dari keganasan lingkungan biotik dan abiotik.

Jika mengacu pada analisis semiotika dengan pendekatan semiotika komunikasi triadic Peirce, dapat dijelaskan bahwa bentuk-bentuk, tipe dan gaya pada arca batu Pasemah tersebut mempunyai makna tertentu yaitu tanda (representasi) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari objek referensinya serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant). (Winfried Noth, 1995: 43).

Pahatan-pahatan yang menonjolkan keindahan duniawi tersebut tentunya tidak sesuai dengan kesepakatan masyarakat megalit pada umumnya. Karena bentuk yang berbeda itu pulalah maka arca Pasemah dapat dikatakan sebagai ihwal munculnya bentuk seni pahat yang bebas sebagai hasil dari perubahan mendadak (revolusi) dari bentuk statis ke bentuk yang dinamis dimana hal ini menunjukkan kreatifitas yang tinggi dari seniman dan pendukung masyarakat megalitik Pasemah (Kusumawati, dan Haris Sukendar, 2003: 62). Seni pahat yang berbeda itu dapat disebutkan bahwa masyarakat megalitik Pasemah mempunyai local genius yang menunjukkan sifat-sifat keaslian budaya masyarakat, tanpa kehilangan identitasnya. Dengan melihat nekara yang terdapat di arca batu gajah Pasemah dimana ada seorang pria yang menyerupai prajurit menggendong nekara diatas gajah maka dapat diambil kesimpulan awal jika masyarakat megalitik Pasemah tidak menutup diri dari kebudayaan luar, mereka menyerap kebudayaan luar yang berguna untuk kehidupan mereka tetapi tidak kehilangan identitas budaya megalitiknya

Selain itu, arca arca megalitik di Pasemah ini menunjukkan pengekspresian lingkungan biotik. Artinya pengaruh lingkungan sangat dominan terhadap karya-karya artefka yang dihasilkan, hal ini terlacak pada budaya materialnya yang begitu ekspresif. Hadirnya bentuk-bentuk arca yang sangat dinamis, berupa sikap dan gerak yang lentur tanpa kekakuan, adalah suatu lokal jenius yang dimiliki masyarakat pasemah saat itu. Inilah yang sesungguhnya yang membedakan megalitik Pasemah yang begitu unik dengan daerah lain di Nusantara.

(ditulis oleh: Nasruddin, artikel ini telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah: Penanda Zaman Selaras Alam“)

Bersambung