Kliping koran ini berjudul “Dulu Disebut Mesjid Sulton“, guntingan atau pemotongan artikel atau berita ini diambil dari Sriwijaya Post terbitan tanggal 4 Februari 1999. Kegiatan pemotongan kliping koran yang diambil dari berita dan artikel tentang tinggalan cagar budaya.
Mesjid Agung Palembang menurut rencana akan dilakukan renovasi. Selain direhap, mesjid ini juga akan diperluas. Berikut catatan mengenai sejarah dan rencana perluasan salah satu bangunan bersejarah kesultanan Palembang tersebut.
Tidak ada yang tahu pasti kenapa mesjid di depan Air Mancur itu lebih dikenal oleh masyarakat dalam atau luar Palmebang dengan Mesjid Agung. Padahal mesjid oleh orang Bari, Palembang dulu disebut dengan Mesjid Sulton karena yang membangunnya adalah sultan, Sultan Machmud Badaruddin Jaya Wikramo.
Walaupun demikian menurut Kabag Humas Pemda Palembang Drs H Anshori Madaani tidak perlu mempermasalahkan nama. “Paling penting mesjid ini besar dan pembagunannya dibuat megah sehingga orang-orang melihat keagungan. Akibatnya orang-orang sampai sekarang lebih mengenalnya sebagai mesjid yang agung. Orang lalu menyebutnya dengan Mesjid Agung sampai sekarang”, kata Anshori.
Mesjid Agung waktu pertama kali dibangun berukuran 30 x 30 m. Mesjid dibangun dengan dua pintu supaya warga dapat datang kesana dengan leluasa. Pintu pertama dari arah selatan Jl. Merdeka dan pintu kedua dari arah Jl Sudirman. Mesjid dibangun pertama kali tanggal 1 Jumadil akhir 1151 H (1738 M) selesai tanggal 28 Jumadil Awal 1161 H (1748 M) atau sekitar 10 tahun.
Bentuk arsitektur dibuat dengan atap berundak agung, mempunyai jurai kelompok simbar 50 duri (tanduk kambing) dengan 2 sisi berjumlah 2 x 13 dan 2 sisi lainnya 2 x 12. Bentuknya mustaka yang terjurai ini melengkung ke atas pada keempat ujungnya menyerupai bentuk atap bangunan-bangunan cina.
Pembangunan perluasan mesjid terus dilakukan karena untuk menampung jemaah mesjid yang memang terus bertambah. Mesjid ini ketika luasnya mencapai 1.080 m2 dapat memuat 1.200 jemaah. Sewaktu Sultan Machmud Badaruddin I wakaf perluasan terus dilakukan dengan wakaf Sayid Umar bin Muhammad Assegaf Altohdan Sayid Achmad bin Syech Sahab.
Perluasan tercatat di atas pintu masuk bagian tengah mesjid dari arah selatan dalah huruf arab. Perluasan dilakukan 1315 H (1897 M) dipimpin Pangeran Penghulu Natagama Kata Manggal Mustapa Ibnu Raden Kamaluddin.
Perluasan bagian timur dan utara bangunan lama juga pernah dilakukan tahun 1348 H atau 1930 M. Perluasan ini dipimpin Beheercoomisse yang penggurusnya diketuai Kiagus Haji Nang Tiyib (Hoof Penghulu), penulis Raden Entik, Bendahara R Mattjik Oteng dan Pembantu H Djamaluddin Tasim.
Menara mesjid berada di luar teras sekitar 18 m dan dinding mesjid awal atau 6 m setelah perluasan. Pembangunan teras kemudian dilakukan di sekeliling mesjid.
Tahun 1952 di bawah Yayasan Mesjid Agung, bangunan ditambah lagi sekitar 10 m dari bangunan perluasan. Perluasan hanya dilakukan pada bagian selatan dan Timur saja. Tahun 1966 – 1969 yayasan kembali membangun lantai dua mesjid. Luasnya sekarang menjadi 5.520 m2 yang mampu menampung 7.750 jemaah.
Pembangunan menara pertama kali dilakukan pada saat Palembang berada dibawah kekuasaan Sultan Ahmad Natajamuddin tahun 1758 M. Menara berbentuk segi 6 dengan tinggi 30 m dan garis tengah 3 m. Bangunan menara terdiri dari 3 tingkatan, masing-masing berbentuk bulat, tetapi sekarang dijadikan persegi. Diperbaiki pada tahun 1874 dan tahun 1916 disempurnakan dengan biaya wakaf umat Islam di bawah serikat Islam.
Menara kedua dibangun pada tanggal 2 Januari 1970 yang merupakan sumbangan dari pertamina. Diresmikan pada 1 Februari 1971 oleh Dirut Pertamina Dr Ibnu Sutowo. Tinggi menara 45 m dengan bentuk segi 12, desainya dilakukan oleh M. Atsjad Joenoes dengan biaya Rp 40 juta.
Mesjid Agung ini juga pernah diselamatkan oleh Residen Joan Carmelius Reijnst pada tahun 1823. Penyelamatan ini dilakukannya karena mesjid telantar akibat perang yang terjadi tahun 1819 – 1821.
Pembenahan oleh Residen dimulai dengan menganti atap mesjid dengan genteng. Perbaikan pagar , kolam dan atap menara juga dilakukan.
Yayasan Mesjid Agung yang memelihara dan mengelola mesjid didirikan tanggal 21 oktober 1955 berdasarkan akte notaris Tan Tong Kie No 54. Yayasan sendiri dianggap telah bekerja sebelum pendirian yaitu 27 Maret 1952. Pendiri pertama adalah H Djamaludin Tassim, Kemas H Nang utih Abu, Kiagus H Abdullah Masud, Sayid Hamid Sech Abu Bakar dan Kiagus Muhammad Zamzam.(*/nn)