Candi Solok Sipin

0
1073
ririfahlen/bpcbjambi
Runtuhan bangunan Candi 2 hasil ekskavasi tahun 1983 (dok. Puslitarkenas).

Oleh Bambang Budi Utomo.

Situs Solok Sipin terletak pada sebidang tanah di tepi Batanghari yang keadaan permukaan tanahnya tidak rata. Secara administrative terletak di Kelurahan Sipin, Kecamatan Jambi Kota, Jambi. Jarak dari tepian sungai sekitar 200 meter. Keadaan permukaan tanahnya berbukit-bukit gelombang lemah. Seluruh areal situs berukuran sekitar 10 kilometer persegi, dan di areal tersebut ditemukan sekurang-kurangnya 4 buah kelompok bangunan bata. Tinggalan budaya masa lampau lain yang ditemukan di Situs Solok Sipin berupa arca Buddha dari batupasir, sebuah stupa dari batu-pasir, dan 4 buah makara yang juga dari batupasir. Pada tahun 1954 situs ini pernah dikunjungi oleh tim dari Dinas Purbakala dimana pada waktu itu masih pada tempatnya sebuah stūpa yang oleh penduduk disebut “batu catur”.

ririfahlen/bpcbjambi
Stupa atau oleh penduduk setempat disebut dengan istilah “batu catur” karena bentuknya mirip buah catur (dok. Bambang Budi Utomo).

Arca Buddha dari Solok Sipin yang sekarang disimpan di Museum Nasional digambarkan dalam sikap berdiri dan memakai jubah yang seolah-olah transparan. Bentuk wajahnya bulat dengan kedua telinga yang panjang, usnisha-nya rendah, dan leher yang berlipat-lipat. Keadaan arca sudah rusak dengan kedua belah tangannya telah hilang dan bagian hidung rusak. Tinggi arca keseluruhan 1,72 meter. Arca Buddha ini ditemukan di antara runtuhan bangunan Candi Sekarabah dan Candi Kuto. Menurut dugaan Satyawati Suleiman arca ini berlanggam Post-Gupta yaitu seni aliran Pala, seperti yang ditemukan juga di Borobudur dan Prambanan (1976: 4). Tetapi Nik Hassan menduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi (1992: 47).

ririfahlen/bpcbjambi
Arca Buddha berlanggam seni Pala yang berkembang pada sekitar abad ke-7 (dok. Nurman Sahid).

Di Situs Solok Sipin ditemukan juga empat buah makara, masing-masing berukuran tinggi 1,10 meter, 1,21 meter, 1,40 meter, dan 1,45 meter. Pada setiap makara mempunyai hiasan raksasa yang digambarkan seolah-olah berdiri sambil membuka mulut makara. Setiap raksasa membawa tali dan sebuah tongkat besar yang di bagian ujungnya terdapat hiasan bunga.

Salah satu dari empat buah makara yang ditemukan dari Solok Sipin mempunyai pertanggalan 986 Śaka atau 1064 Masehi dan tulisan yang berbunyi //mpu Dharmmawira//. Prasasti dipahatkan di bagian samping kanan dari belalai. Prasasti angka tahun ini ditemukan pada tahun 1902 dan pertama kali dibaca dan diterbitkan oleh Brandes (NBG 1902: 34-36). Hiasannya berupa dua raksasa yang masing-masing memegang lingkaran tali di hadapan bahu kanannya, dan satu raksasa lagi membiarkan lingkaran tali jatuh di bagian pinggang sebelah kiri. Kedua raksasa tersebut digambarkan memakai kain cawat, subang telinga, gelang tangan, dan gelang kaki. Hiasannya yang dipahatkan pada makara menunjukkan suatu gaya seni yang tinggi yang dapat disejajarkan dengan gaya seni yang terbaik di Jawa yang berkembang pada abad ke-8 Masehi (Suleiman 1976: 3). Dilihat ukuran makara yang cukup besar, menunjukkan berasal dari sebuah bangunan yang besar. Makara dengan prasasti angka tahun ini (makara yang tertinggi dengan ukuran 1,45 meter) sekarang disimpan di Museum Nasional, Jakarta, dengan nomor inventaris 459b, sedangkan prasastinya bernomor D.110.

ririfahlen/bpcbjambi
Salah satu dari 4 makara dari Solok Sipin. Tingginya 1,45 meter dengan tulisan angkatahun 986 Śaka atau 1064 Masehi dan tulisan yang berbunyi //mpu Dharmmawira//.

Ekskavasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1983 berhasil menampakkan sisa bangunan bata. Namun, karena letaknya di tengah pemukiman penduduk, tim tidak berhasil menampakkan denah seluruh bangunan. Sebagian besar bagian fondasi bangunan telah rusak/hilang.

ririfahlen/bpcbjambi
Runtuhan bangunan Candi 1 hasil ekskavasi tahun 1983 (dok. Puslitarkenas)

Kepustakaan:

Brandes, J.L.A., 1902, “Notulen der derde Directievergadering, gehouden op Maandag den 24 Maart 1902”, dalam NBG deel XL hlm. 34-35, CCXV-CCXVI.

Neeb, C.J., 1902, “Het een en ander over Hindoe-oudheden in het Djambische”, dalam TBG XLV, hlm. 120-127.

Nik Hassan Shuhaimi, 1984, Art, Archaeology and the Early Kingdom in the Malay Peninsula and Sumatera: C. 400-1400 A.D., (Ph.D. Thesis). London: University of London, hlm. 264-265

Schnitger, F.M., 1937, The archaeology of Hindoo Sumatera. Leiden: E.J. Brill, hlm. 7

Soekmono dkk., 1955, “Kissah perdjalanan ke Sumatra Sela¬tan dan Djambi”, dalam Amerta 3, hlm. 39. Djakarta: Dinas Purbakala Republik Indonesia.

Suleiman, Satyawati, 1980, “The History and Art of Srivijaya”, dalam The Art of Srivijaya (M.C. Subhadradis Diskul, ed.) Kuala Lumpur: Oxford University Press & UNESCO

Suleiman, Satyawati, 1981, Sculptures of Ancient Sumatra. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.