Keraton Raja Banggai adalah salah satu Cagar Budaya yang telah ditetapkan dengan SK Nomor: KM11/PW007Mkp03 tahun 2003 lalu. Lokasi Keraton berada di Desa Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah. Keraton Banggai merupakan pusat kekuasaan pada masa pemerintahan Kerajaan Banggai masih berlaku. Bangunan keraton ini didirikan pada tahun 1927 oleh Raja Awaludin, yaitu raja Banggai yang ke-18. Letak bangunan berada di ketinggian sehingga dari tempat ini terlihat adanya pelabuhan dan laut yang berjarak sekitar 700 meter sebagai pintu masuk dan keluar ke wilayah Kepulauan Banggai. Meskipun saat ini sistem pemerintahan sudah tidak lagi menganut sistem kerajaan, namun saat ini masih diakui adanya raja Banggai yang ke-21 yaitu Iwan Jaman, SE.
Sebagai salah satu cagar budaya, keberadaan Keraton Raja Banggai harus dipertahankan. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 11 tahun 2010 bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagai pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan , pengembangan dan pemanfaaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam upaya melakukan langkah pelestarian, kegiatan penelitian baik teknis maupun arkeologis terus dilakukan. Kajian tersebut ditujukan untuk mencari solusi penanganan terhadap cagar budaya yang terancam rusak dan punah. Salah satu upaya untuk mencegah atau menanggulangi kerusakan dan kemusnahan akan kelestarian cagar budaya dilakukan dengan cara pemugaran. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik benda, bangunan, dan struktur cagar budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya. Kerangka kerja pemugaran yang digunakan berpegang pada prinsip-prinsip teknis dan non teknis, prosedural, terencana, metodologis dan sistematis. Langkah awal yang harus dilakukan dalam pemugaran cagar budaya melalui sebuah kajian atau studi. Mengingat pemugaran cagar budaya merupakan pekerjaan spesifik, dalam hal ini terkait dengan kegiatan pelestarian cagar budaya yang harus dapat dipertanggung jawabkan secara akademis, teknis, dan administratif, maka dalam setiap pelaksanaan pemugaran harus dilakukan melalui kajian atau studi.
Terkait hal tersebut, Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo melakukan kegiatan kajian atau studi teknis pemugaran guna mengidentifikasi kelayakan dan menghitung besaran kerusakan yang terdapat pada bangunan Keraton Raja Banggai sehingga dapat ditentukan kebijakan teknis pemugaran yang akan dilakukan kedepannya.