Societeit Concordia terletak di Jalan Asia Afrika No. 65, Bandung. Pembangunan bangunan Societeit Concordia atau yang sekarang dikenal sebagai Gedung Merdeka, berjalan seiring dengan rencana perpindahan ibu kota Hindia Belanda dari kota Batavia ke Bandung (1920). Untuk mendukung rencana tersebut, maka diwajibkan mendirikan fasilitas-fasilitas umum, seperti sekolah, stasiun, kantor pemerintahan, bank, pasar, bioskop, dan tempat hiburan serta infrastruktur kota. Gedung Merdeka dibangun atas prakarsa para pengusaha Belanda, pemilik kebun teh, perwira, pembesar dan kalangan lain yang berasal dari Belanda serta berdomisili di Bandung. Gedung tersebut dijadikan sebagai tempat perkumpulan. Mereka mendirikan suatu perkumpulan yang bernama Societiet Concordia pada tanggal 29 Juni 1879, yang awalnya bertujuan sebagai tempat sosial, rekreasi, dan hiburan. Lokasi perkumpulan sebelumnya terletak di Warung De Vries.
Bangunan Societiet Concordia dibangun pada tahun 1895. Setelah bangunan tersebut selesai dibangun, perkumpulan Concordia berpindah tempat dari Warung De Vries dengan nama “Concordia”. Pada tahun tersebut tempat ini hanya berupa bangunan sederhana, yang sebagian dindingnya terbuat dari papan, dan penerangan halamannya memakai lentera minyak tanah. Bangunannya dibangun seperti layaknya warung kopi, karena sesuai dengan tujuannya, yaitu “…… de bevordering van gezellig verkeer” yang artinya sebagai tempat pertemuan, dimana mereka biasa berkumpul, duduk-duduk sambil minum teh. Pada tahun 1920, bangunan tersebut dibangun kembali dengan gaya arsitektur modern (Art Deco) yang fungsional dan lebih menonjolkan struktur. Arsitektur bangunannya dirancang oleh C.P. Wolff Schoemaker. Kegunaan gedung ini berubah menjadi gedung pertemuan “super club” yang paling mewah, lengkap, eksklusif, dan modern di Nusantara.
Societeit Concordia mengalami perombakan pada tahun 1940 dengan gaya arsitektur International Style, dengan arsitek A.F. Aalbers. Arsitek tersebut memiliki aliran yang berbeda, yaitu Nieuw Bouwen, sehingga bentuk bangunannya berbeda dari bangunan aslinya. Bangunan gaya arsitektur ini bercirikan dinding tembok plesteran dengan atap mendatar. Tampak depan bangunan berupa garis dan elemen horizontal, sedangkan bagian gedung bercorak kubistis.
Pada masa pendudukan tentara Jepang (1942 – 1945), Gedung Societeit Concordia berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan dan difungsikan sebagai pusat kebudayaan.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung tersebut menjadi markas para pemuda Indonesia untuk menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya.
Setelah pemerintahan Indonesia mulai terbentuk (1946 – 1950) yang ditandai oleh adanya pemerintahan Haminte Bandung, Negara Pasundan, dan Recomba Jawa Barat, Gedung Concordia dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. Di sini biasa diselenggarakan pertunjukan kesenian, pesta, dan pertemuan umum lainnya.
Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika yang bertempat di Kota Bandung, dan Gedung Concordia sebagai tempat pelaksanaannya. Awal tahun 1955 gedung ini dipugar dan disesuaikan dengan kebutuhan sebagai tempat konferensi bertaraf International. Pembangunannya ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat.
Setelah Konstituante Republik Indonesia terbentuk sebagai hasil pemilihan umum tahun 1955, Gedung Merdeka dijadikan sebagai Gedung Konstituante karena Konstituante dipandang gagal dalam melaksanakan tugas utamanya. Selanjutnya, Gedung Merdeka dijadikan sebagai tempat kegiatan Badan Perancang Nasional berubah menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terbentuk tahun 1960.
Pada tahun 1965, di Gedung Merdeka berlangsung Konferensi Islam Asia Afrika. Ketika terjadi pemberontakan G30S/PKI, Gedung Merdeka dikuasai oleh instansi militer dan sebagian dari gedung tersebut dijadikan sebagai tempat tahanan politik G30S/PKI.
Bulan Maret 1980, Gedung Merdeka ditetapkan sebagai tempat penyelenggaraan Peringatan ke-25 Konferensi Asia Afrika, yang dilaksanakan tanggal 24 April 1980. Meskipun peringatan itu bersifat nasional, namun dalam kesempatan tersebut diundang pula tokoh-tokoh dari negara-negara Asia Afrika. Pada puncak acara peringatan, diresmikan berdirinya Museum Konperensi Asia Afrika oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto. Seluruh Gedung Merdeka ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai lokasi Museum Konperensi Asia Afrika, sebagaimana yang tertera dalam Prasasti Peresmian Museum Konperensi Asia Afrika serta Surat Keputusan Bersama Menteri Luar Negeri serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1980 dan 1986.