Banyak orang sadar bahwa melestarikan segala hal adalah sulit dan memiliki banyak tantangan, apalagi melestarikan budaya, di dalamnya diantaranya adalah cagar budaya. “Pemahaman” nilai penting cagar budaya dan obyeknya sangat jarang dimiliki oleh individu dan masyarakat secara luas. Potensinya lebih sering dinilai dari sisi ekonomi dan oleh sisi itu pula pelestarian cagar budaya seringkali dikalahkan.
Gangguan dan perusakan situs atau pun cagar budaya seringkali disebabkan kebutuhan masa kini masyarakat yang terkait ekonomi masyarakat langsung. Contoh cerita adalah Kawasan Kepurbakalaan Batujaya di Kabupaten Jawa Barat. Kawasannya cukup luas, situsnya tersebar diantara pesawahan dan pemukiman penduduk. Potensi dari segala sisi seperti yang disebutkan sebagai potensi sejarah, pendidikan, agama, sosial, dan ekonomi adalah cukup besar bila dimanfaatkan dan dikembangkan secara baik. Potensi besar dalam pengelolaan pemanfaatan dan pengembangannya tentunya memerlukan waktu yang panjang dan biaya yang besar. Dalam kurun tersebut tentunya kehidupan masyarakat terus berlanjut. Berikut adalah contoh “kecil” gangguan dan perusakan terhadap situs dan cagar budaya Telagajaya II di Kawasan Kepurbakalaan Batujaya, Kabupaten Karawang.
Pertanyaannya adalah kenapa pagar situs di atas dirusak? Bila dilihat dari foto di atas, di lokasi tersebut memang tidak terlihat adanya benda atau bangunan, namun masyarakat sekitar tahu dan penelitian yang pernah dilakukan di lokasi tersebut mendapati adanya struktur bangunan bata di bawah permukaan tanahnya. Ditambah lagi telah ada Juru Pelihara dan telah dipasang papan informasi bahwa lokasi adalah lahan situs dan kutipan UU Nomor 11 tahun 2010 yang berkenaan dengan sanksi perusakan terhadap situs.
Tentu ada sebab yang menjadi permasalahan. Permasalahannya adalah lokasi lahan situs berada di pematang sawah yang menjadi jalan utama penghubung antar kampung. Jalan tersebut hanya dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua, namun menjadi sangat penting untuk keseharian dan terutama pada saat mengolah sawah dan musim panen.
Sebaran situs dalam kawasan yang cukup luas dan bersinggungan dengan permukiman mau atau tidak mau tetaplah berkonflik dengan kepentingan masyarakat. Istilah delineasi yang meminimalisasi konflik sosial bukanlah jalan keluar yang terbaik, namun pemberian pengertian melalui sosialisasi nilai dan potensi yang dimiliki situs bagi masyarakat adalah lebih baik. Lebih baik dan penting lagi adalah apabila pihak yang terkait dengan pelestarian cagar budaya dan kebudayaan dapat memberikan sesuatu yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.
Apa yang menjadi tujuan tidaklah harus selalu diukur dari keuntungan materi dari menjual potensi situs atau cagar budayanya dan efek ikutannya terhadap perkembangan ekonomi masyarakat, namun pelestarian situs dan cagar budaya ditujukan dapat mefasilitasi pembangunan dan kemajuan masyarakat di sekitarnya. Pendekatan persuasif terhadap masyarakat sekitar sangat diperlukan. Berkenaan dengan kondisi perusakan situs seperti dalam foto, pendekatan yang akan menguntungkan masyarakat adalah dengan membangun prasarana jalan yang memadai untuk keperluan masyarakat penggunanya. Meskipun jalan yang dibangun mungkin sedikit memutar melalui galangan sawah yang lain, namun bila jalan tersebut cukup baik secara teknis dan dapat digunakan sesuai keperluan masyarakatnya tentunya masyarakat tidak akan keberatan dan dapat merasa difasilitasi untuk memperoleh sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Jalan keluar yang saling menguntungkan dan relatif dapat teresapi oleh masyarakat awam tentang nilai penting lestarinya situs yang juga berkaitan dengan manfaat yang mereka dapat. Peran Juru Pelihara menjadi penting, bukan hanya sebagai pemelihara situs, mengamankan situs, tetapi juga sebagai penghubung antara kepentingan dan keperluan obyek dengan instansi terkait dan masyarakat dalam usaha pelestarian obyeknya.