“Belajarlah dari masa lalu”, ungkapan tersebut ternyata bukan hanya sekedar kata-kata tanpa makna. Pandangan banyak orang yang selalu men’cap’ sesuatu yang berasal dari masa lalu adalah kuno, ketinggalan jaman, dan tidak keren harus segera dirubah. Karena ternyata nenek moyang kita sangat jenius dalam meyikapi alam untuk memenuhi kebutuhannya. Situs Danau Tasikardi dan Pengindelan yang terletak di Banten adalah salah satu contoh kepiawaian nenek moyang kita.
Tasikardi adalah danau buatan dengan luas sekitar 6,5 ha yang seluruh alasnya dilapisi ubin bata. Secara administratif, danau buatan ini terletak di Desa Margasana, Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang, kira-kira 2 km di sebelah tenggara Keraton Surosowan. Danau ini dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf (1570 -1580). Di tengah danau dibangun sebuah pulau yang disebut pulau Keputren, yang semula diperuntukkan khusus bagi ibu Sultan Maulana Yusuf untuk bertafakur mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun kemudian pulau ini digunakan sebagai tempat rekreasi bagi keluarga kesultanan.
Danau Tasikardi berfungsi untuk menampung air dari Sungai Cibanten yang kemudian disalurkan ke sawah-sawah dan keraton untuk keperluan air minum dan kebutuhan sehari-hari bagi keluarga Sultan di Keraton Surosowan. Di pulau Keputren masih tersisa bangunan turap, kolam, dan sisa-sisa fondasi.
Air dari Danau Tasikardi yang semula keruh dan kotor, sebelum masuk ke kota di Surosowan, terlebih dulu dijernihkan di suatu tempat. Penjernihan dilakukan dengan teknik penyaringan air yang khas dan kompleks, yang disebut dengan pengindelan. Pengindelan merupakan suatu bangunan semacam bunker yang berfungsi sebagai penyaringan air (filter station). Untuk menghubungkan Danau Tasikardi, Pengindelan, dan Keraton Surosowan, digunakan saluran air (pipa) dengan berbagai ukuran (diameter 2 – 40 cm) yang terbuat dari terakota.
Teknik penjernihan air di bangunan pengindelan ini menggunakan teknik pengendapan dan penyaringan dengan pasir dan ijuk. Terdapat tiga buah pengindelan, yakni pengindelan abang, pengindelan putih, dan pengindelan emas. Ketiga pengindelan ini mempunyai struktur dan bahan bangunan yang sama, yakni dari pasangan bata dengan spesi berupa campuran bata, pasir, dan kapur (tras barter). Bagian luar bangunan diplester dengan spesi yang sama.
Pengindelan abang merupakan sistem rangkaian penyaringan air yang pertama. Air dari Danau Tasikardi yang masih keruh diendapkan di tempat ini. Selanjutnya, air dialirkan ke pengindelan putih yang merupakan sistem rangkaian penyaringan air yang kedua. Di pengindelan putih, air disaring dan dijernihkan lagi, dan kemudian air hasil saringan dialirkan ke pengindelan emas.
Air hasil penjernihan dan penyaringan dari pengindelan putih diendapkan lagi di pengindelan emas yang merupakan sistem rangkaian penyaringan air yang terakhir (ketiga). Dari pengindelan emas, air bersih langsung dialirkan ke pancuran mas yang ada di Keraton Surosowan untuk air minum dan kebutuhan sehari-hari bagi keluarga Sultan dan masyarakat di Keraton Surosowan. Bagaimana? Terbukti kan kalau nenek moyang kita hebat?
Sumber: Ragam Pusaka Budaya Banten