Revitalisasi Situs Purbakala Sebagai Upaya Pengembangan Modal Sosial Masyarakat Di Banten Lama

Siti Rohmah (SMAN 6 Kota Serang)
Juara 2 Lomba Karya Tulis Ilmiah
Mengenai Potensi Dan Permasalahan Cagar Budaya
Tingkat SMA Se-Kota Serang Tahun 2014

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang Masalah
Kawasan Banten Lama merupakan kawasan pusat peradaban pada zamannya. Kawasan ini pernah mengalami puncak kejayaan lima abad silam, tepatnya pada abad XVI. Kejayaan kawasan Banten Lama pada masa itu ditandai dengan kuatnya hubungan masyarakat Banten dengan masyarakat internasional, sehingga kawasan Banten Lama menjadi pusat perdagangan internasional. Pada masa itu, para pedagang dari Persia, Tiongkok, India, Filipina, Vietnam, Jepang, Goa, Jazirah Arab hingga bangsa-bangsa Eropa, bahkan kolonial Belanda yang menjajah bangsa ini, pernah mendarat di pelabuhan di sekitar kawasan Banten Lama. Kuatnya hubungan tersebut membawa dampak perubahan yang signifikan pada kehidupan masyarakat Banten Lama. Seperti adanya pengaruh keyakinan atau religi, gaya arsitektur atau bangunan, kerajinan, pengelolaan sumber daya air, pengelolaan pelabuhan sebagai pusat perdagangan, persenjataan, bentuk makam dan masih banyak lagi pengaruh-pengaruh yang kemudian melekat pada kehidupan masyarakat di Banten Lama pada saat itu.

Pengaruh-pengaruh masyarakat internasional terhadap budaya masyarakat Banten Lama, tentu saja dapat berakibat adanya akulturasi budaya, sehingga menambah keunikan peradaban pada masa itu, yang menjadi sebuah kenyataan dari kejayaan masyarakat Banten. Bentuk kejayaan masyarakat Banten pada masa itu memang tidak bisa kita lihat secara utuh, namun kita dapat menafsirkannya melalui peninggalan-peninggalan yang masih tersisa pada saat ini. Peninggalan-peninggalan yang masih ada saat ini berada di dalam situs kepurbakalaan. Situs kepurbakalaan merupakan tempat atau lokasi dimana terdapat benda cagar budaya. Di kawasan Banten Lama terdapat banyak sekali situs purbakala seperti di antaranya kompleks Keraton Surosowan, kompleks Masjid Agung, Meriam Ki Amuk, Masjid Pacinan Tinggi, kompleks Keraton Kaibon, Masjid Koja, Kerkhof, Benteng Speelwijk, Klenteng Cina, Watu Gilang, makam kerabat Sultan, Masjid Agung Kenari, dan benda-benda cagar budaya yang ada di Museum Banten Lama.

Situs-situs kepurbakalaan di kawasan Banten Lama, pada dasarnya menjadi modal yang sangat berharga bagi perkembangan paradigma masyarakat Banten dalam manghadapi era modernisasi dan globalisasi dengan tidak melupakan budaya aslinya. Dengan demikian, situs kepurbakalaan dapat menjadi salah satu sumber modal sosial yang sangat potensial dikembangkan. Situs kepurbakalaan dapat memberikan referensi kehidupan masa silam yang terikat oleh nilai dan norma budaya, yang dapat menjadi pegangan dalam kehidupan masa kini.

Keadaan situs kepurbakalaan di kawasan Banten Lama tidak begitu terawat karena banyak situs kepurbakalaan yang terbengkalai dan tidak diperhatikan. Apabila dilihat di lapangan, situs kepurbakalaan sekarang ini seakan hanya bongkahan reruntuhan yang tidak ada nilainya. Diperparah lagi banyak orang yang memanfaatkan situs tersebut sebagai pusat kegiatan warga sekitar yang tidak terarah, sehingga menyebabkan kerusakan dimana-mana.

Melihat keadaan situs kepurbakalaan di kawasan Banten Lama saat ini yang kurang terpelihara, maka harus segera dilaksanakan revitalisasi. Revitalisasi di sini merupakan usaha-usaha untuk menjadikan situs kepurbakalaan menjadi penting dan perlu sekali. Revitalisasi situs kepurbakalaan tidak hanya sekedar hal-hal yang bekaitan dengan fisik situs kepurbakalaan saja namun juga harus mencakup aspek ekonomi dan aspek sosial masyarakat. Pada akhinya pelestarian situs kepurbakalaan dapat terjaga dan masyarakat memiliki kekuatan dalam aspek sosial dan budayanya.

II. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah revitalisasi situs kepurbakalaan yang perlu dilakukan untuk pengembangan modal sosial masyarakat di Banten Lama?

III. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
Untuk mengetahui bentuk revitalisasi situs kepurbakalaan yang perlu dilakukan untuk pengembangan modal sosial masyarakat di Banten Lama.

BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan sejarah bangsa Indonesia telah memperlihatkan kepada kita semua bahwa di kawasan Banten Lama terdapat sumber daya kultural kepurbakalaan cukup tinggi dalam kurun waktu sejarah kerajaan Banten. Selanjutnya data sejarah membuktikan bahwa Situs Banten Lama pernah mengalami masa kejayaan dan keruntuhan di sekitar abad XVI sampai dengan abad XIX. Namun kondisi sekarang ini yang tersisa hanyalah puing-puing sisa dari sistem kerajaan Banten.

I. Gambaran Umum Masyarakat Banten Lama
Pada pertengahan abad XVI sampai awal abad XIX, Banten merupakan pusat kerajaan yang bercorak Islam dan juga merupakan pusat perdagangan yang penting di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, Banten termasuk dalam wilayah administratif kecamatan Kasemen, pemerintahan kota Serang, provinsi Banten. Letaknya kira-kira sepuluh kilometer di sebelah utara kota Serang, empat meter di sebelah selatan Teluk Banten (Agus Widodo: http//: budya-indonesia-sekarang. Blogspot.com).

Masyarakat yang tinggal di daerah Banten Lama mempunyai latar belakang keadaan sosial ekonomi yang secara umum dapat dikatakan masih sederhana, ditinjau dari sikap hidup, keadaan perumahan dan suasana lingkungannya. Mata pencaharian utama masyarakat adalah bertani dan menangkap ikan. Masyarakat asli Banten umumnya menjadi petani. Masyarakat Banten berpola hubungan kekeluargaan dan berfalsafah hidup gotong royong serta sangat kuat mempertahankan adat. Sebagian besar masyarakatnya merupakan kaum pendatang, umumnya dari daerah Sulawesi Selatan, Indramayu, Cirebon, Sumedang, Garut dan sekitarnya. Masyarakat Banten umumnya memeluk agama Islam yang taat, mengembangkan kesenian tradisional yang umumnya juga bernapaskan/bercorak ke-islaman, seperti debus, rudat, mawalan dan lain-lain (Hasan Muarif Ambary dan Halwany Michrob: http://www. nimusinstitute. com/bandar-banten).

II. Potensi Situs Kepurbakalaan Di Banten Lama
Sebagai pusat kerajaan Banten pada abad XVI dan sebagai pusat perdagangan internasional pada masa itu, tentu saja banyak peninggalan-peninggalan bersejarah di wilayah Banten Lama. Peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menjadi catatan hidup manusia yang melakukan proses sosial budaya pada masa lampau. Catatan manusia ini sangat penting sebagai referensi perjalanan hidup dalam menghadapi masa depan. Di sisi lain, apabila dimanfaatkan secara optimal mungkin akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dalam bidang materiil maupun non materiil. Adapun potensi peninggalan-peniggalan bersejarah yang ada di Banten Lama di antaranya yaitu:
1. Keraton Surosowan
Keraton Surosowan adalah tempat kediaman Sultan Banten, yang oleh orang Belanda disebut Fort Diamont atau Kota Intan, yang dikelilingi oleh tembok perbentengan seluas ± 4 hektar. Keadaan keraton itu kini sudah hancur, yang nampak hanyalah sisa bangunan saja yang berupa pondasi-pondasi serta tembok-tembok dinding yang sudah rusak.

Keraton Surosowan
Salah satu gerbang Keraton Surosowan

2. Meriam Ki Amuk
Meriam yang dikeramatkan oleh sebagian penduduk ini, dulu ditempatkan di dekat kanal di bawah sebuah gubuk beratap tanpa tembok, yang diletakkan menghadap utara, seperti disiapkan untuk menembak kapal musuh yang hendak merapat ke pantai Karangantu. Di atas bagian moncongnya, terdapat prasasti bertuliskan huruf Arab yang berbunyi “aqikatul khoirisalamatul imani” dengan bagian pangkal berbentuk tangan yang mengepal dengan ibu jari ke luar mengarah ke atas. Meriam Ki Amuk sekarang ditempatkan di sudut tenggara alun-alun, tidak jauh dari pintu gerbang bagian utara benteng Surosowan.

3. Kompeks Masjid Agung Banten
Bangunan Masjid Agung dilengkapi dengan serambi yang penuh dengan makam di kiri kanannya. Berdasarkan sejarah Banten, masjid ini didirikan pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin. Seperti juga masjid-masjid lain, bangunan masjid ini pun berdenah segi empat. Atapnya terbuat dari papan kayu bersusun berbentuk limas. Di dalam serambi kiri yang terletak di sebelah utara, terdapat makam beberapa Sultan Banten dan keluarganya. Di antaranya terdapat makam Maulana Hasanuddin dan istrinya, makam Sultan Ageng Tirtayasa, dan makam Sultan Abul Nasr’ Abdul Qahar (Sultan Haji). Adapun di dalam serambi kanan yang terletak di sebelah selatan, terdapat makam Maulana Muhammad, makam Sultan Zainul Abidin, dan lain-lain.

Di samping potensi-potensi yang ada di atas, masih banyak lagi situs-situs yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Adapun situs-situs tersebut adalah pasar dan pelabuhan Karangantu, Tasik Ardi, Jembatan Rante, Masjid Koja, Benteng Speelwijk, makam-makam kerabat Sultan, kelenteng Cina, Keraton Kaibon, dan lain-lain.

III. Permasalahan Di Situs Kepurbakalaan Banten Lama
Permasalahan yang dihadapi di situs kepurbakalaan Banten Lama tidak jauh berbeda dengan situs-situs lain di daerah yang berbeda. Banyak kesan yang terlintas apabila kita mengunjungi situs kepurbakalaan yang ada di Banten Lama. Seperti yang ada di kawasan Benteng Speelwijk dan kelenteng Cina, dimana kawasan ini terkesan tidak rapi dengan penataan ruang yang kurang tertata, terbengkalai, kumuh, bahkan terdapat lapangan sepak bola di dalam benteng, sehingga mengundang aktivitas lain yang merusak situs kepurbakalaan. Diperparah lagi dengan aktivitas beberapa pemuda yang menjadikan kawasan situs sebagai tempat yang nyaman untuk memadu kasih.

Permasalahan tersebut tidak lepas dari perilaku manusia itu sendiri. Hal ini didasari oleh faktor kesadaran dan paradigma masyarakat terhadap adanya situs purbakala yang ada di sekitar kehidupan mereka. Paradigma masyarakat Banten Lama, terlebih masyarakat di sekitar situs, sudah terpengaruh oleh modernisasi yang lebih mengedepankan orientasi materi daripada warisan budaya yang harus dipelihara. Paradigma semacam inilah yang membuat masyarakat acuh terhadap situs kepurbakalaan. Ditambah dengan pemerintah yang kurang menaruh perhatian terhadap pelestarian situs kepurbakalaan, karena hanya mementingkan segi pragmatis ekonomi yang didapat.
Selain berbagai permasalahan di atas, situs purbakala tebengkalai juga disebabkan oleh adanya banyaknya kepentingan politik yang dilakukan oleh elit politik daerah dan para tokoh kemasyarakatan. Permasalahan-permasalah tersebut selama bertahun-tahun hingga sekarang tidak terselesaikan.

IV. Revitalisasi Situs Kepurbakalaan Di Banten Lama
Berbagai macam kompleksitas permasalahan di atas menggambarkan pandangan yang begitu kurang pentingnya situs kepurbakalaan sebagai modal dasar kehidupan. Padahal potensi-potensi yang ada di dalamnya dapat membuat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, di perlukan usaha untuk revitalisasi situs kepurbakalaan. Usaha revitalisasi ini berarti menjadikan penting kembali situs-situs yang terbengkalai yang ada di Banten Lama. Cakupan revitalisasi yang perlu dilakukan meliputi revitalisasi fisik situs, sosial dan ekonomi budaya.

Revitalisasi dalam aspek fisik situs kepurbakalaan hendaknya mencakup semua tata ruang yang ada di sekitar situs kepurbakalaan. Revitalisasi tata ruang diharapkan dapat memberikan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Dengan demikian, revitalisasi fisik harus menyuntikkan sesuatu yang baru guna memberikan nilai lebih dari situs tersebut, namun tidak mengubah secara mendasar nilai aslinya. Revitalisasi fisik bisa saja dengan cara menambahkan atau menentukan beberapa zona di kawasan situs kepurbakalaan. Zona-zona tersebut misalnya zona untuk pencegahan dan perlindungan lingkungan fisik dari bangunan arkeologis, zona untuk fasilitas taman bagi kenyamanan pengunjung dan preservasi lingkungan bersejarah, zona pengaturan penggunaan lahan dan pelestarian lingkungan dengan pengendalian pembangunan daerah sekitar taman, zona pengelolaan pemandangan bersejarah dan perlindungan terhadap rusaknya pemandangan, zona yang diperuntukkan bagi usaha survei arkeologis di daerah yang luas dan pencegahan perusakan benda arkeologis yang belum digali. Dengan penambahan zona tersebut diharapkan dapat menjaga kelestarian situs purbakala.

Selain aspek fisik, yang perlu ditekankan dalam revitalisasi adalah aspek sosial budaya. Apabila aspek fisik telah direvitalisasi namun kurang memperbaiki aspek sosial budaya masyarakat setempat, akan menjadi percuma. Dengan demikian, revitalisasi sosial budaya di sini sangat penting dilakukan. Revitalisasi sosial budaya hendaknya diarahkan sebagai usaha pengarahan cara hidup masyarakat dengan menuju paradigma yang luas ke depan. Dengan paradigma yang luas ke depan, akan menuntun masyarakat dalam hal penghargaan terhadap peninggalan masa lampau. Penghargaan masyarakat terhadap masa lampau akan membawa tingkat partisipasi yang tinggi dalam hal pelestarian, yang pada akhirnya pengoptimalan potensi situs kepurbakalaan dapat terwujud karena didukung oleh semua stakeholder yang ada di dalam masyarakat.

V. Modal Sosial Masyarakat Banten Lama
Dengan merevitalisasi situs kepurbakalaan, maka proses penguatan modal sosial juga berlangsung di dalam masyarakat. Adapun wujud modal sosial yang semakin kuat adalah hubungan sosial. Hal ini terjadi karena adanya kepedulian, toleransi, kepercayaan, kebersamaan, tanggung jawab sosial dan partisipasi masyarakat, sehingga terbangun komunikasi dua arah antar setiap stakeholder dalam usaha menjaga peninggalan-peninggalan masa lampau. Hubungan sosial tersebut akan lebih maksimal apabila setiap stakeholder ataupun masyarakat setempat dilibatkan dalam usaha revitalisasi situs kepurbakalaan. Dengan memperkuat hubungan, maka dengan sendirinya akan membentuk jaringan sosial dan pola kepemimpinan yang baru. Selain itu, adat dan nilai budaya lokal juga semakin kuat karena revitalisasi situs kepurbakalaan juga mengandung maksud menghidupkan kembali adat dan nilai budaya lokal yang dapat menjadi pijakan di era sekarang ini.

Di sisi lain, kearifan lokal dan pengetahuan lokal juga akan menguat, dimana penghargaan terhadap potensi lokal semakin dijunjung tinggi sebagai akibat penguasaan pengetahuan lokal yang dimiliki oleh setiap komponen masyarakat. Pada akhirnya, modal sosial akan menumbuhkan kemandirian untuk mengembangkan efektivitas upaya bersama untuk mencapai tujuan bersama, sekaligus memelihara hasil-hasil yang diperoleh dari upaya-upaya bersama tersebut.

BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Kawasan Banten Lama merupakan wilayah yang mempunyai latar belakang historis sebagai pusat kerajaan Banten dan mengalami kejayaan pada abad XVI. Kawasan Banten Lama terletak di wilayah kecamatan Kasemen, daerah pemerintah kota Serang, provinsi Banten. Sebagai pusat Kerajaan Banten, Banten Lama mempunyai banyak peninggalan-peninggalan historis yang berada di situs kepurbakalan. Peninggalan-peninggalan tersebut mempunyai banyak potensi. Adapun peninggalan-peninggalan tersebut adalah Keraton Surosowan, Meriam Ki Amuk, Masjid Agung Banten, pasar dan pelabuhan Karangantu, Tasik Ardi, Jembatan Rante, Masjid Koja, Benteng Speelwijk, makam-makam kerabat Sultan, kelenteng Cina, Keraton Kaibon, dan lain-lain.

Keadaan dari peninggalan-peninggalan tersebut saat ini hanya tinggal puing-puing. Meskipun di dalam situs kepurbakalaan Banten Lama yang tertinggal hanyalah puing-puingnya saja, namun masih menyimpan kekayaan yang dapat menjadi modal dalam menghadapi tantangan masa depan. Akan tetapi, untuk memaksimalkan potensi situs kepurbakalaan, harus menghadapi berbagai macam permasalahan. Sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan revitalisasi situs kepurbakalaan. Revitalisasi situs kepurbakalaan hendaknya mencakup aspek fisik situs dan aspek sosial budaya masyarakat.

Dengan teratasinya berbagai permasalahan melalui dilakukannya revitalisasi situs kepurbakalaan, diharapkan dapat mengembangkan modal sosial masyarakat di Banten Lama. Adapun modal sosial yang semakin kuat bisa terjadi pada hubungan sosial yang menciptakan jaringan sosial, adat dan nilai budaya lokal, kearifan lokal, dan pengetahuan lokal, yang pada akhirnya dapat menciptakan kemandirian masyarakat.

II. Saran
Dari kesimpulan di atas maka dapat ditarik saran sebagai berikut:
1. Revitalisasi situs kepurbakalaan perlu segera dilakukan guna memaksimalkan potensi dan mengatasi berbagai macam permasalahan.
2. Modal sosial sangat penting dalam menumbuhkan kemandirian masyarakat, sehingga perlu menjadi sasaran utama dalam proses revitalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, Hasan Muarif dan Halwany Michrob. Masyarakat dan Golongan Masyarakatnya; “Kajian Historis dan Arkeologis serta Prospek Masyarakat Banten ke Masa Depan”. http://www.nimusinstitute.com/bandar-banten. (diakses tanggal 9 Agutus 2014).

Annas, Nur Azizah. 2011. Kota Tua Banten Lama. http://sisaharch.blogspot.com 2011/04/kota-tua-banten-lama.html (diakses tanggal 9 Agutus 2014).

……… 2012. Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya. http://stadsplanners.blogspot.com /2012/12/revitalisasi-bangunan-cagar-budaya_9.html#ixzz39t28Cnii. (diakses tanggal 9 Agutus 2014).

Hartono, Rudi. 2010. Pengaruh Dan Wujud Pengembangan Modal Sosial Untuk Menciptakan Sistem Politik Yang Dinamis. http://masroed.wordpress.com/2010/05/26/pengaruh-dan-wujud-pengembangan-modal-sosial-untuk-menciptakan-sistem-politik-yang-dinamis. (diakses tanggal 9 Agutus 2014).

……. 2011. Pengertian Dasar dan Manfaat Modal Sosial. http://klik-only.blogspot.com/2011/01/pengertian-dasar-dan-manfaat-modal.html. (diakses tanggal 9 Agutus 2014).
Indrawati, Y.L. 2008. Peran Serta Stakeholder Dalam Revitalisasi Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta. Semarang: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.

Priatmodjo, D. 2009. Revitalisasi Bangunan Cagar Budaya : Konservasi + Nilai Ekonomi + Manfaat bagi Masyarakat Luas. Buletin Tata Ruang, Edisi November – Desember 2009.

Syahdana, Darussalam Jagad. 2014. Tujuh Perilaku Buruk Orang Banten di Jaman Kerajaan. http://www.bantenhits.com/historia/5478-tujuh-perilaku-buruk-orang-banten-di-jaman-kerajaan (diakses tanggal 9 Agutus 2014).

Widodo, Agus. 2010. Kebijaksanaan Pembangunan Kawasan Banten Lama. http://budaya-indonesia-sekarang.blogspot.com/2010/04/kebijaksanaan-pembangunan-kawasan.html (diakses tanggal 9 Agutus 2014).