Masjid Pasir Angin berada di Dusun Pasir Angin, Desa Pager Batu, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang, provinsi Banten dan terletak pada koordinat 06° 29’ 16” Lintang Selatan dan 106° 06’ 98” Bujur Timur. Di sekeliling masjid ini dibatasi oleh permukiman warga.
Masjid Pasir Angin terletak di kaki Gunung Karang dan berada di tengah-tengah kepadatan rumah penduduk. Kontur tanah tempat berdiri bangunan ini melandai. Masjid ini terdiri dari dua bangunan yang bahan bangunan dan bentuknya sangat berbeda namun menyatu. Bangunan masjid pertama terbuat dari kayu dengan atap tumpang tiga dari genteng press. Di puncak atap terdapat memolo bertumpang tiga. Dahulunya penutup atap bukan menggunakan genteng tetapi dari jerami. Bentuknya berupa bangunan panggung dengan ketinggian dari tanah hingga lantai masjid ± 73 cm. Sedangkan ketinggian dari lantai kayu hingga puncak atap yakni ± 6,45 m. Tiang penyangga lantai masjid berdiri di atas umpak yang rendah terbuat dari semen.
Bagian dalam bangunan terdapat mihrab berdenah persegi panjang dan mimbar yang berada di sisi barat. Di kanan dan kiri mihrab dan mimbar terdapat ruangan penyimpanan. Jendela ruangan berjumlah 6 buah, terdiri dari 3 jendela di sisi utara dan 3 jendela di sisi selatan. Jendela-jendela ini menggunakan jeruji kayu dengan dua daun jendela. Di masing-masing sisi ini pun terdapat 1 pintu kayu dengan bentuk pelengkungan. Kedua pintu ini merupakan pintu menuju ruang wudhu yang berada di utara dan selatan masjid.
Sisi timur merupakan pintu penghubung antara bangunan yang terbuat dari kayu dengan bangunan dari beton. Di sisi kiri dan kanan pintu penghubung ini terdapat pula pintu kayu dengan dua daun pintu (berbentuk seperti pintu gebyok), namun keduanya tidak bisa digunakan lagi karena terhalang oleh dinding bangunan masjid baru. Mungkin dahulunya pintu ini adalah pintu utama menuju ke dalam masjid sebelum adanya penambahan bangunan baru. Di sudut tenggara ruangan, dipergunakan sebagai tempat shalat bagi perempuan.
Lantai masjid terbuat dari kayu yang saat ini ditutupi oleh karpet warna hijau. Atap masjid ditopang oleh 10 tiang penyangga atap. Empat tiang di antaranya berada di tengah ruangan dan enam lainnya sebagai tiang pendukung. Di bagian atap antara empat tiang penyangga utama, terdapat papan kayu berbentuk persegi (seperti plafon). Bagian ini dapat digunakan sebagai tempat untuk beriktikaf atau mengumandangkan azan. Di bagian luar bangunan sisi selatan, menggantung sebuah bedug yang ditabuh pada saat azan hendak dikumandangkan.
Di pintu penghubung antara bangunan kayu dan bangunan baru, terdapat 2 anak tangga dari kayu. Bangunan baru ini terbuat dari beton (pondasi) dengan denah persegi panjang. Lantainya pun menggunakan keramik putih. Tiga perempat dindingnya dilapisi oleh keramik berwarna coklat muda. Atapnya menggunakan konstruksi kubah. Terdapat 3 pintu masuk masing-masing di sisi utara, timur dan selatan dengan banyak jendela yang berjajar. Di tengah bangunan berdiri 6 tiang dari beton. Bangunan ini dibuat untuk menampung jemaah yang jumlahnya semakin banyak di waktu shalat tertentu, seperti shalat jumat, sehingga jamaah tidak memenuhi bangunan kayu yang semakin lama semakin rapuh.
Berdasarkan cerita penduduk setempat, tidak ada yang tahu pasti kapan masjid ini dibangun. Namun, dahulunya di masa penjajahan Belanda, masjid yang terbuat dari kayu ini digunakan oleh masyarakat sebagai tempat berkumpul guna menentukan strategi untuk melawan penjajahan. (Sumber : Buku Data Base Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang, BPCB Banten).