Satu perjalanan dimulai, beranggotakan delapan orang lelaki terdiri dari Unit Kepegawaian, Urusan Dalam, Perlindungan, dan Pemeliharaan. Perjalanan monitoring dan evaluasi cagar budaya di wilayah Provinsi Banten pada tahun 2017 ini menjadikan enam situs cagar budaya sebagai target, yaitu: Situs Lebak Cibedug, Situs Lebak Kosala, Situs Batu Ranjang, Situs Batu Tumbung, Situs Kolam Air Megalitik Citaman, dan Situs Prasasti Muruy.
Tujuan pertama perjalanan adalah Situs Lebak Cibedug yang berada di wilayah Kampung Lebak Cibedug, Desa Citorek, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Situs yang lokasinya cukup jauh dan medan perjalanan cukup sulit. Perjalanan setengah hari menggunakan kendaraan roda empat menyusuri jalan yang naik-turun dan berkelok-kelok di antara punggung pegunungan, mengantar tim monitoring dan evaluasi ke Desa Citorek. Perjalanan memang tidak membosankan, pemandangan menarik ada di sepanjang perjalanan. Persawahan diselingi permukiman, kemudian kebun, lalu hutan, terus bergantian. Pada satu titik, terlihat air terjun tepat di sisi jalan.
Desa Citorek adalah permukiman terakhir yang dapat dilalui kendaraan roda empat. Perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusuri jalan perkerasan batu yang naik dan turun perbukitan. Beberapa perubahan terlihat dalam perjalanan, pertama adalah jembatan gantung sebagai awal perjalanan berjalan kaki yang dahulunya berupa jembatan gantung dari bahan kayu, saat ini telah diganti dengan jembatan baru dari bahan logam yang lebih baik, namun hanya dapat dilewati kendaraan roda dua. Perubahan kedua adalah jalan yang sudah diperlebar dan diperkeras dengan batu, namun kondisinya masih sangat jelek dan berbahaya pada saat musim hujan. Tidak ada drainase di sepanjang jalan, tanah yang labil, jenis lempung yang licin, banyak titik mengalami longsor.
Meskipun keseluruhan anggota tim adalah laki-laki, namun lebih dari setengah anggota tim telah berumur di atas empat puluh lima (45) tahun. Hal tersebut menambah berat perjalanan yang harus dihadapi. Tapi semangat harus tetap ada, situs yang jauh dan cukup sulit untuk mencapainya ini memang jarang dan sedikit yang pernah mengunjungi, bahkan pegawai Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten sendiri. Setelah bekerja puluhan tahun, beberapa dari anggota tim baru kali ini akan mengunjungi Situs Lebak Cibedug. Setelah berjalan sekian jauh, setengah dari anggota tim mulai tertinggal, makin lama makin jauh dan tak terlihat. Sambil beristirahat bersama pegembala kerbau, setengah anggota tim yang berada di depan berharap anggota yang tertinggal dapat menyusul, namun yang dinanti tidak muncul jua.
Diputuskan untuk melanjutkan perjalanan secara perlahan melihat punggung bukit yang makin terjal. Di kejauhan terdengar suara motor roda dua namun tidak juga terlihat menyusul, muncul pertanyaan apakah motor itu dari kampung terdekat? Rasanya tidak mungkin, kampung terdekat sudah kami tinggalkan jauh. Adakah motor roda dua yang akan naik ke lokasi yang kami tuju? Penduduk setempat, atau anggta tim yang mungkin minta tolong penduduk untuk mengantar mereka dengan kendaraan roda dua sebagai ojek? Jawaban pertanyaan itu terjawab ketika empat motor roda dua lewat membawa anggota tim yang tertinggal di belakang. Mereka naik ojek karena merasa kepayahan, bahkan salah satu orang nyaris pingsan setelah memuntahkan isi perutnya yang berisikan mie rebus pada saat makan siang sebelum memulai perjalanan. Akhirnya tim dapat mencapai lokasi Kampung Cibedug menjelang waktu ashar. Lumayan cepat bagi orang luar, karena untuk penduduk lokal pun perlu dua jam berjalan kaki dari desa terdekat ke lokasi kampung Cibedug, meskipun harus ditambah dengan biaya tidak terduga dari empat anggota yang menggunakan ojek motor seharga Rp. 150.000 untuk tiap penumpangnya
Lebak Cibedug adalah situs yang selama ini dikatakan sebagai situs prasejarah dengan latar kebudayaan megalitik. Berupa punden berundak, terdiri dari enam teras dengan sejumlah altar dan batu berdiri (menhir) pada terasnya. Lingkungan pegunungan yang dingin dan lembab, pepohonan yang rimbun hingga cahaya matahari yang dapat mencapai permukaan tanah hanya sedikit menjadikan batuan di lokasi situs banyak ditumbuhi penyakit, bahkan permukaan tanah situs pun ditumbuhi lumut yang cukup tebal. Sampah dedaunan dari pepohonan di dalam situs menjadi sampah yang tiada habis untuk selalu dibersihkan.
Permasalahan dan kendala di Situs Lebak Cibedug didata, kemudian dicarikan solusi, baik yang berhubungan dengan rencana kegiatan kantor, maupun yang berhubungan dengan kinerja juru pelihara. Hal tersebut tidak hanya dilakukan di Lebak Cibedug, tapi juga di tiap lokasi situs yang menjadi target kegiatan monitoring dan evaluasi. Pemberian bimbingan juru pelihara untuk pembersihan batuan dari lumut dan penyakit lainnya secara tradisional pun dilakukan oleh tim. Dalam waktu yang relatif singkat, tim mengumpulkan data sebagai upaya penyelamatan dan pengamanan terhadap sejumlah titik obyek yang terkait dengan Punden Berundak Lebak Cibedug, seperti tiga batu yang disebut sebagai batu tukuh, batu bergores, dan “sumur” dimana terdapat altar yang berada tepat di sisi sungai sebelah timur situs. Bentuk penyelamatan dan pengamanan yang direncanakan adalah pemagaran obyek-obyek tersebut.
Selain cagar budaya yang berbentuk punden dan sejumlah titik obyek di sekitarnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Situs Lebak Cibedug masih lekat dengan tradisi masyarakat Kampung Cibedug. Ada pantangan hari bekerja di lokasi situs, yaitu pada hari Selasa dan Sabtu. Solusi untuk hari kerja adalah diganti dengan hari lain dimana tidak ada pantangan, hari Selasa diganti dengan bekerja pada hari Minggu.
Menjaga tradisi adalah bagian yang juga harus dilakukan dalam pelestarian cagar budaya seperti Lebak Cibedug. Jarak yang jauh dari bentuk prasarana dan sarana komunikasi menjadi kendala tersendiri dalam pemantauan dan pengawasannya, hal yang paling penting adalah laporan bulanan dari juru pelihara. Mengatasi kendala mengenai hal tersebut, usulan yang dapat diterima adalah mengirimkan laporan juru pelihara melalui pos, meskipun untuk itu para juru pelihara tetaplah harus turun gunung menuju kota kecamatan yang jaraknya lumayan cukup jauh. Kendala tersebut tentunya bukan saja dialami di Lebak Cibedug, tapi juga di banyak situs di derah lain. Kondisi tersebut haruslah dapat dimaklumi disebabkan sebaran situs purbakala, terutama masa prasejarah dan klasik (Hindu-Buddha) banyak diantaranya berad di lokasi yang sulit dijangkau. Hal yang perlu disadari adalah Situs Lebak Cibedug dan wilayah Kabupaten Lebak pada umumnya memiliki potensi alam yang cukup baik bila dapat memanfaatkan dan mengelolanya sebagai wisata alam dan tradisi.