Kota Tua Batavia dengan Pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal bakal dari kota Jakarta saat ini. Melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat, kawasan ini memiliki luas sekira 139 hektar yang didominasi bangunan arsitektur Eropa dan Cina dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20. Banyak julukan yang diberikan oleh para penjelajah yang singgah ke Batavia, antara lain: “The Pearl of Orient” atau “Mutiara dari Timur”. Kota ini memang dipersiapkan untuk menjadi salinan ibu kota negeri kincir angin tersebut sehingga dilabeli sebagai “Koningen van Oosten” atau “Ratu dari Timur“.
Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah yang dulunya bernama Jayakarta (1527-1619). Daerah ini berdekatan dengan pelabuhan Kesultanan Banten yang bernama Sunda Kalapa. Jauh sebelumnya, pelabuhan tersebut sudah dirintis oleh Kerajaan Sunda sebagai sarana perdagangan antar pulau di Nusantara. Pada tahun 1610, pelabuhan Sunda Kelapa dan Jayakarta diserang oleh perusahaan dagang Belanda VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) yang dipimpin Jan Pieterzoon Coen. Berikutnya pada tahun 1620, VOC membangun kota yang baru, tepat di atas reruntuhan Kota Jayakarta tersebut yang selesai dibangun pada tahun 1650.
VOC menamai kota baru itu sebagai Batavia dengan pusat kotanya tepat berada di sekitar Taman Fatahillah sekarang. Dari sinilah VOC mengendalikan semua kegiatan perdagangan, militer, dan politiknya selama menguasai Nusantara, hingga dilanjutkan berikutnya oleh Pemerintahan Hindia Belanda. Nama Batavia digunakan sejak tahun 1621 hingga tahun 1942 saat Jepang menaklukkannya. Kemudian Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta dan tetap dipertahankan hingga saat ini.
Kawasan Kota Tua Jakarta terbagi menjadi 5 zona, yakni Kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan sekitarnya, Kawasan Pusat Kota Lama (Taman Fatahillah dan sekitarnya), Kawasan Pecinan, Kawasan Perkampungan Multi Etnis, dan Kawasan Pusat Bisnis Kota Tua. Semula areal kota Batavia hanya seluas 139 hektar, tetapi kemudian diperluas menjadi 846 hektar dimana termasuk di dalamnya Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, hingga ke arah selatan yaitu Pecinan Glodok. Kali ini kita akan mengenal lebih dekat Kawasan Pusat Kota Lama yang merupakan inti dari Kawasan Kota Tua Jakarta. Apa sajakah yang ada di Kawasan Pusat Kota Lama ini?
- Stasiun Jakarta Kota (Beos)
Berlokasi di Jalan Stasiun Kota, Kelurahan Pinangsia, Kecamatan Taman Sari. Stasiun Kereta Api Jakarta Kota telah masuk kategori cagar budaya yang wajib dilindungi (Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 tahun 1993). Bangunan stasiun dirancang oleh Frans Johan Louwrens Ghijsels, yakni seorang arsitek kelahiran Tulungagung, 8 September 1882. Arsitektur bangunan stasiun merupakan kombinasi antara struktur dan teknik modern Barat ala art deco yang berpadu dengan bentuk tradisional setempat. Oleh karena itu, stasiun ini dijuluki “Het Indische Bouwen” atau “Gedung Hindia”. Menurut beberapa ahli, kata Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan sekitarnya. Dahulu stasiun ini berfungsi sebagai penghubung Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.
- Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah)
Museum ini merupakan museum terbesar di Jakarta yang menempati area seluas 13.388 m² dan berada di Kawasan Kota Tua Batavia. Gedung Museum Sejarah Jakarta dibangun pada tahun 1620 hingga 1627 atas perintah Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen sebagai gedung balaikota (Staadhuis). Museum ini berlokasi di Jalan Taman Fatahillah Jakarta No. 2, Jakarta Barat. Di museum ini kita dapat menelusuri jejak sejarah Jakarta dari masa prasejarah hingga berdirinya kota Jayakarta pada tahun 1527, serta rangkaian sejarah dari masa Kemerdekaan Indonesia.
- Museum Seni Rupa dan Keramik
Museum ini berada di sebelah timur Museum Sejarah Jakarta. Gedung ini dibangun pada 12 Januari 1870 dan digunakan sebagai kantor dewan kehakiman pada Benteng Batavia.
- Museum Wayang
Terletak di sisi barat Museum Sejarah Jakarta. Semula bangunan museum ini digunakan untuk gereja. Gempa di masa lalu mengakibatkan bangunan ini rusak yang selanjutnya difungsikan untuk gudang milik perusahaan Geo Wehry & Co.
- Gedung Kantor Pos
Gedung kantor pos ini semula digunakan sebagai bangunan pendukung aktivitas di bangunan gubernuran. Gedung ini dibangun pada tahun 1928 dan didesain oleh arsitek R. Baumgartner.
- Café Batavia
Bangunan café Batavia dibangun pada tahun 1805. Bangunan ini semula digunakan untuk rumah tinggal bagi para gubernur yang pernah menjabat pada masa kolonial Belanda.
- Jembatan Kota Intan
Jembatan tua di Jakarta ini sebelum bernama Jembatan Kota Intan telah berganti-ganti nama menurut zamannya. Awalnya pada tahun 1628 disebut Engelse Burg yang berarti “Jembatan Inggris”. Pada tahun 1628-1629, jembatan ini rusak karena penyerangan Banten dan Mataram. Kemudian jembatan ini dibangun kembali oleh Belanda pada tahun 1630 dan saat itu dikenal dengan nama “Jembatan Pasar Ayam” atau Hoenderpasarburg. Jembatan pasar ayam atau jembatan gantung ini juga dikenal sebagai groote boom (batang besar). Jembatan Pasar Ayam merupakan jembatan yang berada di paling utara dan satu-satunya jembatan angkat. Namanya diambil dari Pasar Ayam Besar yang ada di dekatnya, yakni di ujung utara Kali Besar Barat.
Pada tahun 1655, jembatan ini diperbaiki setelah jembatan lama yang terbuat dari kayu hancur pada waktu banjir, dan selanjutnya diberi nama Het Middelpunt Burg atau “Jembatan Pusat”. Pada April 1938, jembatan ini menjadi jembatan gantung yang dapat diangkat untuk lalu lintas perahu dan untuk mencegah terkena banjir yang sering terjadi. Bentuk dan gayanya tidak berubah hanya namanya berubah menjadi “Juliana Bernhard”. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, jembatan ini berubah nama menjadi “Jembatan Kota Intan” sesuai dengan nama lokasi jembatan ini berada.
- Gedung Ex-Chartered
Gedung ini dibangun pada awal abad XX, yang difungsikan sebagai Chartered Bank of India, Australia, and Cina. Gedung ini bergaya arsitektur klasik dengan ciri khas kubah di bagian atapnya.
- Toko Merah
Bangunan ini dibangun pada tahun 1730 dan merupakan kediaman Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff yang menjabat pada tahun 1743 hingga 1750. Nama “merah” diberikan karena sebagian besar interior bangunannya berwarna merah.
- Museum Bank Indonesia
Semula bangunan ini digunakan untuk Bank Indonesia (Javasche Bank) yang didirikan pada tahun 1909 dan dirancang oleh Hulswit –Ed. Cuypers. Bangunan ini telah mengalami beberapa kali perombakan hingga tahun 1922.
- Museum Bank Mandiri
Bangunan ini merupakan hasil karya J.J.J. de Bruyn, A.P. Smith dan C. Van de Linde yang dibangun pada tahun 1929. Bangunan ini sekarang digunakan untuk Museum Bank Mandiri yang memajang koleksi yang berhubungan dengan sejarah Bank Mandiri dan peralatan perbankan tempo dulu.