Braga, salah satu identitas Bandung (1)

toko populair
toko populair

Sudah pernah jalan-jalan ke Bandung? Bagi yang sudah pernah mengunjungi Bandung pasti sudah tahu Braga, atau paling tidak pernah mendengar “Braga”. Dimana dan seperti apa sih Braga itu? Sebagaimana kita tahu, setiap kota mempunyai identitas (landmark) yang berbeda satu dengan lainnya. Kota Bandung memiliki sedikitnya dua identitas yang melekat padanya, yakni Gedung Sate dan Braga. Gedung Sate adalah identitas utama Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat, adapun Braga adalah sebuah kawasan yang dikenal sebagai tempat belanja dan bersantai para administratur perkebunan dan masyarakat Bandung tempo dulu. Kawasan Braga sudah dikenal para wisatawan asing sejak masa Hindia Belanda dan merupakan salah satu unsur yang menjadikan Bandung mendapat julukan Parijs van Java. Kawasan Braga sempat dijuluki sebagai De meest Eropeesche winkelstraat van Indie (kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda).

Alun-alun, Merdika Lio, Balubur, Coblong, Dago, Bumiwangi dan Maribaya sekarang, pada awal tahun 1800 terhubung dengan jalan-jalan setapak ke  Jalan Braga sekarang. Jalur tersebut berhubungan dengan jalan tradisional pada masa Kerajaan Padjajaran, yang melintasi Sumedanglarang dan Wanayasa. Angkutan penumpang dan hasil bumi, khususnya kopi dari Gudang Kopi (sekarang Balai Kota), banyak memanfaatkan jalur tersebut. Alat angkut umum yang dipergunakan pada saat itu adalah pedati, sehingga jalan itu disebut Karrenweg, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Pedatiweg (sekarang Jalan Braga).

Asal-usul nama Braga sendiri masih belum jelas hingga sekarang. Perubahan nama Pedatiweg menjadi Bragaweg mungkin akibat kepopuleran Toneelvereniging Braga, yang didirikan di Pedatiweg pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Asisten Residen Priangan, Pieter Sijthoff. Menurut seorang sastrawan Sunda, M.A. Salmun, Braga berasal dari kata ngabaraga (bahasa Sunda) yang berarti “berjalan di sepanjang sungai”. Letak Pedatiweg memang berdampingan dengan Sungai Cikapundung (Katam dan Abadi, 2006).

Toko-toko besar di Jalan Braga sebagian besar milik orang Eropa. Dengan kata lain, kawasan Braga merupakan pusat pertokoan Eropa. Jalan Braga menjadi pusat perbelanjaan orang-orang Eropa, baik yang tinggal di Bandung atau Priangan, maupun yang datang dari luar Priangan.

Selain pertokoan, di kawasan Braga juga terdapat hotel, restoran, salon, tempat hiburan, apotek, dan lain-lain. Segala bentuk sarana tersebut menjadikan Braga bukan hanya sebagai pusat kegiatan ekonomi, namun sekaligus sebagai pusat pertemuan orang-orang Eropa di kota Bandung (Hardjasaputra, ed., 2000).

kantor gas negara
kantor gas negara

Pada tahun 2013, Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang mengadakan kegiatan inventarisasi bangunan cagar budaya di Kota Bandung. Untuk mengobati rasa penasaran bagi yang belum pernah ke Bandung, khususnya ke Jalan Braga, di sini akan diuraikan sepenggal laporan pandangan mata tentang kawasan yang fenomenal tersebut.

Hampir semua bangunan yang berada di Jalan Braga termasuk dalam kriteria bangunan cagar budaya, namun pada kegiatan inventarisasi kali ini hanya mengambil beberapa contoh bangunan yang unik dan masih kental nuansa kolonialnya, meskipun sudah mengalami perubahan dan penambahan.

bersambung….