Secara geografis, Banten Lama terletak di propinsi Banten dan berada di dua Kota/Kabupaten, yaitu Kota Serang dan Kabupaten Serang. Pada awal berkembangnya, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524, wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu di Demak terjadi perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kesultanan Banten. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa menuju Asia. Kesultanan Banten menjadi penguasa jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang strategis ini, Kesultanan Banten berkembang menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa dan bahkan menjadi saingan berat bagi VOC di Batavia. VOC merupakan perserikatan dagang yang dibuat oleh kolonial Belanda di wilayah kepulauan Nusantara.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang telah memajukan wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke bagian selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Meskipun agama Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada tahun 1673. Toleransi inilah yang harus kita pelajari dan terus kita lestarikan. Jika masyarakat masa lalu dapat menerapkannya, mengapa kita tidak?