Kawasan perkampungan ini berada di Jalan Kyai Haji Undulusi, Kampung Pekuncen, Kelurahan Ciwedus, Kecamatan Cilegon, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Kawasan ini merupakan permukiman kuna, hal ini terlihat dari beberapa bangunan rumah tradisional yang terdapat di sepanjang Jalan Kyai Haji Undulusi.
Salah satu rumah kuna yang ada di kawasan ini adalah rumah tinggal Ibu Tuasmah. Rumah tinggal ini tepat berada di depan Masjid Agung Kampung Pekuncen, dimana di bagian selatan berbatasan dengan Jalan Kyai Haji Undulusi, di utara berbatasan dengan rumah penduduk, bagian barat dan timur juga berbatasan dengan rumah penduduk. Menurut keterangan Ibu Tuasmah (70 tahun), rumah ini merupakan peninggalan dari orang tuanya yang berprofesi sebagai petani dan pedagang.
Rumah yang berukuran 12,60 m x 15,70 m tersebut, dibagi menjadi dua bagian dimana bagian barat ditempati oleh Ibu Tuasmah beserta keluarganya sedangkan bagian timur ditempati oleh Ibu Maadiah (adik ibu Tuasmah) beserta keluarganya. Bangunan ini disekat menggunakan pasangan bata berplester di bagian tengah, yang berfungsi sebagai pemisah antara rumah Ibu Tuasmah dan Ibu Maadiah. Ketebalan dinding penyekat bangunan tidak setebal dinding asli yang mempunyai ketebalan 26 cm. Dinding bangunan asli terbuat dari bata mentah dengan plesteran dari tanah dan kapur. Untuk mempermudah, selanjutnya bangunan ini akan disebut dengan rumah tinggal Ibu Tuasmah.
Bangunan ini berdenah segi empat dengan atap berbentuk pelana dan penutup atap berupa genteng tanah liat. Semula, penutup atap bangunan ini berupa “welit” yaitu daun pohon kelapa yang dikeringkan. Bangunan lebih tinggi 60 cm dibandingkan permukaan tanah di sekitarnya. Bangunan mempunyai selasar (teritisan) di bagian depan (selatan) selebar 90 cm yang atapnya berbeda dengan atap bangunan inti, sehingga atap bagian depan terlihat bersusun dua. Atap teritisan tersebut ditopang oleh empat tiang kayu serta beberapa konsul kayu yang menempel di dinding bangunan. Selasar atau teras depan ini berfungsi sebagai ruang transisi antara lingkungan luar dengan rumah tinggal. Bagian ini bersifat profan atau terbuka.
Untuk memasuki rumah tinggal Ibu Tuasmah, dapat melalui dua pintu kayu dengan dua daun pintu yang terdapat di sisi barat dan timur. Pintu tersebut mempunyai sistem bukaan ke dalam. Di sebelah pintu masing-masing terdapat satu jendela kayu dengan dua daun jendela, yang mempunyai sistem bukaan keluar. Di bagian dalam jendela terdapat teralis kayu berbentuk silinder.
Memasuki bangunan inti bagian depan, terdapat ruangan yang untuk saat ini difungsikan sebagai ruang tamu. Sebelum dilakukan penyekatan dan beberapa penambahan baru, bangunan asli mempunyai satu ruang besar di bagian depan, empat kamar tidur dan satu dapur di bagian belakang. Namun saat ini, ruang besar di bagian depan yang berukuran 4 m x 12,60 m, terbagi menjadi dua dan terdapat penambahan ruang tidur di bagian depan sisi barat. Lantai ruangan yang semula berupa plesteran diganti dengan keramik berukuran 30 cm x 30 cm berwarna putih.
Melihat ukurannya yang relatif besar, kemungkinan ruang besar ini dahulu berfungsi sebagai tempat untuk berinteraksi antara pemilik rumah dengan tetangganya, misalnya untuk menerima tamu atau untuk acara-acara sosial seperti pengajian atau kegiatan yang berkaitan dengan tradisi masyarakat masa lalu. Dapat dikatakan bahwa bagian ini bersifat semi profan (setengah terbuka).
Adapun bagian bangunan yang bersifat privat meliputi empat kamar tidur yang ada di sisi barat dan timur bangunan, meskipun pembagiannya tidak simetris. Memasuki bagian privat, kita harus melewati pintu tanpa daun pintu yang bagian atasnya berbentuk lengkung. Dinding di kanan-kiri pintu terdapat profil pilar yang besar dan menjulang. Terdapat dua kamar tidur di sisi barat, yakni kamar depan dan belakang. Kamar tidur depan berukuran 3 m x 4,20 m dengan pintu berada di dinding timur. Pintu kayu dengan dua daun pintu tersebut mempunyai sistem bukaan ke dalam, serta sistem pengunci pintu menggunakan gerendel kayu. Di dinding selatan tedapat jendela kayu dengan dua daun jendela dan di bagian dalam terdapat teralis kayu. Saat ini jendela tersebut terhalang oleh lemari kayu. Lantai ruangan masih mempertahankan yang asli, yakni lantai plesteran. Terdapat keunikan yang dapat dijadikan penanda dari bangunan tradisional ini, yang oleh penduduk Serang disebut dengan nama “omah sengén”. Penanda tersebut adalah adanya “lembedang” pada dinding, yakni seperti ceruk berbentuk segitiga yang pada jaman dahulu berfungsi untuk meletakkan lampu minyak atau barang-barang lain yang berukuran kecil.
Kamar tidur belakang sisi barat berukuran 3,20 m x 3,40 m dengan pintu berada di dinding timur. Pintu kayu dengan satu daun pintu ini juga mempunyai sistem bukaan ke dalam serta pengunci berupa gerendel kayu. Lantai ruangan masih berupa plesteran.
Di sisi timur juga terdapat dua kamar tidur, yakni depan dan belakang. Kamar tidur depan berukuran 4,20 m x 7,50 m. Pintu kamar terdapat di dinding selatan, berupa pintu kayu dengan dua daun pintu dengan sistem bukaan ke dalam dan pengunci berupa gerendel kayu. Di barat pintu terdapat jendela kayu dengan dua daun jendela dan teralis kayu di bagian dalam. Lantai kamar berupa plesteran kasar. Saat ini kamar tidur ini dibagi menjadi dua ruangan, yakni untuk kamar tidur dan ruang makan. Pada dinding utara terdapat penambahan pintu penghubung dengan ruang di belakangnya.
Kamar tidur belakang berukuran 3,40 m x 3,20 m, saling berhadapan dengan kamar tidur barat bagian belakang. Pintu kamar berada di dinding barat berupa pintu kayu dengan satu daun pintu. Kondisi saat ini, terbagi menjadi dua ruang dimana terdapat penambahan pintu di dinding utara yang menghubungkan dengan dapur.
Keunikan lain dari omah sengen ini adalah adanya lorong yang terbentuk dari dinding kamar depan sisi barat dan timur. Di atas lorong tersebut terdapat susunan papan kayu yang diperkuat dengan bambu, yang pada masa lalu difungsikan untuk tempat menyimpan padi.
Dapur dan kamar mandi yang berada di bagian paling belakang telah mengalami perubahan. Dapur yang berukuran 4,10 m x 11,30 m ini disekat sehingga terbagi menjadi dua bagian untuk keperluan dua keluarga. Terdapat pintu kayu dengan satu daun pintu di dinding utara, serta satu pintu di dinding timur. Dinding luar bangunan ini tidak diaci (diplester), sehingga pasangan bata mentah dengan perekat berupa campuran tanah dan kapur tersebut terekspos.