Banten merupakan salah satu wilayah yang memegang peranan penting perdagangan jalur rempah dunia dengan komoditi ladanya. Lada memonopoli kekuasaan Banten antara 1580 hingga 1620. Di Asia Tenggara, Banten merupakan pengekspor lada kedua setelah Aceh. Lada Banten memiliki kualitas terbaik, sehingga tidak mengherankan jika daerah ini dikenal sebagai pelabuhan pengekspor dan penghasil lada terbesar.
Penanaman lada menyebabkan penduduk di berbagai daerah produksi mengalihkan kegiatan pertanian mereka dari tanaman pangan ke komoditi rempah. Di Jawa, khususnya Banten, penduduk diharuskan menanam lada ketika permintaan pasar dunia terhadap lada meningkat. Perdagangan lada menjadi sumber konflik, akibat penanaman lada dalam skala besar, hasil pertanian tanaman pangan berkurang, sehingga terjadi kelaparan akibat kekurangan bahan pangan. Wali raja, Ranamanggala, segera memutuskan untuk menghentikan perdagangan lada dan pencabutan pohon lada. Penduduk diwajibkan kembali untuk menanam padi dan umbi-umbian. Namun, pada 1636 pemerintah kembali mewajibkan penduduk untuk menanam lada.
Kedudukan Banten sebagai produsen lada dan pemegang monopoli perdagangan mulai mengalami kemunduran setelah memasuki pertengahan abad ke-17 Masehi. Hal ini disebabkan adanya pertentangan politik di kalangan keluarga sultan yang memperebutkan tahta. Dalam pertentangan ini, putra mahkota Kesultanan Banten yang merangkap sebagai sultan muda Banten meminta bantuan kepada VOC. Ia menawarkan imbalan kepada VOC, kalau ia berhasil menduduki tahta Kesultanan Banten, maka VOC akan memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Banten. Tahun 1682, hak monopoli diperoleh VOC yang ditandai dengan diusirnya para pedagang non Belanda yang singgah di pelabuhan Banten. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Aliuddin, kompeni mewajibkan rakyat Banten yang berumur lebih dari 16 tahun dan berbadan sehat, untuk menanam 500 batang pohon lada.
Referensi:
Fadly Rahman. 2019. “Negeri Rempah-Rempah” Dari Masa Bersemi Hingga Gugurnya Kejayaan Rempah-Rempah. Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.